22. Penelepon Misterius

19 2 0
                                    

"Gimana, Me keadaan Ghaima? Ada perkembangan gak? Gue baru banget sampe rumah nih, jadi gak bisa mampir ke RS," ucapku dalam sambungan telepon sembari merebahkan badan di atas kasur.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23.15 WIB. Aku rasa sudah terlalu malam jika harus mampir ke rumah sakit saat ini. Bukannya menjenguk nanti justru mengganggu istirahatnya Helfa.

"Belum, Kei. Ghaima belum siuman juga. Oh ya btw tadi gue ketemu sm bokap nyokapnya Helfa juga di RS. Eh jadi canggung gitu deh," tutur Gameo.

"Hah? Kok canggung? Kenapa begitu?"

"Iya, dikiranya gue tuh cowok yang lagi deket sm Helfa gitu, semacam pacar. Nyesel gue kesana sendirian."

"Lho, jangan gitu dong Gameo gak baik ah. Malahan bagus kalo diterima dengan baik sama calon mertua. Hahaha," ledekku padanya.

"Rese lo. Apanya yang camer, orang gue gak ada perasaan apa-apa sama Helfa."

"Ya sekarang aja belum, gak tau deh kalo nanti."

"Bodo amat, Kei. Suka-suka lo aja mau ngomong apa."

Aku hanya tertawa, mendengar kalimat pasrah dari mulut Gameo. Meledeknya memang menjadi satu hal yang menyenangkan bagiku.

"Eh tadi lo pergi sama siapa ke farewell party?" tanya Gameo mengalihkan pembicaraan.

"Berangkatnya sih naik angkutan online. Pulangnya sama temen kuliah gue."

"Oh ada temen kuliahan lo yang kerja disitu juga? Kok gue gak pernah tau? Apa lo jangan-jangan baru tau juga kalo ternyata sekantor?"

"Bukan. Udah ah besok aja ceritanya, ngantuk gue. Mau bersihin muka dulu. Bye, Meo!"

Sambungan telepon pun langsung kumatikan seketika. Aku bergegas menuju meja riasku untuk mengambil kapas dan micellar water untuk membersihkan wajah dari makeup dan debu.

***

Hari ini sepulang kerja aku berencana mampir ke RS untuk menjenguk Ghaima dan bertemu Helfa. Aku sengaja pulang cepat, karena pekerjaanku pun sudah selesai sejak siang.

Sesampainya di kamar perawatan Ghaima, benar saja aku bertemu dengan kakek dan neneknya Ghaima yang merupakan orangtua dari Helfa. Kebetulan hanya kedua orang tersebut yang berada di tempat. Sedangkan Helfa belum sampai di RS, mungkin masih di kantor atau sedang pulang ke rumahnya terlebih dahulu.

Saat bertemu dengan mereka, aku mengobrol dengan bahasan yang sekedar basa-basi. Sekaligus menjelaskan bahwa aku merupakan teman Helfa sejak SMA pada mereka.

Perilaku dan tutur kata kedua orangtua Helfa sangat lembut dan ramah, menggambarkan bagaimana sosok Helfa yang kukenal selama ini. Ternyata memang sudah turunan memiliki karakter seperti itu.

Namun aku tak begitu lama mampir disana, sebelum Helfa sampai di RS pun aku sudah pamit kepada kedua orangtuanya. Benar kata Gameo, jadi terasa lebih canggung ketika ada orangtua Helfa disini. Rasanya tidak enak dan sedikit segan, takut mengganggu.

Hari ini aku datang tidak bersama Gameo, karena dia sedang berada di luar kota untuk keperluan bisnisnya. Maklum eksekutif muda, begitulah kesibukannya. Tadinya ia sempat menitip salam padaku untuk Helfa bahwa tidak bisa ikut hadir menjenguk Ghaima. Namun karena aku pun tidak bertemu dengan Helfa secara langsung, maka aku hanya memberi salamku pada kedua orangtua Helfa. Lupa kalau harus menyampaikan salam Gameo.

Sepertinya rencana untuk menjenguk setiap hari akan mulai berkurang intensitasnya, dikarenakan saat ini sudah ada kedua orangtua Helfa disana. Jujur rasanya berbeda, seperti bertemu dengan orang baru sehingga suasana canggung pun sedikit mengganggu.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang