Malam ini, aku berada di dalam sebuah mobil berwarna hitam milik Andra. Karena tiba-tiba sore tadi ia menghubungiku via aplikasi chatting, bahwa ia ingin bertemu untuk membicarakan seputar perkuliahannya.
Sebelumnya Andra memang sempat gagal pada perkuliahannya di salah satu universitas ternama di Jakarta, sebagai mahasiswa jurusan seni rupa.
Segala keluh kesah, seringkali ia ungkapkan tanpa ragu kepadaku. Bercerita dan bertukar pikiran itulah yang menjadi kebiasaan kami tiap bertemu. Walaupun tidak terlalu sering, namun pertemuan kami terasa saling mengisi terutama untuk hal-hal yang memang berisi bukan sekedar basa-basi.
Andra adalah adik kelasku saat duduk di bangku SMP, entah bagaimana aku dan dia bisa dekat hingga saat ini. Padahal kalau dipikir-pikir, aku dan dia tidak pernah ada hubungan apapun yang terkesan spesial atau keperluan yang mengharuskan bersama. Pertemanan kami berjalan begitu saja. Tidak ada bumbu-bumbu asmara apapun.
"Kak, gimana ya? Gue mau kuliah lagi tapi masih bingung mau dimana. Gue sih pengennya jurusan yang kayak penyiar dan pertelevisian gitu. Gue juga udah daftar di salah satu universitas, tapi masih belum terlalu yakin sih sama kampusnya," ucapnya nampak sedang dilanda kegalauan walaupun wajahnya terlihat biasa saja. Aku tahu bahwa dia sedang labil saat ini untuk memilih kampus mana yang akan dijadikan tempat mengenyam pendidikan untuk kedua kalinya. Dan pastinya Andra berusaha untuk tidak akan gagal dalam upayanya yang kedua ini.
"Oh, di kampus gue dulu ada kok jurusan Broadcast atau di kampus adik kelas gue pas SMA juga ada. Mau gue tanyain?"
"Boleh deh kak, nanti gue datengin," sambil mencari informasi mengenai Penerimaan Mahasiswa Baru di website kampusku.
Selebihnya kami hanya mengobrol sana-sini, ngalor-ngidul, depan-belakang, bahasan yang tak terlalu berfaedah. Pada intinya dia hanya rindu denganku. Mungkin aku merasa kepedean, tapi apa boleh buat, nyatanya seperti itu.
Bagaimana tidak, lihat saja betapa antusiasnya dia bertemu denganku. Pakai segala menjemputku, hingga mengajakku berkeliling tanpa tujuan, menikmati kemacetan di Sabtu malam.
Saat bersama Andra, aku sempat pergi ke wilayah perumahan tengah kota tanpa tujuan apapun kecuali untuk membeli sundae strawberry McD. Padahal selama di perjalanan sudah ada dua gerai McD yang kami lewati. Namanya juga sedang jalan-jalan, jadi aku hanya menikmati saja.
Tak terasa hari menuju larut malam, maka aku memintanya untuk kembali pulang.
Namun tanpa disangka saat kami sedang menuju perjalanan pulang ke rumahku, hujan mulai turun bersama runtuhnya kenanganku pada seseorang. Seseorang yang mengingatkanku, betapa beruntungnya aku ketika mengenalnya, betapa tersipunya aku ketika ia menatap mataku, betapa bahagianya aku tiap kali membaca pesan darinya.
Seseorang yang hanya namanya saja tidak pernah kujumpai lagi. Seseorang yang pernah membuatku merasa setara dengan bintang-bintang di langit. Seseorang yang pernah memperlakukanku lebih dari seorang tuan putri kerajaan.
Sosoknya hanya bisa muncul tanpa diundang, tanpa permisi dan tanpa kompromi di dalam ingatanku. Bayangan tentangnya nyaris selalu hadir di setiap sela kesibukanku yang padat. Ketika aku lelah dan berupaya meregangkan pikiranku sejenak, dimensi dirinya yang tak kasat mata itu muncul begitu saja melesat bagai kilat ke dalam pikiranku.
Terima kasih hujan, kamu datang tepat waktu. Ketika aku hendak pulang, sehingga Andra tidak perlu tahu apa alasan suasana hatiku berubah drastis saat itu. Karena percakapan antara aku dan Andra telah selesai sampai disitu.
Ketika aku hendak turun dari mobil, hujan bertambah deras dan aku berniat meminjam payung pada Andra. Karena manusia yang satu ini, buta perhatian pada perempuan. Ya, aku menyebutnya buta. Karena dia tidak berinisiatif mengantarkanku pulang hingga depan pagar rumahku sama sekali pada pukul 23.00 WIB.
Dia hanya mengantarkanku sampai depan blok menuju rumahku. Salah satu faktor pendukungnya adalah saat itu sehabis ada acara pernikahan warga sekitar rumahku, sehingga jalan tersebut tidak bisa dilewati kendaraan apapun berkat tenda yang masih berdiri kokoh menutupi badan jalan.
Maksudku dalam hati, "harusnya lo sadar kek, inisiatif kek parkir mobil disitu sebentar juga aman kok, banyak mobil yg parkir juga. Anterin gue jalan kaki sampe rumah."
Karena jujur saja dalam keadaan yang mulai larut seperti itu, aku takut dengan laki-laki tongkrongan yang menggoda, belum lagi dengan hantu-hantu iseng malam hari.
Aku sebel sama Andra!!! Dia yang ngajak main, dia yang ngajak ketemu, tapi gak bertanggungjawab mengantarkanku sampai rumah.
Padahal kan biasanya kalau bersama sosok itu, aku pasti dianterin sampai rumah, diucapin selamat istirahat bahkan dia selalu memperlakukanku dengan baik.
Umpatanku terhenti, ketika mengingat sosok itu yang tiba-tiba kembali muncul dalam pikiranku tanpa permisi. Seketika kebeteanku pada Andra menghilang begitu saja, seolah tergantikan dengan ingatan tentang sosoknya yang muncul tanpa disengaja.
Rasanya, aku ingin pergi ke magician atau psikolog untuk melupakan sosok tersebut. Sosok yang seharusnya tidak selalu muncul seperti ini. Sosok yang terasa sangat abu-abu bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maghi & Pelangi
Любовные романыTentang semu yang selalu menjelma bagaikan debu. Penuh rasa namun tak pernah teraba oleh asa. Bahkan terhisap habis oleh udara. Ketika berdiriku tak lagi kokoh, tolong ingatkan aku pada secercah harap agar ku dapat bangkit dari segala cemooh. Sendi...