3. Tunggu Sebentar?

34 3 0
                                    

Setelah kemarin melewati weekend dengan bersantai di rumah seharian, maka sekarang Senin menjemputku untuk melakukan segala rutinitasku seperti biasa.

"Kereta tujuan Jakarta Kota via Manggarai, Cikini, Juanda, segera diberangkatkan. Bagi penumpang yang masih berada di luar dipersilahkan untuk segera memasuki kereta," suara speaker itu terdengar hingga tempat parkiran motor di stasiun Bekasi. Tanpa pikir panjang, lantas aku berlari, melewati orang-orang yang sedang berjalan santai. Menyelip sana-sini dengan jurus gesit ala tikus, berusaha agar tak menabrak seorang pun.

"Hati-hati pintu akan ditutup."

Selang beberapa detik sebelum pintu tertutup, aku berhasil melesit bagai model iklan slimming suit ke dalam gerbong kereta. Maklum saja aku memang menyukai tantangan, walaupun tantangan tak berfaedah dan cukup berbahaya seperti itu. Tapi percayalah, tentu saja aku tidak sepenuhnya seperti itu. Hanya saja aku malas menunggu keberangkatan selanjutnya yang pasti akan menghabiskan waktu lebih lama lagi.

Lagipula, aku nekat seperti itu agar aku tak terlihat sia-sia sudah mengejar kereta dari parkiran tadi. Terserah kamu mau berpikir seperti apa, yang jelas perhitunganku pagi itu cukup tepat kok walaupun dalam kategori nyaris sih.

Di dalam gerbong khusus perempuan, aku berhasil menahan sesak terhimpit oleh beragam ciptaan Tuhan paling sexy itu. Ya, aku termasuk di dalam kategori itu. Karena aku juga perempuan seutuhnya. Walaupun jauh dari kata feminim, tapi aku berhak menyandang predikat tersebut walau hanya 0,01% tak apalah.

Sesampainya di stasiun transit, Jatinegara. Aku turun dan lagi-lagi harus berusaha mengeluarkan diri mungil ini di tengah himpitan yang luar biasa kuat. Perempuan pejuang kereta memang perempuan yang dapat disandingkan dengan petinju kelas internasional loh.

Bayangkan saja, mereka mampu berdiri dalam keadaan kaki miring hingga 30 derajat bahkan mereka mampu bernafas hanya menggunakan sebelah hidung di dalam sumpeknya gerbong kereta ketika sedang dalam keadaan flu. Belum lagi, menahan amarah ketika orang di belakang, posisi badannya menyender tanpa rasa bersalah sedikitpun, menganggap punggung ini layaknya sandaran hati yang super nyaman. Hebat bukan?

Walaupun keadaannya sesadis itu, aku tetap suka menggunakan transportasi kereta commuter line sebagai sarana mobilitasku sehari-hari. Karena banyak hal yang dapat aku perhatikan ketika berada di tempat umum, salah satunya adalah orang yang berlalu-lalang terutama perempuan.

Entah kenapa setiap melihat berbagai perempuan di luar sana, aku selalu berpikiran berbagai hal. Mulai dari seberapa pagi seorang perempuan sempat untuk merias wajahnya. Bagaimana mereka bisa berangkat kerja tanpa lupa membangunkan anaknya via sambungan telepon di dalam sumpeknya kereta. Bahkan berapa lama mereka sempat memilih dan memadupadankan pakaian yang akan mereka kenakan agar nampak mempesona. Apalagi ketika melihat perempuan yang berpenampilan girly dengan riasan wajah sederhana nan anggun, dibalut dress selutut dan tas jinjing berwarna soft pink. Aku senang melihatnya, akan tetapi aku tidak suka mengenakannya.

Apakah hal ini yang membuat sosok itu pergi seketika tanpa pamit?
Ataukah memang dia pergi hanya sebentar dan akan kembali?
Apakah justru dia pergi selamanya tanpa permisi dan sengaja meninggalkan keabu-abuan ini?

Yang jelas apapun alasanmu, tolong beritahu aku caranya ikhlas tanpa adanya kamu di sisiku. Ajari aku berdiri kokoh, selayaknya ragaku sebelum berjumpa denganmu dahulu. Biarkan aku menghirup oksigen di sekitarku tanpa harus menahan sesak. Sesak dalam kehampaan dan penuh misteri yang berhasil kau simpan sendiri.

Teruntuk kamu, aku selalu berharap kamu dalam keadaan baik-baik saja dimanapun kamu berada. Tolong bukakan kunci di hatiku, agar aku dapat memulai kebahagiaanku sendiri sedikit demi sedikit. Tanpa harus merasa terbelenggu oleh ketidakpastian yang entah kapan menjadi pasti.

Sampai saat ini pikiranku selalu bergelut tentang apakah benar aku hanya perlu untuk 'menunggu sebentar?'
Aku tak yakin untuk hal yang satu ini, karena sekedar mendengar atau mengetahui kabarmu saja aku tak pernah. Sosokmu seperti hilang di tengah samudera antartika, dingin dan kelam.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang