Rêver 21 - Brian & Julian - In Between

171 17 32
                                    

You

You are there

In every second,

Every hour,

Everyday,

Every moment.

But not for me

B r i a n

"Cuy," seseorang menepuk bahu gue yang sedang membaca buku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cuy," seseorang menepuk bahu gue yang sedang membaca buku. Lo semua pasti gak percaya kan kalau gue baca buku? Emang enggak, kok. Sejak tadi gue hanya duduk diam, memandangi buku tanpa membuat satu kata pun masuk ke dalam otak gue.

Lagian sejak kapan seorang Brian nongkrong di perpustakaan? Kalau Sena ngeliat gue kayak gini, pasti dia udah memegang dahi dan leher gue bergantian, kemudian dengan inisiatif yang tinggi akan membelikan gue parasetamol.

Gue menoleh, membiarkan mata gue menangkap sosok laki-laki yang berada di belakang gue. "Jir, kemasukan jin iprit ya lo. Dari tadi gue cariin ternyata ada di sini. Ada yang nyariin lo tuh." Dagunya menunjuk ke suatu arah yang bagi gue gak jelas dia menunjuk apa.

Mata gue masih cukup jeli untuk mengenali siapa yang sedang mencari gue. Karena gue melihat seorang laki-laki berkemeja biru langit itu tengah menatap gue dengan tatapan tajam. Eh buset, harusnya gue kan yang menatap dia kayak gitu?

"Apa?" Tanya gue saat sudah berada di hadapannya.

"Apa kata polisi soal Chila?" Tanyanya pelan, berbanding terbalik dengan tatapannya, seakan gak mau menyinggung gue. "I'm sorry for not taking care of her."

Gue mendengus kesal, "Nah! Lo emang salah. Kenapa sih dia harus deket sama lo? Kalau Chila gak kenal lo, mungkin dia baik-baik aja sekarang."

"Kok lo nyalahin gue?!"

"Ya iya, lo itu terlibat dalam kasus kriminal. Dan semakin Chila mengenal lo, seharusnya dia tahu kalau lo orang yang berbahaya. Udah tau kayak gitu, eh kalian malah makin deket. Imbasnya? Sekarang Chila yang ada dalam bahaya," gue mungkin sudah misuh-misuh gak jelas hingga tatapan setengah populasi perpustakaan mengarah ke arah gue yang hanya gue balas dengan cengiran.

"Kayaknya kita jangan ngobrol di sini, deh. Orang-orang pada ngeliatin lo gara-gara lo ngomongnya kekerasan."

"Iya, gue kayak gini gara-gara lo! Bikin gue esmosi aja,"

"Emosi, tai."

"Lo ngatain gue tai lagi?!"

Raja mendengus kesal, kemudian tanpa meminta persetujuan gue, dia melangkah ke luar perpustakaan, duduk di salah satu bangku di bawah pohon rindang. Begitu duduk, matanya langsung menerawang dan menatap langit dengan sendu.

Melihat itu, gue jadi ragu pada diri gue sendiri.

Apa dia sesuka itu sama Chila?

Dan....terlepas dari hal-hal berbau kriminal yang mungkin saja bukan salah dia, apakah Raja benar-benar sosok yang tepat buat Chila?

RêverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang