─b,

662 148 4
                                    


Jimin masih memandang adegan di hadapannya. Sorot pandangannya kian mengosong; sama halnya dengan pikirannya saat ini. Pikirannya kosong, tapi ia kalut. Tubuhnya semakin gemetar. Tangis yang ditahannya─yang tak bisa ditumpahkannya menyeruak ke dada.


Bibirnya terbuka, membisikkan kalimat 'ibu, berhenti' berkali-kali. Tapi ia rasa ibu tidak mendengarnya. Buktinya, wanita paruh baya berparas rupawan itu masih sibuk dengan kegiatannya. 



Sesak di dadanya kian merampak; merobohkan segala pertahanan yang dibangunnya selama ini. Tak kuasa lagi menahan semuanya, Jimin menarik napas dalam-dalam. Matanya memerah─ia tidak pernah terlihat semarah ini.


"IBU, HENTIKAN!!!!"











Entah bagaimana caranya, ia tiba-tiba saja berpindah tempat. Di depan matanya, tidak ada lagi sosok sang ibu yang sedang melakukan pekerjaannya. Tidak ada lagi sepasang raga telanjang yang membuatnya lepas kendali. 

Tapi dadanya masih sesak. Tangisnya pecah begitu saja. Panik, ia beranjak dari tempatnya. Seluruh tubuhnya kembali gemetar. Cepat-cepat ia berlari keluar ruangan, mencari ibunya yang dipikirnya menghilang.

Rupanya, sang ibu ada di depan kompor, memasak sarapan untuk mereka berdua. Bajunya lengkap, tidak ada tanda kemerahan yang dapat dijamah pengelihatan Jimin saat ini. Dan tanpa berpikir lagi, Jimin langsung berlari─menubruk tubuh wanita itu, lalu meraung sambil berusaha mengontrol gemetarnya.





Ia bermimpi. Dan ia bersumpah, itu adalah mimpi terburuk yang pernah menghampiri tidurnya.


to be continued.

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang