Rêver 3 - Yoga & Cakka - Parfum dan Rokok

238 26 40
                                    

Good and Bye

It's good to meet you,
When we meet,
Will I know that it's you?
Will you know that it's me?

When it's hard to say goodbye to you,
In every room of our time together there is a box,
Of memories we shared,
Now is the time to pack away,
With sadness and with care.

Y o g a

Tok! Tok! Tok!

"Apa sih?" Suara Jhordan terdengar menggema di lantai bawah. Hening masih berdiam di seluruh sudut kosan sebelum Jhordan misuh-misuh sendiri karena suara ketokan di pintu kosan yang gak nyantai. Matanya melirik ke arah jam dinding. "Demi apa pun gue udah tidur dua belas jam?"

Gue menarik napas panjang. Ini bocah emang gak pusing apa tidur kelamaan kayak gitu. "Shalat subuh dulu woy, udah mau jam setengah enam, tuh."

"Iya, Bang," jawab Jhordan, kemudian keluar dari kamarnya. "Itu siapa yang ketok-ketok pintu kos?"

Gue mengernyit, "Emang ada yang ketok-ketok?"

"Buka deh, Bang," ujar Jhordan pelan, kakinya melangkah menuju kamar mandi. Mukanya masih setengah mengantuk. Dengan hanya menggunakan celana boxer kotak-kotak dan kaos berwarna putih yang sudah kumal, Jhordan berjalan dengan mata setengah tertutup.

"Woy awas nabrak lo!"

Walaupun kosan masih cukup hening karena para penghuni pasti tidur lagi sehabis shalat subuh tadi, gue memutuskan untuk bangun dan menjadi orang yang rajin. Ini hari Minggu, dan siapa yang mengetok pintu kosan sepagi ini?

Tangan gue meraih gagang pintu dan setelah membukanya, gue menemukan pria setengah abad yang membawa berbagai macam barang di tangannya. Buset, jangan-jangan tangannya lebih dari dua. Tangan kirinya memegang kotak-kotak –yang gue yakin isinya makanan. Tangan kanannya memegang banyak sapu dan pel. Mukanya yang selalu ceria, kini terlihat nyengir. "Eh, nak Yoga! Tumben rajin amat udah bangun."

Gue terkekeh sambil menggaruk tengkuk gue yang tidak gatal. "Eh, Babeh! Masuk, Beh," gue berniat bersalaman dengan Babeh Rahmat, tetapi tangannya sangat penuh. "Eh, Beh, gimana nih Yoga gak bisa salaman."

"Ya kamu bantu Babeh angkat nih kotak, dong!" Ujarnya.

"Oh iya-ya, hehehe," gue mengambil kotak-kotak di tangan Babeh Rahmat yang cukup banyak. Lumayan, nih. Tupperware semua.

Kalau gue kasih ke Ibu di rumah, udah dipajang di lemari depan rumah, tepat di ruang tamu, dan akan diriyakan setiap ada tetangga yang datang. "Eh iya, Jeng, kemarin ada Tupperware model baru, nih, jadi saya udah beli satu set." Kemudian tetangga yang datang itu akan merasa tersaingi jumlah Tupperware-nya dan segera membeli satu set terbaru tersebut. Memang ketat persaingan Tupperware di antara ibu-ibu zaman sekarang.

Berbicara tentang Tupperware, pengoleksi terlengkap di maison de rêve adalah Dennis dan Sena. Bagaimana enggak, setiap orang tua mereka menjenguk pasti bawa makanan yang bejibun dan meninggalkan Tupperware mereka untuk digunakan anak-anaknya. Boro-boro digunakan, Dennis dan Sena malah menyimpan kotak-kotak makanan tersebut di lemari, karena kalau hilang bisa berabe tuh. Kayaknya, emak-emak mereka lebih sayang sama Tupperware dibanding anaknya sendiri.

Lain lagi dengan gue dan Panjul, saking banyaknya acara yang kita ikuti, kita selalu mendapat banyak merchandise, dan peduli amat sama merek, yang penting kotak-kotak itu bisa dipakai makan. Eh, kok gue jadi ngomongin Tupperware, sih, sebut merek lagi.

"Panggilin yang lain dong, Yoga. Babeh mau memaparkan misi kita kali ini," ujar Babeh Rahmat sambil duduk dengan santai di sofa.

Apaan sih, Beh, misi-misi segala, sok asik, deh. "Woy bangun! Ada Babeh Rahmat, kalau lo semua gak bangun dalam tiga menit, harga kosan dinaikin katanya!" Teriak gue. Males juga kalau gue harus naik ke atas dan bangunin mereka satu-satu.

RêverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang