16. Hey, Ghaima

17 2 0
                                    

"Gameo! Rok gue kejepit!" kataku sambil melotot ke arahnya. Lantas dia membukakan pintu mobilnya kembali dan memberiku jeda untuk melepaskan rokku yang terjepit.

Hari ini Theo, mantanku saat masih duduk di bangku SMA mengadakan resepsi pernikahan. Tanpa diduga ternyata ia mengundangku untuk menghadiri pesta pernikahannya.

Tampilannya terlihat begitu cool, dengan tuksedo berwarna abu-abu dan kemeja berwarna putih memberikan kesan maskulin pada dirinya. Sedangkan sang mempelai wanita mengenakan gaun berwarna putih gading dengan aksen renda dan bunga mawar imitasi berwarna putih pada bagian lingkar perutnya. Keduanya nampak serasi di atas singgasana pengantin bernuansa modern tersebut.

Entah kenapa pada undangan kali ini, Gameo memperlakukanku berbeda. Mulai dari membukakan pintu mobil, merangkulku dengan sedikit mesra, hingga mengambilkanku secangkir minuman dari pelayan yang berkeliling dengan membawa nampan. Bahkan saat kami hendak menemui pasangan pengantin dan memberi selamat. Gameo memperlakukanku layaknya perempuan istimewa, siapapun yang melihat pasti akan mengira bahwa kami adalah sepasang kekasih.

Sebenarnya aku risih, hanya saja aku tidak mau bertengkar di tengah pesta dengan si cacing kremi satu itu. Apalagi pesta pernikahan mantan kekasihku dahulu. Tentunya aku akan berpenampilan cantik, anggun dan menawan dong sebagai pembuktian bahwa aku bahagia dan baik-baik saja setelah berpisah dengannya bertahun-tahun lalu.

Tidak untuk tebar pesona. Namun untuk menjaga harga diri agar tetap berada di atas dan stabil. Namanya juga menghadiri pernikahan mantan. Dan aku datang murni berniat menghargai undangannya dan memberinya selamat. Bukan untuk membuatnya terpikat padaku. Sekali lagi kutegaskan, aku hanya ingin mempertahankan harga diriku saja agar tetap berada di tempat yang semestinya.

Lagipula aku sudah tidak menyimpan perasaan apapun lagi pada Theo, karena kami memang telah lama berpisah. Sehingga aku sudah mampu mengubur dalam-dalam segala kenangan tentangnya.

"Me, apaan sih. Risih gue lo rangkul2 begini," bisikku pada Gameo yang badannya rapat tepat disamping kananku.

"Ssstttt! Diem aja udah, gue lagi menyelamatkan lo dari tatapan Theo tuh," bisik Gameo padaku tepat di telingaku. Hingga posisi kami berdua terlihat cukup intens di tengah keramaian.

"Hah?" aku bingung sama pernyataan yang Gameo katakan barusan. Akan tetapi aku memilih diam dan tak melanjutkan adu argumen dengannya.

Di dalam pesta aku bertemu dengan beberapa teman sekolah, bahkan aku juga bertemu dengan seorang perempuan yang pada zaman sekolah naksir berat dengan Gameo. Helfa namanya. Perempuan itu hadir bersama seorang anak kecil perempuan bergaun pink, yang merupakan anak pertamanya.

Kami bercengkrama cukup lama, hingga ketika Gameo kembali dari toilet percakapan kami berhenti seketika. Tatapan Helfa masih sama, masih ada tatapan kagum pada seorang Gameo. Binar matanya tertampak jelas sedang terpukau oleh sesosok cacing kremi yang menggunakan jas berwarna putih.

Gameo menghampiriku dan berdiri tepat disampingku sambil memberikanku semangkuk pudding cokelat. Namun tak pelak menengok ke arah Helfa berada sambil menyunggingkan senyum tipisnya. Nyaris saja Helfa khilaf dan diam terpukau menatap Gameo yang berjarak hanya 2 langkah darinya, jika anaknya tidak memanggilnya "Bunaa, aku mau ekim" sambil menarik baju Helfa.

"Eh, iya sayang tunggu sebentar ya," ucap Helfa lembut dengan nada keibuan.

"Anak lo, Hel? Lucu ya," celetuk Gameo.

"Ehh i iya, Me," terdengar kikuk. Dan aku berjongkok mengajak berbicara anaknya Helfa, membiarkan mereka bertukar sapa.

"Yuk, ambil es krim sama tante?" tawarku pada gadis cilik nan lucu tersebut. Ia pun mengangguk dan menggandeng tanganku menuju tempat es krim berada.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang