Part 43

219 10 0
                                    


hal apa yang harus gue lakuin biar lo bisa balik lagi ke gue?

   Yang Ari lakukan sedaritadi hanyalah mondar mandir sambil menunggu dokter keluar untuk memberitahu kondisi tunangannya.

  "Ri, Andira gimana?" Alika datang tergesa-gesa dengan Mario yang mengintil di belakangnya.

   Ari hanya menggeleng sambil memegang ponsel milik Andira yang sempat terjatuh saat Andira dinaikkan ke ambulance.

  "Yo, Andira gak bakal kenapa-napa kan?" Alika menggoyangkan lengan Mario.

   Mario mengangguk sambil memeluk Alika yang mulai menangis.

  "Keluarga pasien?" Tanya dokter yang baru keluar dan Oom Rian langsung berdiri.

  "Ada hal yang akan saya sampaikan di ruangan saya. Mari." Ucap dokter lalu berjalan terlebih dahulu.

  "Tunangan saya baik-baik aja kan sus?" Tanya Andira ketika beberapa suster keluar dari ugd.

  "Pasien belum sadarkan diri, mari berdo'a agar pasien selalu dalam lindungan-Nya.

   Ari membenturkan kepalanya ke tembok dan badannya perlahan merosot.

  "Ri," panggil Mario.

  "Seharusnya gue selalu ada di sampin Queen."

  "Bukan salah lo." Alika menghampiri Ari.

//

   Ari masih setia menunggu Andira bangun karena ia ingin saat Andira bangun, wajahnyalah yang pertama kali Andira lihat.

  "Ri, kamu pulang saja, ini sudah malam." Oom Rian mengelus bahu Ari.

   Ari menggeleng.

  "Besok kamu sekolah."

   Ari menghela napas. Ia berdiri dari duduknya lalu pamit ke Oom rian.

  "Besok sepulang sekolah kamu bisa menemuinya disini." Ucap Adrian yang sama cemasnya seperti Ari.

   Pagi harinya, setelah Ari sampai di sekolah, ia hanya duduk di kantin selama kurang lebih 15 menit lalu cabut dari sekolah.

  "Ari kenapa sih? Ko murung gitu?" Tanya Ricky yang sama sekali tidak mengetahui kejadian tadi malam.

   Ivan hanya diam lalu mengajak Ricky untuk bergabung dengan teman tongkrongkrongannya.

  "Ri, pagi sekali? Kamu tidak sekolah?" Tanya Oom Rian kaget ketika melihat Ari yang tiba-tiba muncul.

  "Udah tadi." Jawab Ari singkat lalu melihat keadaan Andira.

  "Oom berangkat aja, biar saya yang jaga Queen."

   Adrian mengangguk lalu pergi ke kantor dengan wajah yang sangat berantakan.

  "Queen, kalo saya bilang saya sayang kamu kamu bisa denger nggak?" Tanya Ari polos sambil memegang lengan Andira.

  "Kalo saya bikin kesel, kamu bisa bangun nggak marahin saya sebentar aja." Ari meletakkan tangan Andira di pipinya.

  "Nggak bisa ya?" Tanya Ari yang sadar bahwa tak ada respon dari Andira .

  "Queen." Rengek Ari.

Jari-jemari Andira bergerak perlahan.

"Queen?" Ari meletakkan tangan Andira 15 cm di depan wajahnya.

"Ih gerak!" Ucap Ari senang.

"Bentar Queen, saya panggil dokter dulu!" Ari meletakkan tangan Andira perlahan di tempat semula lalu berlari senang untuk memanggil dokter.

Setelah di periksa, dokter tersenyum menatap wajah Ari yang berbinar bukan main.

"Pasien sudah sadar dan boleh di ajak bicara namun belum boleh melakukan kegiatan yang berat. Saya pergi dulu, ada pasien lain yang sudah menunggu." Dokter itu tersenyum lalu pergi dari hadapan Ari:

"Queen." Panggil Ari datar seperti biasa.

"Ri, kok gue bisa disini?" Tanya Andira menanyakan hal yang tadi ia tanyakan ke dokter.

"Kepala kamu kejedor sama cangkang siput." Ucap Ari yang membuat Andira memukul lengan Ari karena kesal.

"Jangan banyak gerak." Perintah Ari.

"Lelucon macam apa itu." Andira tertawa ringan.

Ari menatap Andira sebentar lalu tersenyum tipis karena bahagia bisa melihat Andira tertawa lagi.

"Jangan senyum ah, baper gue digituin." Andira menutup wajahnya menggunakan tangan.

Setelah lama berbincang, Andira merengek memaksa untuk pulang.

  "Nggak." Jawab Ari dingin.

  "Rii, ayolah." Rengek Andira.

  "Nggak." Ari tetap pada pendiriannya.

  "Rii, please." Andira memasang puppy eyesnya.

  "Nggak Queen." Ucap Ari sambil menatap Andira.

   Andira menghela napas lalu memejamkan matanya perlahan.

  "Kalau ngerasa sakit bilang." Ari mengelus puncak kepala Andira.

  "Gue gak bisa senderin kepala gue Ri." Andira membuka matanya kembali lalu menatap Ari.

  "Iyalah orang yang bocor pas banget di belakangnya." Ari memegang tangan Andira sambil mengelusnya.

   Andira tersentak kaget karena tiba-tiba ia ingat dengan kejadian tadi malam.

  "Orang itu kemana?" Tanya Andira panik.

  "Gak perlu di pikirin." Ari mengelus puncak kepala Andira untuk memberikan ketenangan.

  "Ri, jangan pergi ya." Andira menggigit bibir dalamnya sambil menatap mata Ari.

  "Nggak akan." Ari tersenyum tipis yang membuat Andira salah tingkah.

//

Setelah berhari-hari Andira tak masuk sekolah, akhirnya Adit memutuskan untuk bertanya kepada Alika dimana sebenarnya Andira berada.

"Ka," panggil Adit di depan pintu kelas Alika.

"Gue udah muak liat muka lo, gue gak perlu bilang berkali-kali kan?" Ucap Alika judes sambil menatap Adit dengan mata tajamnya.

"Kali ini aja Ka, kasih tau dimana Andira." Raut wajah Adit berubah menjadi menyedihkan.

"Lo tanya sama pacar lo yang udah bikin kepala Andira bocor bangs*t!" Alika menabrak kencang bahu Adit namun Adit hanya bisa diam sambil mencerna apa yang barusan Alika katakan.

//

"Ri, lo masih sayang nggak sama gue?" Andira menatap Ari yang sedang duduk sambil memegang ponsel milik Andira.

"Kenapa?"

"Gue nggak mandi-mandi." Andira menunjukkan deretan giginya yang putih.

"Tetap cantik."

Andira mematung seketika.

"Kalau nggak jelek." Ucap Ari sambil tersenyum tipis menatap Andira yang sedang mematung di tempat.

"Ah ngeselin!" Andira memukul Ari berkali-kali.

"Jangan banyak gerak."

  "Ah bilang aja gak terima gue pukul berkali-kali." Sahut Andira galak.

  "Bukan gitu, kamu mau pukul saya berkali-kalipun nggak masalah, tapi disini kamu lagi sakit dan nggak boleh banyak gerak, kalo kamu kenapa-napa gimana?" Ucap Ari panjang lebar.

   Andira mengaga mendengar Ari mengucapkan kata sepanjang itu.

  "Harus dicatat dalam sejarah!" Andira melotot tak percaya sambil bertepuk tangan.

   Ari hanya diam sambil menatap Andira.

ANDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang