Part 21

247 9 0
                                    


"Sekarang aku tau, bagaimana rasanya tergantikan. Memang sakit, tapi aku bisa apa? Jika kamu memilih dia yang lebih bisa membuatmu bahagia, akupun turut berbahagia. Kamu tau Mengapa aku tidak mencegahmu untuk pergi? Karna aku tidak ingin mencegahmu bahagia. Berbahagialah, jangan pikirkan perasaanku. Sungguh, kebahagiaanmu lebih penting dari rasa sakit ini."

"Queen, ada apa?" Tanya Adrian ketika Andira melangkah senang menuju meja makan dengan bando serta cardigan berwarna pink muda yang melekat di tubuhnya.

"Aku lagi seneng aja." Andira meminum air putihnya dengan sangat bahagia.

Adrian bernapas lega, ia sangat bahagia melihat Anak bungsu kesayangannya bisa ceria kembali.

"Nanti siang, kita makan siang di cafe dekat sekolah aku ya Pa," Andira berdiri dari duduknya lalu mencium Papanya.

Adrian tersenyum dan meng-iyakan permintaan Andira.

Di sekolah, Andira menyapa semua orang yang ia temui. Seakan-akan inilah hari bahagianya.

"Dir, sejak kapan lo suka warna pink?" Alika menautkan kedua Alisnya ketika melihat Andira dengan cardigan pink dengan bando di atas kepalanya.

"Gue emang gak suka, tapi ini pemberian dari Adit." Bisik Andira girang.

Alika melotot kaget.

"Jadi," Andira menarik Alika untuk duduk di kursinya. "Semalem Adit ngajak gue jalan!" Lanjut Andira senang.

Alika geleng-geleng tak mengerti dengan jalan pikiran Andira.

"Gue yakin, Adit tuh masih sayang sama gue." Ucap Andira degan pedenya.

  "Dir, Adit tuh jelas-jelas gak milih lo waktu itu. Sadar Dir, Adit tuh cuma mainin lo." Ucap Alika.

   Andira menghela napas. "Sorry ya Ka, tapi kali ini pasti Adit pilih gue." Andira mengeluarkan buku pelajarannya dan pura-pura membaca agar tak mendengar Alika mengoceh lagi.

   Sepulang sekolah, Alika memilih untuk pulang terlebih dahulu tanpa berbicara sepatah katapun kepada Andira.

  "Maaf Ka, tapi gue yakin kalo Adit masih sayang sama gue." Andira menatap punggung Alika yang semakin menjauh.

   Andira tersenyum penuh kemenangan ketika melihat Adit yang menyembulkan kepalanya di pintu kelasnya.

  "Andira," panggil Adit. Wajahnya sangat lusuh.

  "Adiit!" Sahut Andira senang.

Adit membuka mulutnya untuk berbicara kepada Andira. Namun belum sempat ia berbicara, handphonenya berdering. Adit mengeluarkan handphone dari sakunya lalu memasukkannya kembali.

"Siapa?" Tanya Andira. Wajahnya yang tadi bahagia langsung berubah.

"Gue ke lapangan dulu, mau ketemu kapten basket kelas 11 yang baru." Ucap Adit. Ia langsung meninggalkan Andira.

Andira menghela napas, "Jangan sampe gue tau kalo lo bohong Dit." Gumam Andira.

Di parkiran, Andira melihat Adit sedang tertawa bersama adik kelas itu, lagi.

"Harusnya gue dengerin Alika." Andira menyeka air matanya yang sudah mengalir.

Andira masuk ke mobil dan melajukan mobilnya seperti orang kesetanan.

Adrian melirik jam tangannya berkali kali, ini sudah menunjukkan jam 14:00 namun Andira belum juga datang. Dan akhirnya Adrian memilih utuk pulang.

//

Sejak kejadian itu, tak ada lagi Andira yang ceria, makan siang, dan makan malam bersama di rumah.

  "Queenly," panggil Adrian ketika Andira keluar dari kamarnya.

   Andira tak menoleh, ia meneruskan jalannya menuju mobil miliknya yang berada di garasi.

  "Telat lagi?" Tanya Mario ketika melihat Andira dengan cueknya melewati satpam yang sedang menjaga gerbang.

  "Hey kamu! Seminggu berturut-turut saya lihat kamu telat!" Pak Satpam menghampiri Andira.

  "Apa? Bapak mau hukum saya?" Tanya Andira tanpa ekspresi.

  "Saya yang akan hukum kamu." Bu Trinity datang sambil membawa 10 buah sepidol bersama isinya.

   Mario yang berada tepat di sebelah Andira langsung pura-pura tak melihat Andira dan berjalan untuk meninggalkan Andira.

  "Sehari aja Bu, kita nggak ketemu biar bisa kangen-kangenan." Kesal Andira ketika melihat Bu Trinity setiap paginya.

   Bu Trinity berkacak pinggang. "Sehari aja kamu nggak bikin gara-gara biar ibu bisa kangen-kangenan sama kamu." Balas Bu Trinity.

   Andira mendengus sebal.

  "Kenapa rambut kamu masih belum di ganti warnanya?" Tanya Bu Trinity.

  "Suka-suka saya." Andira mengambil semua spidol yang Bu Trinity pegang bersama isinya.

  "Tumben peka." Sindir Bu Trinity.

   Andira berjalan mendahului Bu Trinity ke ruang BK.

  "Ibu dengar-dengar kamu putus ya sama Adit?" Bu Trinity duduk di kursinya.

  "Sok tau." Sahut Andira.

  "Kurang ajar ya kamu sama guru." Kesal Bu Trinity.

  "Lagian Ibu main asal tebak aja." Sahut Andira cuek. Ia masih mengisi sepidol menggunakan isinya.

  "Kalo nggak putus kenapa kamu keliatannya murung terus.

  "Saya nggak putus, tapi saya di selingkuhin." Andira memencet kencang isi spidol hingga isinya berceceran di meja Bu Trinity.

  "Andiraaa!" Pekik Bu Trinity ketika mejanya terkena isi spidol.

  "Yah Bu, nggak sengaja." Andira tersenyum jahil lalu keluar dari ruang BK dan menyisakan Bu Trinity yang sudah marah besar.

   Di kelas, Andira diberi tatapan tajam oleh guru bahasa indonesia.

  "Nama kamu sudah saya coret dari kemarin." Ucap guru bahasa indonesia dengan kesal.

   Andira hanya bisa menghela napas. Ia keluar dari kelas dan menuju kantin.

   "Eh ketemu lagi." Mario duduk di depan Andira sambil membawa dua bungkus coklat.

  "Gue gak suka coklat." Ucap Andira tanpa ekspresi.

  "Pede banget, yang mau ngasih lo coklat juga siapa." Ledek Mario.

   Andira berdecak sebal.

  "Karna lo gak suka coklat, gue mau kasih lo permen." Mario menyodorkan permen ke Andira.

  "Gak suka juga, manis." Tolak Andira.

  "Lo liat muka gue deh, nanti jadinya pait." Mario membukakan permen untuk Andira.

   Andira tertawa kecil. Ia menerima permen dari Mario.

  "Mario! Kamu saya cariin ternyata lagi enak enakan berduaan dengan perempuan ya!" Guru matematika peminatan datang sambil membawa penggaris.

  "Daah Andira, gue cabut dulu!" Mario berjalan terburu-buru untuk menghindari serangan ganas dari guru matematika peminatan.

   Andira terkekeh ketika melihat ekspresi Mario.

ANDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang