33. Obrolan Malam

29 2 0
                                    

Walau jarak antara rumahku dan Gameo tidak begitu jauh. Hans dan Gameo pun saling membuka obrolan satu sama lain layaknya teman laki-laki pada umumnya di dalam perjalanan.

"Me, gakmau ngopi-ngopi dulu nih? Masih jam segini bro," ungkap Hans basa-basi.

"Wah boleh juga tuh, saik kayaknya. Gue kelamaan main sama Keira jadi jarang ngopi kayak cowok jaman now. Hahaha," tukas Gameo sembarang.

Akhirnya Hans pun mengemudikan setirnya menuju salah satu kedai kopi yang tak jauh dari perumahan Gameo.

Sesampainya di lokasi, seperti kebanyakan orang pada umumnya. Yang mereka berdua lakukan hanya memesan 2 cangkir kopi dengan camilan kentang goreng siap saji sebagai temannya.

Dan diisi dengan obrolan-obrolan laki-laki pada umumnya. Ya bahas mengenai pertandingan sepak bola lah, mengenai bisnis lah, mengenai politik-politik viral saat ini lah. Yaaa ngalor ngidul gak cuma pada satu tema.

Hingga akhirnya muncullah pertanyaan iseng Gameo pada Hans disela obrolan mereka.

"Gue denger-denger lo udah niat serius sama Keira ya?"

"Oh dia udah cerita sama lo ya, Me?"

"Yaaa gue tau aja, ada cincin di jari manisnya. Dan gue tau itu bukan cincin ibunya atau cincin yang biasa dia pake kalo ke kondangan. Haha nebak aja sih, mana tau dia baru beli lagi."

"Iya, Me. Gue udah lamar Keira, 2 hari setelah pemakaman Ghaima. Gue sempet jemput dia dan ngajak dia dinner, terus ya gue rasa itu moment yang tepat buat nyatain perasaan gue ke Keira. Eh bentar bentar lo gak cemburu kan?" tanya Hans sedikit menyelidik.

"Haha lo gila kali ya, mana ada gue cemburu sama mak lampir macam dia. Gue sama dia tuh udah kayak adik kakak. Bokap nyokapnya juga udah kayak bokap nyokap gue juga. Gak ada lah cemburu-cemburuan sama sekali."

"Wah syukurlah kalo gitu, saingan gue cuma satu berarti."

"Eh bentar? Maksudnya cuma satu? Keira cuma deket sama lo sih setau gue, dia kalo gak suka sama cowok ya gak bakalan ditanggepin. Yang udah-udah sih gitu. Jadi setau gue, yaaa dia cuma deket sama lo."

"Hmm gitu. Tapi hatinya kan mana tau, Me."

"Hatinya? Maksud lo?"

"Keira sempet patah hati sama cowok yang kemarin ketemu di rumah sakit kan?" bermaksud menuju pada sosok Maghi.

"Oh si Maghi-Maghi itu?"

Hans hanya menaikkan sebelah alisnya sebagai jawaban "ya".

"Iya sih bener, tapi udah lama sih dia patah hatinya. Tapi emang sempet sesedih dan se-down itu. Gue aja sempet gak tega pas liat dia di masa galau itu. Dia pernah benar-benar mencintai Maghi, Hans. Btw sorry nih, bukan mau ngancurin perasaan lo. Just for your information."

"Justru itu, Me. Gue jadi ngerasa gak layak buat Keira. Gue cuma orang yang baru aja hadir lagi di hidupnya, setelah sekian lama hilang komunikasi. Dan cuma beruntung aja bisa kembali dekat dan bertemu dia. Gue takut hatinya bukan buat gue, Me."

Gameo menyesap cappuccino hangatnya sembari mencerna kalimat Hans barusan. Ia rasa ada yang perlu diluruskan, oh tidak, maksudnya diklarifikasi.

"Setau gue, Keira gak pernah main-main kalo udah kasih kesempatan buat laki-laki. Lo ada di posisi sekarang, sebagai pacarnya, oh no I mean you more than just her boyfriend. Lo udah nunjukin keseriusan lo sama dia, man. Masa iya lo nyerah cuma gara-gara masa lalunya. Come on. Open your mind!"

"Bukan itu. Justru tadinya gue mau samperin si Maghi itu, buat ngasih tau baik-baik kalo Keira sekarang itu tunangan gue. Yaaa bisa dibilang izin baik-baik lah. Bukan niat pamer atau nunjukin kemenangan gue. Tapi yang gue denger dan gue liat beda, Me."

"Eh bentar, maksud lo? Lo nemuin si Maghi?" tanya Gameo cepat.

"Niatnya gitu. Tapi pas gue denger pengakuannya ke ibunya di rumah sakit, gue gak jadi nemuin dia, bro."

Hans melanjutkan, "gue sempet denger kalo ternyata Maghi sebenernya pun masih cinta sama Keira sampe sekarang. Dia bahkan sampe buat pengakuan ke ibunya kalo dia sayang sama Keira. Bahkan ibunya pun sangat ingin bertemu Keira. Bayangin ketika gue denger itu langsung di kuping gue, Me. Gimana gak runtuh perasaan gue? Antara harus ikhlas atau bertahan milikin Keira."

Gameo nampak berpikir, menimang-nimang kalimat yang tepat untuk menjawab ungkapan Hans barusan. Tak dapat dipungkiri bahwa Gameo pun tak pernah tahu bagaimana perasaan Maghi yang sesungguhnya pada Keira.

Yang dirinya tahu, bahwa Maghi adalah laki-laki yang pernah begitu dicintai Keira dan pergi menghilang begitu saja tanpa pamit. Jika tentang perasaannya sama sekali tak tahu menahu.

"Aselik lo denger itu? Gak ngada-ngada kan?"

"Yah ngapain gue bohong sih, Me. Gak guna banget."

"Gue mumet dah mikirnya. Mon maap nih, bro," Gameo menjawab sekenanya.

"Lo aja mumet apalagi gue."

"Apa gue ikhlasin aja Keira buat balik sama Maghi?" sambung Hans dengan suara berat. Sebenarnya ia pun tak ikhlas mengucapkan kalimat itu. Tapi kebahagiaan lahir batin Keira tetap jadi alasannya.

"Yah lo gila, masa ngikhlasin gitu aja?"

"Ya terus gue harus apa?" Hans mulai meninggi. Emosinya mulai muncul, kalo anak muda sih biasanya bilang "ngegas".

"Wess sabar, bro. Kentang dulu kentang," sambil memberikan sepotong kentang goreng kepada Hans.

"Asli gue mumet, Me. Baru kali ini gue semumet ini, soal cinta pula. Ya karena maklum, gue cuma jatuh cinta sama Keira dari kuliah sampe lulus dan akhirnya ketemu lagi. Gue berhubungan sama banyak cewek, tapi gak ada yang menarik perhatian bahkan minat gue sama sekali. Makanya gue rasa, Keira adalah sosok yang tepat buat gue."

"Aselik lo cuma jatuh cinta sama Keira? Selama itu?"

"Yang mulus, bening, kinclong, smart, manis emang banyak. Tapi yang memikat hati gue cuma dia, Me. Sukurnya lo gak jatuh cinta juga sama dia. Kalo iya, berat saingan sama lo. Hahaha," ucap Hans ringan.

"Selow, gue bukan salah satu kandidat lawan lo kok," Gameo berusaha menenangkan.

"Saran gue sih, lebih baik lo kasih waktu Keira berpikir. Dia bakalan lebih milih lo atau si Maghi. Tapi caranya gimanaya. Gue juga bingung. Gak mungkin lo tiba-tiba bahas Maghi kan ke dia," sambung Gameo.

"Nah itu dia."

Kedua laki-laki itu pun diam seraya menyesap kopi mereka masing-masing. Alunan musik klasik yang terputar di dalam kedai membuat suasana begitu bersahabat dengan kalutnya pikiran mereka. Lama-lama mereka berdua bisa menua di kedai hanya karena tentang Keira.

"Aha, gue ada ide. Gimana kalo misalnya gue yang mancing-mancing obrolan soal Maghi ke Keira? Nanti lo tinggal denger kabarnya dari gue mengenai jawaban si mak lampir," ucap Gameo saat tiba-tiba otaknya terisi ide cemerlang.

"Tapi lo gak akan kadalin gue kan?" tanya Hans menyelidik tak percaya.

"Yah yaudah gak jadi," ledek Gameo.

"Hahaha sialan juga. Iya boleh kalo begitu."

"Nah gitu dong, satu informasi satu gelas kopi ya!" tantang Gameo.

"Jangankan kopinya, kedainya sekalian buat lo kalo berhasil bikin Keira bahagia," ungkap Hans ringan.

"Wah mantep juga mak lampir bisa dapet cowok macem lo gini bro, rela banget dah gue jadi abang ipar lo. Hahahaha"

Keduanya pun masih mengobrol dan menghabiskan malam yang panjang. Hingga larut menyelimuti jantung ibukota. Akhirnya mereka pun kembali ketika pukul dua dini hari.

Alih-alih pulang ke rumah, Hans justru menginap di rumah Gameo atas tawarannya.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang