Part 17

216 10 0
                                    


"Apa susahnya sih tinggal bilang kalo gue udah gak sayang sama lo?"

Sehari setelah kejadian bolos membolos itu, Andira dipanggil ke ruang BK bersama Alika.

   "Lama nggak ketemu bikin Ibu kangen sama kamu." Bu Trinity duduk di kursinya lalu bergantian menatap dua wajah polos di hadapannya.

  "Ibu yang kangen sama saya, sayanya nggak." Sahut Andira malas.

  "Kayaknya kamu bakal sering mampir kesini." Bu Trinity tersenyum melihat Andira.

  "Ibu bilang aja, kenapa saya sama Alika dipanggil kesini." Andira menatap Bu Trinity datar.

   Bu Trinity mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisi catatan sesuatu.

  "Ibu tau kemarin kalian berdua bolos kan? Gaperlu du jawab. Ibu tau. Untuk Alika, Ibu tidak akan menskors kamu karna, catatan point kenakalan kamu tahun lalu tidak banyak. Dan untuk Andira," Bu trinity menatap Andira. "Kamu Ibu skors selama 3 hari karna," Bu Trinity menyodorkan kertas yang tadi ia keluarkan dari kardus kepada Andira. "Catatan point kenakalan kamu tahun lalu dari guru BK yang dulu sangat banyak."

  "Ibu mah ngungkit-ngungkit yang udah lama." Kesal Andira.

  "Silahkan keluar dari ruangan saya." Andira dan Alika berdiri dari duduknya. "Sampai jumpa tiga hari yang akan datang, Andira." Bu Trinity tersenyum membuat Andira memutar kedua bola matanya.

   Di luar ruang BK, Alika mencak mencak nggak jelas.

  "Apaan sih Ka? Kumat lo?" Tanya Andira.

  "Kenapa coba yang di skors lo doang? Gue juga mau di skors biar bisa main sama lo." Alika menyilangkan tangannya di depan dada.

  "Beruntung, point lo lebih dikit dari gue." Andira jalan mendahului Alika.

  "Dir, lo bakal bilang apa ke Papa lo?" Tanya Alika yang sudah berada di sampingnya.

  "Bilang aja gue di skors. Susah banget." Sahut Andira seakan hal ini sudah biasa untuknya.

  "Kalo Papa lo marah gimana?" Tanya Alika lagi.

  "Marah ya tinggal marah." Jawab Andira cuek.

   Alika tak habis pikir. Bagaimana bisa Andira berbicara selancar itu padahal dirinya sedang berada dalam masalah.

   Sesampainya di kelas, guru matematika peminatan belum masuk, dan disinilah mereka berdua, di kelas yang sangat berisik.

  "Ka, gue cabut sekarang aja lah. Males di sekolah lama-lama." Andira memasukkan semua alat tulis miliknya yang tergeletak di mejanya.

  "Lah sama siapa?" Tanya Alika.

  "Nelpon Pak Supto." Andira merogoh sakunya namun tak menemukan handphonenya.

   Andira menepuk jidatnya. "Gue kan gak punya hp."

   Alika menatap Andira bingung.

   Sadar dengan tatapan Alika yang bingung, Andira menjelaskan kronologi kecelakaan handphonenya yang hampir tak berbentuk itu.

  "Yahh kalo gitu lo pake hp gue aja dulu." Alika menyodorkan handphone miliknya.

  "Gue gak hapal nomor telpon Pak Supto." Ucap Andira.

   Alika menarik kembali sodoran tangannya.

  "Gampang lah, gue bisa balik naik angkot. Lagian duit jajan gue masih cukup buat bayar angkot." Andira menyampirkan tas di bahunya.

  "Gue anter aja deh." Alika menarik lengan Andira.

  "Nggak, gue bisa sendiri." Andira melepaskan tarikan tangan Alika.

   Alika cemberut.

  "Lo di kelas aja." Andira melangkah keluar dari kelasnya. "Wei jangan kangen ya, gue bakal masuk 3 hari lagi!" Teriak Andira.

   Siswa siswi yang ada di 12 ipa 2 menghela napas karna Andira yang di skors selama 3 hari.

   Di koridor, Andira melihat Adit yang juga sedang melihatnya. Namun detik kemudian Andira memalingkan wajahnya.

  "Dir, lo mau kemana? Ini kan masih jam pelajaran." Tanya Adit.

  "Bukan urusan lo." Ucap Andira dingin. Ia berjalan melewati Adit.

  "Urusan gue lah, gue kan pacar lo." Ucap Adit.

   Cukup! Andira sudah muak mendengar kata pacar yang keluar dari mulut Adit.

  "Kak Adiiit," seorang perempuan dari kejauhan berlari ke arah Adit.

  "Lo pacar gue? Sekarang pilih, gue apa dia?" Tanya Andira sambil melihat perempuan itu yang masih jauh di belakang Adit.

   Adit berbalik, memilih untuk melihat perempuan yang Andira sebut.

  "Kalo gitu gue duluan." Seakan tau apa yang Adit pilih Andira berlari dan tak memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

   Sebisa mungkin Andira menahan air matanya agar tidak keluar. Namun, yang terjadi Adalah ia menabrak seseorang karna matanya tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapannya karna air matanya yang sudah berada di pelupuk matanya.

  "Andira," panggilnya.

  "Maaf, gue gak sengaja." Andira menunduk dan meneruskan jalannya.

  "Dir lo kenapa?" Orang itu menyetarakan langkahnya dengan Andira.

  "Kenapa apanya?" Andira menyeka air matanya dengan kasar dan memberanikan diri untuk menatap wajah orang yang berada di sebelahnya.

   Hanya dengan melihat wajah Andira, orang itu sudah mengerti apa yang terjadi dengan Andira.

  "Mau pulang? Perlu gue anter?"

   Andira mengangguk lemah.

   Mario, orang yang sedaritadi berbicara dengannya itu mengusahakan segala cara untuk bisa mengantar Andira pulang.

  "Dir lewat sini pelan-pelan." Bisik Mario.

   Andira mengikuti apa kata Mario hingga mereka berdua sampai di parkiran.

   Mario lebih dulu masuk ke mobil dan Andira menyusul.

  "Dir mau tau nggak." Tanya Mario.

   Andira hanya diam namun matanya tetap menatap Mario.

  "Lo tuh cewek pertama yang duduk di mobil ini!" Ucap Mario girang.

   Andira tertawa melihat kelakuan Mario.

  "Apaan sih Yo." Andira menoyor kepala Mario.

  "Gitu dong, ketawa." Mario tersenyum dan melajukan mobilnya.

   Tak butuh waktu lama, mereka sampai di rumah Andira.

  "Buset, tajir bener lo." Mario menganga melihat rumah Andira yang terkesan sangat mewah dari luar.

  "Masuk dulu nggak Yo?" Tanya Andira.

   Mario menggeleng. "Gue langsung balik ke sekolah aja."

   Andira mengangguk. "Hati-hati!" Ia turun dari mobil mario dan menutupi mata sembabnya menggunakan tangan.

   Mbak Siti yang sedang membereskan ruang tamu terkejut melihat Andira yang pulang sebelum waktunya. Dan ditambah lagi dengan mata sembab Andira.

  "Non, non sakit?" Tanya Mbak Siti panik.

   Andira menggeleng lemah. "Saya mau istirahat dulu."

ANDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang