Sesampainya di Jakarta, Gameo menyempatkan berkunjung ke rumahku dan berniat untuk bertemu dengan kedua orangtuaku sekaligus meminta maaf telah menculikku secara dadakan. Padahal kedua orangtuaku juga sudah percaya kalau aku pergi dengan Gameo.
Namun ternyata Papa sedang pergi keluar kota. Hanya Mama yang menyambut kedatangan kami.
"Kebetulan kamu datang, Me. Tante mau kenalin kamu sama temen Tante nih, namanya Tante Dinara. Dia ini owner salah satu cafe serba coklat di Jakarta. Kamu tau kan di daerah Kebayoran sana loh. Nah dia bilang lagi butuh desainer interior yang bisa bantu untuk desain cafe itu. Kebetulan kamu lulusan Desain Interior kan?" ungkap Mama panjang lebar, padahal aku dan Gameo baru saja sampai di depan teras.
"Halo, Tante," sapa Gameo sambil menjabat tangan Mama dan mencium punggung tangannya. "Iya tan, saya lulusan Desain Interior."
"Mama gimanasih anaknya baru pulang gak disambut, giliran Gameo disambut," sanggahku tampak cemburu.
"Eh iya anak Mama sayang, maaf Mama gak engeh ada kamu," ucap Mama terkesan enteng.
"Aku segede ini masa gak keliatan sih, Ma."
"Mana gede, lo kecil tau, Kei!" celetuk Gameo sengaja membuatku makin panas.
"Yeh kecil, emang semut! Udah ah, aku mau ke kamar. Bye," lantas aku berjalan meninggalkan Gameo dan Mama menuju kamarku yang berada di lantai 2.
***
Sesampainya di kamar, aku langsung membaringkan tubuhku di atas kasur beralaskan seprei berwarna soft blue dengan motif bulan dan bintang.
Saat aku meraih ponsel dari dalam tas, seketika dadaku tersekat melihat sebuah notifikasi pada aplikasi chatting di layar ponselku. Nama yang tertera, merupakan nama seseorang yang sudah sejak lama membiarkan aku tenggelam dalam keabu-abuan penuh tanya.
Sosok yang belum lama ini kujumpai di parkiran tanpa sengaja. Sosok yang terasa pernah sedekat sepasang sepatu namun ia tak pernah bergantung pada sepatu yang lainnya. Bagiku dia itu ibarat kanan, dimana hampir seluruh posisi penting berada padanya. Sedangkan aku adalah si kiri, pelengkap yang selalu membutuhkan sisi kanan agar selalu seimbang dan beriringan.
Hai, Keira.
Hanya 2 kata, namun mampu meruntuhkan dinding kokoh yang telah aku bangun selama ini. Rongga dadaku menyempit kala membaca sapanya walau hanya melalui sebuah layar. Sudah berbulan-bulan aku merindukannya, namun tak pernah ada satupun pertanda bahwa ia masih ada di muka bumi. Dia pernah pergi jauh tanpa pamit, sengaja meninggalkanku dengan perasaan yang rumit layaknya secangkir kopi hitam yang terasa pahit dan menyimpan berjuta misteri. Semakin pekat dan semakin pahit setiap detik yang kurasa kala dirinya pergi tanpa pamit.
Berlebihan memang, namun itu yang aku rasakan. Terserah kamu mau bilang aku cinta mati atau bucin sekalipun. Tapi ini perasaanku, biarkan aku menikmatinya dengan caraku. Walaupun ku harus merasakan sakitnya terseok dalam keabu-abuan yang kian memelukku erat.
Tanpa sadar, bulir jernih jatuh dari sudut mataku. Rasanya seperti dibebaskan dari penjara rasa. Perasaan sakit terikat itu seketika luntur begitu saja, ada secercah harap dan sebuah cahaya muncul tanpa pernah kuduga.
Ternyata benar, Tuhan tak pernah mendatangkan apa yang kita mau. Tapi Tuhan mendatangkan apa yang kita butuhkan. Sekali lagi, aku sangat percaya Tuhan tak pernah ingkar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maghi & Pelangi
Любовные романыTentang semu yang selalu menjelma bagaikan debu. Penuh rasa namun tak pernah teraba oleh asa. Bahkan terhisap habis oleh udara. Ketika berdiriku tak lagi kokoh, tolong ingatkan aku pada secercah harap agar ku dapat bangkit dari segala cemooh. Sendi...