Let's play truth or dare,
Truth, you tell me how you feel
Dare, you prove it.
Y o g a
Makan malam hari ini menjadi makan malam paling aneh buat gue. Lagian ya, mukanya pada serius-serius amat. Yang biasanya berebut martabak—yang Jhordan beli cuma sebungkus—sekarang malah diam-diaman, saling tatap satu sama lain dan segan buat ngambil martabak yang masih tersisa. Mereka cuma memegang piring nasinya masing-masing—iya, guys, kita kalau makan martabak telor akan pakai nasi untuk upaya penghematan—dan sesekali menghela napas panjang.
"Katanya mau main truth or dare, kok malah diem?" Tanya Cakka, mukanya kelihatan penasaran. Dia pun dengan ragu-ragu mencoba mencomot martabak yang tinggal sisa dua. "Gak ada yang mau...kan?"
"Heh siapa bilang?!" Jhordan menepis tangan Cakka. "Nih bagi dua yak."
"Heeh," Cakka nyengir, kemudian melanjutkan makannya. Sementara gue masih mengamati muka satu per satu orang yang kini sedang duduk melingkar kayak mau pengajian.
"Yuk mulai!" Gue mencoba menginisiasi, "Gue yakin Dennis minta kita main ToD karena punya unek-unek yang banyak, kan? Makanya kalian semua tuh baik-baik sama dia. Dosa kok dipelihara."
Julian menoyor kepala gue, "Kayak yang gak punya dosa aja lo. Ya udah, mau pake apa, nih? Botol kecap yang di dapur aja kali ya yang udah kosong?" Julian melirik gue dan gue mengangguk tanda setuju. Sementara Julian pergi ke dapur, mereka semua membereskan piring dan makanan.
Setelah menunggu selama kurang lebih lima menit, semuanya sudah berkumpul lagi. Gue menaruh botol kecap itu di tengah, kemudian berbicara, "Jadi, kalau yang kena ujung botol ini berarti dia yang ditanya Truth or Dare, ya?"
"Yang nanyanya semua apa gimana?"
"Satu aja gak sih? Tapi hasil diskusi kita semua mau nanya apa atau mau nantang apa?" Ujar Brian mengusulkan.
"Setujuuuu!" Sena berteriak heboh dan suasana akhirnya sedikit mencair. Walaupun gue was-was juga sih si Dennis ini sebenarnya mau ngomong apa, karena kelihatannya dia diem mulu dari tadi. "Gue yang puter pertama ya?" Tanya Sena lagi.
"Eh—eh, Truth or Truth aja lah. Udah malem takut pada keberisikan," ujar Julian.
Cakka mengernyit, "Gak kok, Bang. Kita ambil dare yang gampang aja dan gak bikin berisik. Gimana?" Ujarnya sambil menaik-naikkan alis yang disambut dengan anggukkan setuju.
"Oke gue puter," Sena maju ke tengah. "Tapi biar lebih rame, gimana kalau ada yang gak mau ngelakuin ToD-nya disuruh minum kecap?"
"Kecap gue abis nanti jir!" Gue menepiskan ide itu cepat. "Gak ada gak mau gak mau-an ah, semuanya harus terima konsekuensi," jawab gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêver
General FictionYou're invited to: Maison de rêve, rumah mimpi. Tujuh orang pemuda dengan tujuh mimpi yang berbeda datang ke sebuah rumah sederhana berwarna biru milik seorang laki-laki paruh baya. Rumah itu kosong dan sepi, tapi akhirnya menjadi rumah penuh warna...