Rêver 22 – Yoga & Cakka – I'll be There
Everything
I don't wanna tell you
That you're everything for me
Because if I tell,
Will you always there?
Y o g a
"I—ini apaan sih, kenapa jadi begini?" Sena dan Jhordan berdiri di ambang pintu, sesekali bertatapan aneh. Beberapa menit setelah mereka berdua bengong bagaikan kesambet setan di sana, suara bantingan pintu terdengar, membuat mereka berdua dan gue juga terlonjak kaget.
"Bang, ini ada apaan, sih? Gue baru balik dari kampus kenapa disuguhi hal-hal kayak gini?" Jhordan menatap gue dengan muka cengo, kemudian ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pandangannya beralih ke arah Julian yang sedang duduk di sofa dengan tatapan kosong.
Gue menggeleng cepat, "Mana gue tahu, dari tadi mereka bertiga pergi, terus pulang-pulang jadi begitu. Gue sama anak-anak yang lain dari tadi di sini," jawab gue cepat, mencoba membaca situasi, tapi gagal.
Tadi siang, Raja dan Brian tiba-tiba datang. Lalu, setelah Raja membuat pengakuan mengejutkan, Brian, Julian, dan Bunga menghilang hampir beberapa jam. Sekarang sudah jam delapan malam, Jhordan baru saja tiba di kosan bebarengan dengan mereka bertiga yang ekspresinya sama sekali gak menyenangkan.
"Ajak ngobrol gih, Sen, si Panjul," gue berbisik pada Sena yang masih bengong.
"Gak mau, Bang, Sena takut. Abang aja. Bang Yoga kan selalu mengerti dia. Sana, Bang," Sena mendorong-dorong punggung gue. Lah, kenapa jadi dia yang nyuruh-nyuruh gue?!
"Iya, Bang. Gue sama Sena ke atas, deh," ujar Jhordan. "Nanti kalau udah ada hasilnya jangan lupa bagi-bagi." Jhordan nyengir, kemudian dengan gesturnya, mengajak Sena ke lantai atas.
Gue yang ditinggalkan mereka berdua masih terdiam. Dari jarak ini, gue bisa melihat Julian memijat keningnya pelan, kemudian menenggelamkan kepalanya di bantal sofa. Ada sesuatu yang bergemuruh di dalam dada gue, entah itu penasaran, atau merasa kasihan dengan keadaannya. Ini.....sebenarnya ada apa?
"Yan," gue melangkah mendekati Julian takut-takut, kemudian duduk di sebelahnya. "Lo kenapa deh?"
"Gak, cape aja gue."
Gue mengernyit, "Lo kan gak habis lari marathon."
"Ga," Julian mengangkat kepalanya, kemudian menyipitkan matanya. "Gak lucu."
Gue terkekeh, "Ya habisnya gue bingung anjir. Brian dateng-dateng langsung masuk kamar, keliatannya marah banget. Kalian gak berhasil nemuin Chila?" Tanya gue lagi.
Julian menghela napas, "Berhasil kok. Alhamdulillah, dia selamat."
"Terus penculiknya siapa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêver
General FictionYou're invited to: Maison de rêve, rumah mimpi. Tujuh orang pemuda dengan tujuh mimpi yang berbeda datang ke sebuah rumah sederhana berwarna biru milik seorang laki-laki paruh baya. Rumah itu kosong dan sepi, tapi akhirnya menjadi rumah penuh warna...