0.35 Ternyata

48 5 0
                                    

Dara kali ini menolak ajakan Bagas untuk mengantarnya pulang dengan alasan Ayahnya akan menjemput. Bagas dengan terpaksa meninggalkan Dara sendiri disana, karna percuma jika Bagas menemani Dara pasti ia akan mengusir Bagas.

"Ya udah aku duluan. Hati-hati ya"

Dara mengangguk, setelah dirasanya aman. Dara berlari ke arah parkir guru. Ternyata Bu Arien sudah menunggunya didalam mobil. Dara mengetuk kaca mobil tak lama Arien membukakan pintu agar Dara segera masuk ke dalam mobil.

"Gimana? "

"Aman. "

Setelah itu mereka keluar dari lingkungan sekolah.

Kali ini Dara berbohong terhadap Bagas. Karna Dara ingin menemui nenek Bagas, ia ingin berbicara mengobrol dengan nenek Bagas tanpa sepengetahuan Bagas, makanya ia meminta bantuan Bu Arien.

"Bu maafin saya ya, ngerepotin "

"Gak usah panggil bu, saya gak tua-tua banget. Panggil aja kak kalo lagi gak di sekolah"

Dara mengangguk lalu tersenyum.

"Kamu yakin? Nanti kalo Bagas tau, dia bisa ngamuk"

"Yakin kok. Saya usaha kan dia gak bakal tau. "

Setelah berada di mobil selama 15 menit, Dara sampai juga dirumah nenek Bagas. Saat Dara turun mulutnya tak bisa tertutup. Rumahnya sangat besar dan luas, Dara benar-benar terpukau.

"Hey. Ayo masuk"

Arien memanggil Dara yang masih berdiri di samping mobil, sadar ia terlalu norak Dara buru-buru berlari ke arah Arien yang menunggunya dipintu.

Arien mempersilakan Dara untuk duduk dulu sedangkan ia akan memanggil neneknya untuk menemui Dara. Sebelumnya Arien sudah bilang jika pacar Bagas akan berkunjung jadi mungkin sekarang neneknya tengah bersiap-siap.

Benar dugaan Arien, neneknya itu sekarang tengah menyisir rambutnya di depan cermin.

"Nek. "

"Eh udah pulang. "

"Itu ada pacar Bagas"

"Oh, ya udah ayo kesana. "

Arien menuntun neneknya untuk menuju sofa dimana Dara duduk. Dara membenarkan posisinya saat melihat neneknya Bagas datang dari dalan rumah. Cantik, itu kata yang pertama kali muncul di kepala Dara. Ya neneknya ini walaupun sudah berumur ia tetap cantik dengan aura yang ada pada dirinya.

"Hi nek. Saya Dara"

"Iya Arien sudah cerita tentang kamu. "

Dara tersenyum manis, membuat nenek dan Arien ikut tersenyum. Karena merasa gerah Arien permisi untuk mandi dan ganti baju. Ia sudah menawarkannya pada Dara tapi muridnya itu tidak ingin mandi.

"Kalo kamu kesini, Bagas marah gimana? "

"Bagas gak tau kok nek. Dan semoga aja gak tau"

"Haha, kamu ini cantik sekali"

"Enggak kok nek haha jadi malu"

"Makasih yah udah jagain cucu nenek. "

"Bulan saya yang jaga dia nek, tapi malah dia yang jaga saya. Bagas orangnya baik kok nek tapi ya agak keras kepala aja. "

"Dia emang seperti itu, "

"Kalo boleh tahu, kenapa Bagas gak tinggal disini saja?  Rumah nenek lebih dekat dari sekolah dari pada markasnya Bagas "

Neneknya terdiam beberapa saat, Dara jadi merasa tidak enak menanyakan hal itu.

"Eh maaf nek. "

"Gapapa kok. Semenjak kedua orangtua Bagas meninggal dia sangat benci pada saya, dia bilang saya penyebab kematian kedua orang tuanya. Padahal tidak. Dia salah paham. Ya memang ini salah saya, tapi kejadian itu bukan saya yang ngebuat-buat. "

Dara terdiam, ia teringat dengan apa yang dikatakan oleh Bagas dulu saat ia bercerita tentang kematian orang tuanya.

"Dara sayang? "

Dara menoleh, ternyata ia melamun.

