─e.

557 127 23
                                    

Semenjak semua orang di kelas mengetahui kelemahannya, mereka hampir selalu mengucilkan Jimin, mencaci, bahkan memakinya. Padahal baru duduk di kelas dua sekolah menengah pertama, namum lagaknya seperti orang paling sempurna di dunia. Padahal Jimin tidak pernah mengganggu mereka, namun tetap saja mereka tidak menghormati Jimin barang sedetik pun.

Sebenarnya Jimin bisa saja marah. Sebenarnya anak itu bisa saja melayangka pukulannya ke rahang orang yang mencacinya. Tapi Jimin enggan. Katanya, biarkan saja. Meskipun tak lama setelahnya ia akan menyayat lengannya karena tanpa sadar terlalu memikirkan cacian yang dibiarkannya.

Melihat hal itu, Taehyung jelas tak bisa tinggal diam. Ia memendam emosi, menggunung sampai ia tak tau harus bagaimana. Jimin terlampau sabar, dan Taehyung terlampau geram melihat kesabarannya.

Saat ini, mungkin Taehyung masih menuruti Jimin, tak ikut campur saat melihat kawannya dicaci, membiarkan semuanya seperti kemauan Jimin. Tapi sebenarnya, diam-diam ia memupuk dendam. Diam-diam ia menumpuk amarah di sisi paling gelap dalam dirinya. Ia hanya tinggal menunggu, kapan harus meledak, kapan harus meluapkan semua emosinya.




"Oh, kau masih hidup? Padahal ku harap kau mati, kalau perlu bersama Ibu Pelacurmu itu, HAHAHAHA!"




Dan saat itu lah, Taehyung benar-benar meluapkan emosinya. Saat itu lah, Taehyung tak sanggup menahan amarahnya lagi. Kata-kata yang baru didengarnya adalah kata-kata yang paling kejam yang pernah didengarnya. Terlebih, bedebah itu mengatakannya pada orang yang baru selamat dari mautnya. Menjijikkan. Taehyung sudah muak sekali dengan orang itu. Orang yang sama, yang tak pernah absen dalam mencaci Jimin setiap hari. 

Hari inilah, Taehyung akan memberinya pelajaran.

Kepalan tangannya melayang, menghantam rahang anak itu sampai tersungkur. Dalam hati, Taehyung dapat merasakan rasa senang yang tak biasa. Akhirnya, akhirnya aku bisa memberinya pelajaran. Pun sudah tersungkur, Taehyung kembali menerjangnya. Ia duduk di atas tubuhnya, lalu melayangkan pukulan demi pukulan tanpa mempedulikan teriakan orang-orang yang menyaksikan.

"Caci─caci lagi Park Jimin. Caci lagi dan AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU!!!"

Sudah cukup selama ini ia memendam amarahnya. Sudah cukup selama ini anak itu dibiarkan mencaci tanpa diberi pelajaran. 

Taehyung tak berhenti memukulinya, sampai ia merasa tubuhnya ditarik ke belakang lalu dibawa bersama anak yang dipukulinya tadi. Ia membiarkan dirinya diseret ke ruangan terlarang di sekolahnya. Taehyung tidak peduli lagi. Ia sudah senang karena dapat melayangkan pukulannya pada anak tak tahu diri itu. Ia sudah cukup puas karena akhirnya amarahnya terluapkan.




Hari itu, adalah kali pertama di mana Taehyung melayangkan pukulannya. Kali pertama Taehyung meluapkan emosinya. Ia merasa lega; semua beban di dadanya sudah terlampiaskan, sudah tersampaikan ke orang yang membuatnya muak selama ini.






Dengan begini, Taehyung bisa melindungi Jimin. Dengan begini, Taehyung tidak perlu menghukum dirinya sendiri lagi.

to be continued.

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang