Part 5

318 12 0
                                    


"Sayang sama makannannya apa sama yang bawainnya?"

   Minggu pagi, Andira hanya duduk sendiri di sisi kasur. Ia tidak mempunyai kegiatan apapun.

  "Kok tiba- tiba kangen kak Arven ya?" Andira bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar.

Ternyata hidup tanpa orang tua tidak seburuk yang Andira pikirkan dulu. Buktinya ia bisa bertahan hidup tanpa orang tuanya selama 3 tahun di rumah pemberian Arven, kakaknya. Walaupun Arven tidak pernah pelit untuk memberi Andira uang setiap bulannya, Andira tetap menolak jika Arven memberi uang lebih untuknya. Karna sejauh ini Arven sudah sangat membantu dirinya untuk bertahan hidup.

"Gue bersyukur banget punya kakak kek Lo, kalo ga ada lo, gue pasti jadi gelandangan di kolong jembatan." Andira bernapas legah sambil mengelus bingkai photo Arven yang terletak di meja dekat ruang tamu.

"Jangan sampe apa yang terjadi sama orang tua kita dulu terjadi sama lo dan keluarga lo ya kak," Andira menaruh bingkainya pada posisi tadi dan bergeser sedikit untuk mengambil bingkai foto Arven dan istrinya.

Disana tampak Arven yang sedang tersenyum bersama Alana, istrinya yang sedang mengandung.

"Menurut lo Adit bakal terima nggak sama kondisi keluarga kita kek kak Alana terima kondisi kita dulu?" Andira tampak berbicara sendiri di hadapan bingkai photo kakaknya.

"Gue jahat nggak sih kalo gue masih nutupin semuanya dari Adit?"

"Gue ngerasa malu karna gue cuma anak buangan dari pernikahan yang gagal." Bahu Andira bergetar menahan tangis.

"Bahkan gue selalu ngerasa nggak pantes kalo gue harus ngejalin hubungan sama Adit." Andira sudah tak bisa membendung air mata yang sedaritadi memberontak ingin keluar dari pelupuk matanya.

Andira menaruh kembali bingkainya dan bergeser sedikit untuk mengambil bingkai photo Adit dan dirinya yang sedang makan eskrim di pinggir jalan.

"Jangankan mau ninggalin lo demi orang lain Dit, pacaran sama lo aja gue ngerasa nggak pan—"

"Andira?"

Prangg!

Bingkai photo Adit yang sedang Andira pegang terjatuh begitu saja.

"Papa... ngagetin kamu ya?" Pria paruh baya yang mengaku sebagai papa-nya berdiri tak jauh dari Andira.

Andira menoleh ke arah suara dan menatap pria paruh baya itu dengan tatapan datar.

"Queen... papa... datang." Pria paruh baya itu tersenyum.

"Mau apa papa kesini?" Tanya Andira dingin. Ia menyeka air matanya.

Andira sama sekali tidak menyadari ada yang memasuki rumahnya. Mungkin karna ia terlalu hanyut kedalam kesedihan.

"Papa hanya ingin memperbaiki hubungan kita."

Andira tertawa sinis. "Kita? Papa bilang kita? Setelah saya bisa hidup tanpa papa, dengan enaknya papa datang dan ingin memperbaiki hubungan kita?"

"Papa tau, papa memang salah. Maafkan papa."

"Saya tidak butuh seseorang yang sudah menelantarkan saya dulu." Andira memungut pecahan bingkai photo Adit.

"Maafkan papa,"

"Saya bisa hidup tanpa papa." Andira berjalan cepat ke kamarnya.

"Dengan menyusahkan Arven yang sudah mempunyai keluarga?" Ucap papanya menohok.

ANDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang