Ruang Rindu
Kau datang dan pergi
Oh begitu saja
Semua kuterima apa adanya
Mata terpejam dan hati menggumam
Di ruang rindu, kita bertemuS e n a
"Sen, kalau ada cewek yang gue chat gak bales-bales, kalau ketemu menghindar, itu tandanya apa?" Tanya Jhordan sambil mengerlingkan matanya ke arah gue yang sedang menulis-nulis lagu di buku keramat.
Beberapa saat gue memandang Jhordan yang tengah tidur-tiduran di atas kasur gue. "MENURUT LO?"
"Buset! Santai dong, Bos. Cuma nanya gue," jawab Jhordan terkaget-kaget dengan reaksi gue. Kemudian dia terkekeh, "Sibuk kali, ya, Sen?"
"Bukan sibuk," jawab gue cepat.
Keberadaan Jhordan di sini membuat gue gak bisa berpikir dan berkhayal untuk menulis lirik lagu yang ingin gue buat, makanya gue agak terganggu dengan kegalauan Jhordan yang anehnya kenapa harus di kamar gue?!
"Terus?"
"Pikir dong pake logika!"
"I-iya gue udah mikir tapi bingung," Jhordan mengerutkan keningnya, "Lo kenapa sih kayak orang lagi PMS tau gak? Atau lo kesurupan?" Tanyanya. Pandangannya menerka-nerka ekspresi muka gue dengan sorot mata yang penasaran. Kemudian dia bergidik ngeri.
Gue menghela napas. Dia ini otaknya lagi gak bisa berpikir atau gimana, sih? Jelas-jelas jawabannya sudah sangat jelas dan terpampang di depan mata, bahkan untuk gue yang kata mereka tingkat kepekaannya di bawah nol. "Dia gak mau sama lo, Dan," akhirnya gue memelankan suara gue, disambut dengan dia yang tiba-tiba terdiam dan berpikir.
"Hm...."
"Jijik amat lo galau,"
"Gak,"
"Maksud gue, jangan galau di kamar gue. Gue gak mau ingus lo mengkontaminasi barang-barang di kamar gue ini," jawab gue. "Dan lagi gue jadi gak bisa berpikir kalau lo diam di sana terus. Kecuali..."
"Baru kali ini, Sen," jawab Jhordan pelan, kemudian menelungkupkan tubuhnya hingga bagian punggungnya menghadap ke atas. "Baru kali ini ada cewek yang gak mau gue deketin."
Gue menghentikan aktivitas gue beberapa saat dan memutar kursi gue untuk menghadap ke arah Jhordan. Sebenarnya gue agak sedikit bersyukur, akhirnya Jhordan mengalami penolakan. Maksud gue, bukannya gue bersyukur di atas penderitaan orang lain, tapi rasanya dia terlalu sering menganggap remeh soal perasaan.
Walaupun gue gak mengerti gimana rasanya punya perasaan lebih sama seorang perempuan.
"Jhordan, gue bukan ingin menasihati, karena gue gak tahu rasanya gimana jadi lo. Tapi mungkin itu bagus buat lo. Lo jadi mengerti rasanya berjuang dan menghargai perasaan orang," jawab gue pelan. "Jangan suka jadian dan putusin mereka begitu aja, tanpa kejelasan. Gue kadang gila mikirin lo. Hari ini lo deketin siapa, eh besok-besok jalan sama yang beda. Gue yakin perasaan mereka gak sebercanda itu, ya walaupun gue gak tahu sih rasanya gimana..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêver
Ficção GeralYou're invited to: Maison de rêve, rumah mimpi. Tujuh orang pemuda dengan tujuh mimpi yang berbeda datang ke sebuah rumah sederhana berwarna biru milik seorang laki-laki paruh baya. Rumah itu kosong dan sepi, tapi akhirnya menjadi rumah penuh warna...