"Eh maaf nek. "

"Kenapa? "

"Enggak kok"

"Bagas cerita kalo saya yang bikin orang tuanya celaka ya? "

Dara hanya tersenyum pahit. Nenek tampak menarik napas panjang dan membetulkan duduknya.

"Jadi dulu......

Semua berantakan, semua perusahaan kacau karena satu orang. Dia adalah sahabat Ayah Bagas, dulu Ayah Bagas percaya jika sahabatnya itu bisa di andalkan. Saya sebagai orang tua sudah mengingatkan anak saya untuk tidak percaya begitu saja pada orang lain, tapi dia malah memarahi saya.

Dan hari itu tiba, hari saat sahabat anak saya berkhianat, ia ingin menguasai perusahaan milik anak saya yang ada di Bandung. Tapi saya tidak mengijinkan dengan alasan perusahaan itu merupakan kiblat keuangan kami. Sahabat anak saya tidak terima dan akan mengancam membunuh semua karyawan disana.

Semua bingung bagaimana menyelesaikan masalah ini, lalu anak saya dan istrinya bertekad pergi ke Bandung malam itu juga. Saya tak bisa melarangnya karna jika saya melarangnya nyawa banyak orang yang akan hilang.

Hujan begitu deras waktu itu, mereka pergi menerjan hujan. Dan beberapa jam setelah mereka berangkat, saya mendapat kabar jika sahabat anak saya itu sudah di tangkap polisi, dan anak saya dan istrinya tewas tertembak.

Hati saya benar-benar kacau, anak saya yang paling saya sayang meninggal dengan konyolnya. Tapi saya tak terlarut dalam kesedihan karna saya memikirkan cucu saya. Dia masih begitu kecil waktu itu, saya tak sanggup melihatnya tumbuh tanpa orang tua.

Jadi setelah kedua anak saya dikuburkan, saat saya berada di ruang kerja saya merasa ada yang mengintip saya. Saya lihat melalui layar hp saya dan ternyata itu cucu saya. Lalu saya berpura-pura menerima telpon dan membicarakan kematian anak saya.

Saya sengaja melakukan itu karna saya tak sanggup melihat cucu saya hidup tanpa orang tua.

"Saya sengaja agar cucu saya pergi ke tempat pamannya. Dan benar saja keesokan harinya ia pergi ke rumah pamannya dan kembali saat SMP. Saya tahu saya nenek yang jahat. Tapi sekarang saya sangat menyesali semuanya. Sekarang cucu saya sangat benci pada saya. "

Dara benar-benar melongo sekarang, dan sempat berpikir begitu dramatisnya hidup orang-orang ini. Dara sadar saat mendengar isakan tangis dari mulut nenek Bagas. Ia langsung berjongkok di depannya dan meraih kedua tangan nenek Bagas dan menggengamnya erat.

"Nenek ga papa? "

"Hiks saya sangat sangat rindu Bagas. Hiks"

Saat Dara tengah berusaha menenangkan nenek, Arien datang dengan kecemasannya lalu membawa neneknya masuk ke dalam. Dara jadi merasa bersalah karna sudah bertanya semua ini.

Tak lama Arien keluar.

"Maaf ya, aku bawa nenek masuk. Takut gula darahnya akan naik nanti"

"Maaf ya, maaf sekali. Gara-gara Dara nenek jadi begini. "

"Ah enggak kok. Mau pulang?  Saya antar ya? "

"Gak usah, naik angkot aja. Ya sudah Dara pulang dulu ya. Permisi "

Di dalam angkot Dara masih memikirkan cerita nenek Bagas, ia lalu menggabungkan cerita Bagas dan neneknya. Ternyata ada satu yang tak diketahui Bagas yaitu alasan kedua orang tuanya meninggal dan drama neneknya yang membuatnya salah paham sampai saat ini.

Dara melihat ke luar angkot, ya Tuhan gang rumahnya sudah terlewat jauh.

"Bang stop! "

Bukannya Dara yang marah malah si abang sopirnya yang marah-marah udah kaya ABG lagi datang bulan.

"Hih si eneng kalo bilang teh jangan dadak begini atuh"

Dara hanya bisa tertawa garing, saat ia di marahi seperti itu.


Bad Boy Good Lips Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang