Rêver 23 - Dennis & Nous - Hidden

122 16 39
                                    


Darkness

Light is easy to love,

Show me your darkness

--R. Queen--

D e n n i s

Pernah gak sih dalam hidup lo, lo menemukan seseorang yang terkadang asyik dengan dunianya sendiri? Ketika lo menyapa, dia hanya menoleh sesaat, mencoba menghargai, dan kemudian tenggelam lagi pada dunianya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah gak sih dalam hidup lo, lo menemukan seseorang yang terkadang asyik dengan dunianya sendiri? Ketika lo menyapa, dia hanya menoleh sesaat, mencoba menghargai, dan kemudian tenggelam lagi pada dunianya. Walaupun gue bukan tipe orang yang senang menyapa sana-sini atau mudah dekat dengan orang lain, hal seperti itu kadang membuat gue agak gedeg juga.

Seperti saat ini, ketika gue mencoba berbicara dengan seseorang dan dia hanya menatap gue dalam beberapa detik sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada buku—yang gue yakin gak dia baca, karena tatapannya terkesan melamun. Yang ada, cewek yang di sebelahnya yang selalu menyauti pertanyaan gue. Iya, Icha.

"Kalian ada kelas habis ini?" Tanya gue, pandangan gue menyapu ke arah keduanya, tapi cewek itu seakan gak peduli dan Icha yang berada di sebelahnya menyahut gak enak, "Eh—engga, Den."

"Mau langsung balik? Kebetulan gue bawa mobil dan bareng temen gue," ajak gue, kemudian tatapan gue memastikan kalau keduanya mendengar. Tentu saja, gue gak akan mengajak mereka pulang bareng gue kalau gak ada salah satu dari anak kos yang nebeng. "Jhordan, temen kamu juga, Ta."

Aleta mengangkat wajahnya beberapa saat, pipinya bersemu merah, kemudian dia mengangguk, "Oh iya, duluan aja, Dennis. Saya masih diskusi sama Icha."

"Beneran?"

Icha yang berada di sebelahnya malah bengong, mungkin dia bingung mau menjawab apa, tapi yang jelas anak itu sudah geregetan sendiri. Oke, seumur hidup gue, gue gak pernah geregetan seperti ini plus ditambah gedeg yang tiada tara karena gue sudah diabaikan hampir selama setengah jam.

Pertanyaan terakhir gue pun gak dijawab selama hampir tiga menit hingga gue merasa lelah dan memutuskan untuk berdiri, "Oke, kalau gitu, gue pulang duluan."

Please, tell me why gue sangat ingin berbicara dengan dia. Karena, semenjak Icha bercerita tentang Aleta dan gue memutuskan untuk gak menghindar, Aleta sendiri lah yang selalu berusaha menjauhi gue. Selain itu, kalau dipikir-pikir, gue gak pernah berbicara dengan baik sama dia.

Gak. Gak. Gue bukannya mau dideketin, tapi rasanya aneh aja kalau diabaikan dalam waktu yang cukup lama ketika katanya dia menyukai gue. Gue gak tahu gimana rasanya disukai, tapi kayaknya rasa suka itu hanya sementara aja? Ekspresi Aleta pun gak menunjukkan tanda-tanda yang sering Icha ceritakan.

"E—eh," Icha menarik lengan baju gue, kemudian mulutnya mencoba mengatakan suatu kalimat tanpa bersuara. Kira-kira seperti ini, "Paksa aja, dia emang gitu." Dengan ekspresi muka yang prihatin.

RêverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang