17. Lembar Terakhir

20 2 4
                                    

Hari demi hari bergulir tanpa henti, hatiku pun rasanya semakin kokoh bersama waktu. Setahun lebih aku dibiarkan tanpa kepastian oleh Maghi. Rasanya sudah tidak mungkin dia mengingat keberadaanku disini. Walaupun sesekali, aku masih mengenangnya dari kejauhan.

Bukan tak ikhlas akan kepergiannya, hanya saja ditinggal tanpa kepastian itu terlalu membekas. Jelas kalau sedih karena berakhirnya suatu hubungan, wajar kalau hati terluka karena ditinggalkan. Karena ditinggalkan saat kamu menyayangi seseorang dengan tulus itu tidaklah mudah. Terseok untuk bangkit pun terasa perih.

Perih bersama keadaan, tak ada yang mampu menyembuhkan, kecuali waktu dan keikhlasan. Begitupula yang aku rasakan selepas kepergian Maghi yang tak meninggalkan jejak sedikitpun. Sulitnya, aku tidak tahu kapan kuharus mengeringkan luka di hatiku. Karena tidak pernah ada kata selesai diantara kami.

Mungkin ia telah bahagia, seharusnya aku pun seperti itu. Seharusnya aku pun bisa kembali mengejar semua mimpi-mimpiku tanpanya. Sebaiknya aku kembali berlayar mengibarkan segenap harapku pada Sang Pencipta, bukan berdiam kepada suatu ketidakpastian.

Selamat tinggal Maghi, terbanglah setinggi yang kau mampu. Bangkitlah sekuat yang kamu bisa. Tangguhlah menyikapi kerasnya dunia. Berbaikhatilah pada setiap insan di sekitarmu, agar kamu senantiasa dicintai oleh sekitarmu sebagaimana aku mencintaimu tanpa pernah tau apa yang membuatku begitu dalam menyimpan rasaku. Terimakasih atas segala hal yang telah kau ajarkan dalam kehidupanku. Kini, izinkan aku kembali menggenggam segala kebahagiaanku yang telah tertunda hadirnya selama beberapa waktu.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang