First Impression
First impressions, First words
Expressions, Reactions
They can say a lot about a person
Good, bad, happy or sad
Brings a smile or a frown
The eyes say so much
Such as love at first sight or mistrust
S e n a
Drrt. Drrt.
Drrt.
Mata gue mengerjap-ngerjap dan telinga gue serasa pengang mendengar suara getar yang sudah gue dengar sejak setengah jam lalu itu. Suara itu berasal dari benda tipis kotak berwarna hitam yang teronggok di sudut meja belajar gue. Suara alarm yang bunyi setiap lima menit sekali dan gue matikan dengan semena-mena karena mata gue belum sanggup untuk membuka.
Tadinya, benda hitam itu berada di sebelah gue, tetapi semakin bergetar, dia bergerak ke ujung meja. Kebiasaan gue kalau berupaya untuk mengambis di tengah-tengah kelelahan adalah memasang alarm yang jaraknya gak pernah lebih dari lima belas menit. Setelah berbunyi, gue akan belajar hingga pagi hari.
Tapi hari ini beda, badan gue rasanya mau pecah begitu aja. Dan ketika mata gue akhirnya membuka untuk melihat jam yang tertera di dinding kamar gue, hampir saja gue terlonjak karena jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
Pukul tiga pagi tapi tugas gue belum selesai.
"Dan," panggil gue dengan suara yang pelan agar tidak mengganggu penghuni kosan lainnya. "Jhordan." Gue yakin suara gue akan terdengar karena kamar dia berada tepat di sebelah kamar gue –kecuali kalau dia tengah tertidur pulas seperti biasanya.
Tapi, ya, seperti yang gue sangka makhluk itu gak bakal menyahut di pagi-pagi buta begini.
"Kenapa, Sen?"
Suara lain justru menyahut dengan lembut. Tapi tenang, itu bukan lelembut. Siapa lagi yang bangun di pagi buta seperti ini kecuali Dennis? Dennis akan bangun setiap jam tiga pagi untuk shalat tahajud dan dilanjutkan dengan belajar hingga subuh, lalu kemudian dia akan mandi paling pertama. Masya Allah.
"Gak, Den. Gue mau nanya ke Jhordan tugasnya udah beres apa belum," jawab gue. "Tapi dia gak mungkin jawab, sih."
"Kayaknya dia belum kelar, pulang rapat dia langsung tidur, Sen," terang Dennis. "Sen, lo mending tidur aja, deh. Tugas kan bisa nego sama dosen, apalagi lo ketua kelasnya. Lo sibuk kaya gitu, tidur gak pernah lebih dari dua jam. Gak baik tahu."
"Usaha gue ini gak bakal sia-sia, kok," jawab gue sambil menghela napas. Memandang dinding sebelah kiri kamar gue –di mana kamar Dennis berada. "I am just trying to manage my time, I want all of them are balance. Tapi btw, makasih udah nasihatin gue. Mungkin manajemen waktu gue yang buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêver
General FictionYou're invited to: Maison de rêve, rumah mimpi. Tujuh orang pemuda dengan tujuh mimpi yang berbeda datang ke sebuah rumah sederhana berwarna biru milik seorang laki-laki paruh baya. Rumah itu kosong dan sepi, tapi akhirnya menjadi rumah penuh warna...