"Ternyata sebesar ini perasaan Keira ke cowok yang namanya Maghi Maghi itu. Selama ini, Keira menyimpan sedihnya sendirian? Nulis diary dan curhat di notes hapenya. Selama ini lo kemana aja, Me sampe gak ada disaat Keira serapuh itu. Maafin gue, Kei," ungkap Gameo kepada angin dan tetap membiarkan bahunya menjadi sandaranku tertidur pulas.
Diam-diam Gameo membaca hampir seluruh isi notes di ponselku, sehingga membuat dirinya tahu apa yang aku rasakan selama ini. Lancang memang, namun bagi Gameo jika dia mampu mengetahui hal ini sepenuhnya, maka dia akan berusaha pula untuk membuatku kembali bangkit seperti sebelumnya.
Maafin gue, Kei yang gak pernah ada saat lo butuh belakangan ini. Sampe-sampe lo harus sesedih ini sendirian. Kalo dulu, lo selalu ngadu apapun sama gue, nangis di bahu gue. Bahkan semua pencapaian lo pun selalu lo ceritain ke gue. Maafin gue terlalu sibuk sama pencapaian dan obsesi gue sendiri sampe lupa kalo gue masih punya lo. Harusnya gue sadar, upaya gue untuk melupakan Priska bukan berarti harus membuat jarak diantara kita, Kei.
Gameo bergumam dalam hati, seolah menyesal telah membiarkan Keira sedih sendirian. Ia pun bertekad untuk selalu ada di sisi Keira kapanpun dirinya dibutuhkan. Baginya, Keira adalah sahabat terbaik yang juga layaknya seorang adik yang butuh perlindungan darinya.
Maklum jika Gameo sangat menyayangi Keira, karena Keira pun selalu ada disaat Gameo susah maupun senang. Hal itu berlaku sebelum keduanya tenggelam dalam kesibukan masing-masing selepas lulus kuliah.
Selama ini Gameo tinggal sendiri di Indonesia. Sedangkan kakaknya hanya sesekali berkunjung ke Indonesia untuk menemuinya, sedangkan Mama dan Papanya sudah lama berpisah dan pindah ke negara yang berbeda. Walaupun Gameo masih mendapatkan hak sepenuhnya dari kedua orangtuanya. Tapi Gameo sudah sejak lama hidup sendiri, dia menguat bersama keadaan. Tidak pernah sekalipun aku melihat dirinya mengeluh soal keluarganya.
Lagipula kedua orangtuaku pun telah mengenal baik sosok Gameo, bahkan Mama pernah bolak-balik setiap hari menjenguk Gameo dan membuatkannya bubur ketika Gameo sakit tifus tapi tidak mau dirawat inap di rumah sakit. Disuruh menginap di rumahku dia juga menolak. Oleh karena itu, Mama menjadi suster pribadinya selama seminggu untuk merawat Gameo. Saat itu, kami masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku masih belum bisa merawat orang sakit sepandai Mama. Namanya juga masih remaja.
Kedua orangtuaku juga menyayangi Gameo seperti menyayangi almarhum kakakku, Affan. Kak Affan meninggal saat berumur 17 tahun, ia mengalami kecelakaan saat hendak pergi ke sekolah. Singkat cerita, saat itu Kak Affan memang dalam keadaan buru-buru karena telat, namun dari arah berlawanan ada sebuah mobil pickup melaju dengan kecepatan tinggi menerobos lampu merah. Saat kejadian bukan hanya Kak Affan yang menjadi korban, tapi ada juga seorang bapak-bapak pengendara sepeda motor yang terseret mobil pickup tersebut. Naas, nyawa kedua korban termasuk Kak Affan hilang di tempat kejadian.
Mama dan Papaku sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Butuh waktu hingga bertahun-tahun untuk mereka sepenuhnya ikhlas menerima kepergian Kak Affan. Hingga ketika aku duduk di bangku SMA dan mengenal Gameo. Aku sering mengajaknya main ke rumahku, hingga Mamaku lebih dulu mengenalnya dan merasa akrab dengannya. Sedangkan Papa baru bertemu Gameo di tahun kedua aku duduk di bangku SMA. Dan keduanya rupanya menyayangi Gameo seperti mereka menyayangi Kak Affan.
***
Pagi ini kami harus segera berkemas untuk kembali ke Jakarta. Libur kami hampir usai dan besok harus kembali menjalani rutinitas seperti biasa. Berangkat ke kantor dan berkutat dengan pekerjaan sebagaimana pegawai pada umumnya.
"Udah beres semua, Kei?" Gameo memastikan padaku bahwa tidak ada satupun barang tertinggal.
"Udah dong."
Lalu kami beranjak meninggalkan kamar dan menuju lobby hotel, lantas menaiki taksi untuk pergi ke bandara. Seperti biasa, Gameo selalu sigap membantuku mengangkat tas dan koper sebelum dirinya masuk ke dalam taksi.
"Kei, maafin gue ya yang belakangan ini sering ngilang dan jarang ngehubungin lo," Gameo memulai percakapan selama di perjalanan menuju bandara.
"Apaansih, santai aja lagi. Lagipula kita kan terbuai kesibukan masing-masing bukan untuk menyombongkan diri. Lo tiba-tiba dateng ke rumah tanpa chat pun juga masih boleh kali, Me. Mama juga kangen tuh sama lo. Udah lama gak main katanya."
"Nanti gue bakalan sering main ah, sekalian mau makan pudding buatan Tante Kintan. Kangen juga sama keluarga lo."
"Sok atuh, monggo," jawabku bermaksud mempersilahkan Gameo untuk datang ke rumahku.
Sepertinya Gameo kembali membuka diri seperti dulu. Sepertinya Gameo sudah berhasil berdamai dengan waktu. Bahkan dia mendewasa bersama sakit hatinya. Berbeda denganku, masih terkungkung di dalam keabu-abuan yang semakin pekat. Gameo berhasil melakukan pencapaiannya dan berhasil membuka mata, hati dan telinganya menjadi jauh lebih bijaksana. Semakin lovable emang nih sahabat gue satu itu. Awas aja ada yang bikin dia sakit hati lagi, harus berurusan sama gue, Keira Shevania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maghi & Pelangi
RomanceTentang semu yang selalu menjelma bagaikan debu. Penuh rasa namun tak pernah teraba oleh asa. Bahkan terhisap habis oleh udara. Ketika berdiriku tak lagi kokoh, tolong ingatkan aku pada secercah harap agar ku dapat bangkit dari segala cemooh. Sendi...