Di sini, Taehyung masih sibuk dengan semua kemarahannya pada Jimin. Sibuk menanam dendam untuknya, sibuk memupuk kebencian untuk Park Jimin. Pikirannya berkecamuk, ia merasa bersalah, tapi ia membenci Jimin.
Taehyung tidak pernah suka dibohongi, dan Jimin sudah membohonginya lebih dari satu kali. Kenapa berbohong? Taehyung tidak akan marah jika ia tau Jimin melakukannya. Kenapa Jimin malah menyembunyikan semuanya?
Sampai ia mendengar sang ibu berteriak, lamunannya perihal betapa mengesalkannya Park Jimin buyar begitu saja. Ibunya terdengar panik, ketakutan.
"Taehyung!! Taehyung, Jimin—Jimin kita.. A-Ayahmu menelpon—Ya Tuhan, Jimin—"
"Ada apa, bu?" Taehyung mencoba tenang, meski ia merasa—sudah jelas—ada yang tidak beres.
"Jimin—Taehyung-ah, Ya Tuhan.."
"Ada apa?" Tanya Taehyung, terdengar mendesak.
"Jimin menyayat lengannya—"
"Bukankah itu sudah biasa? Obati saja lukanya, selesai." —rupanya, emosi masih mendominasi dirinya. Taehyung merasa tak perlu peduli lagi.
"Tidak, Taehyung. Tidak." Ibunya menangis, lebih keras daripada tadi. "Jimin menyayat nadinya.. Ibunya sendiri yang menemukan anak itu—tergeletak, lengannya bersimbah darah—"
Taehyung terbelalak. "Apa?"
"Taehyung, Jimin menyayat nadinya... Jimin—"
Kali ini ia menggeleng kuat, cepat-cepat memotong perkataan sang ibu, "Tidak, tidak mungkin. Bu, Jimin, tidak mungkin. Tidak mungkin dia melakukan itu!!"
Ibunya semakin terisak. "Jimin kritis, Taehyungie... Ayahmu sendiri yang menanganinya, yang memberi kabar pada ibu—Jimin kritis.."
Dan Taehyung tersadar, seharusnya ia tidak membanting pintu di hadapan Jimin kala itu. Seharusnya ia tidak membiarkan Jimin sendirian. Seharusnya dia tidak membenci Jimin. Seharusnya—
Tuhan, bolehkan Taehyung meminta Jimin kembali—meskipun ia telah berniat membuangnya jauh-jauh?
to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
❛anxiety❜ ─ pjm.
FanfictionSometimes─many times, it kills you. it kills me. [Bahasa] ; Mature for language, violence, etc. ─2018, Bwikuk.