─d,

634 139 22
                                    


Bagi Taehyung, melihat luka-luka di lengan pun tungkai Jimin itu bagaikan menggenggam sebilah pisau yang membuat darahnya mengalir habis-habisan. Sakit sekali─meski ini sudah dikatakan berulang kali. 

Taehyung tidak pernah berpikir ia bisa menangani Jimin. Ia tak pernah berpikir bisa menenangkan Jimin saat ia gemetar. Awalnya, Taehyung pun ketakutan. Ia tak mengerti, Ia bingung apa yang membuat napas Jimin terdengar begitu pendek, mengapa Jimin berkeringat, mengapa Jimin mengeluh pusing padahal awalnya ia baik-baik saja. Ia juga tak mengerti untuk apa Jimin menyayat lengannya, untuk apa Jimin menyakiti dirinya sendiri.

Tapi rupanya, Tuhan memang segaja mempertemukannya dengan Jimin. Tuhan menyuruhnya ada untuk Jimin. Tuhan menunjuknya untuk menjaga Jimin, mengingatkan Jimin akan adanya harapan yang tersisa di dunia yang dianggapnya neraka. 




Setiap Jimin mulai gemetar, Taehyung dengan sigap menariknya ke tempat sepi. Ia tahu Jimin sudah menahannya mati-matian, enggan menunjukkannya ke semua orang. Ia berusaha agar Jimin tidak terlihat lemah di depan siapapun─kecuali dirinya, berusaha agar Jimin tidak dicaci maki lagi.


Setiap Jimin menunjukkan luka di lengannya, Taehyung selalu menahan napasnya tanpa sadar. Taehyung merasakan sesak yang begitu parah di dadanya. Pun terlihat sekuat itu, Taehyung masih manusia. Taehyung masih tidak terima Jimin melakukan semua ini, tapi ia tidak bisa melakukan apapun. 


Saat Jimin menyembunyikan sesuatu, entah mengapa, ia selalu menyadarinya. Terkadang itu menguntungkan, tapi ada kalanya hal itu merugikan. Seperti saat ia mengetahui Jimin mulai menyayat tungkainya, sejujurnya ia berharap ia tidak mengetahuinya secepat itu. Sejujurnya ia berharap ia tidak tahu saja, karena dengan begitu ia tidak akan merasa kecewa. Tapi di sisi lain, ia memang harus mengetahuinya lebih dulu, karena jika tidak mungkin tungkai Jimin akan lebih hancur daripada tangannya.


Kala itu, beberapa hari setelah Jimin terbangun dari tidur panjangnya, ia menemani Jimin seperti biasa. Matanya sembab─ia tidak bisa berhenti menyesal, menyalahkan dirinya sendiri─, wajahnya tidak ceria sama sekali. Jimin yang melihatnya mengernyit heran.


"Taehyung, kau tidak senang aku bangun?"

Mendengar pertanyaan kawannya, Taehyung terkesiap. "Siapa bilang?"

"Wajahmu."

Taehyung cepat-cepat menggeleng. "Aku senang, Jimin-a."

"Oooh.." 

Taehyung menghela napas saat mendengar responnya. Seperti bukan Jimin. Tapi ia tidak boleh kesal, karena pada dasarnya yang membuat Jimin seperti ini tak lain adalah dirinya sendiri.

"Taehyung,"

"Ya?" Atensi Taehyung sepenuhnya terpusat pada Jimin. 

"Maaf," Jimin melirih. "Maafkan aku."

Kali ini, Taehyung mengernyit. "Kenapa?"

"Maaf karena tidak jujur padamu.." Diam-diam, Jimin memilin ujung selimutnya gelisah.

"Jimin─"

"Seharusnya aku bilang. Seharusnya aku jujur, Taehyung.. Tapi aku takut sekali. Aku takut kau marah, aku takut kau menjauhiku." 

"Tidak, tidak begitu.."

"Benar begitu, Taehyung. Aku tidak boleh menyembunyikan apapun, aku─" Jimin menarik napas. "Aku minta maaf.. Aku ketakutan.. Aku ingin memberi tahumu tapi aku takut.. Aku tidak ingin membebanimu, aku tidak ingin merepotkanmu, aku tidak ingin. Tapi harusnya─"

Dari sini, Taehyung dapat mendengar napas Jimin mulai tak teratur. Ah, datang lagi.

"Harusnya aku─aku.." Jimin meremat rambutnya. Kepalanya terasa pusing sekali. Telinganya berdengung, jantungnya berdegup terlalu cepat. "Taehyung─taehyung,"

Mendengar Jimin memanggil namanya selirih itu, Taehyung cepat-cepat memencet tombol di dekat kasur Jimin. Ia menggenggam tangan Jimin erat-erat, seolah memberinya kekuatan. Seolah sudah ahli, Taehyung mengucapkan instruksi-instruksi yang harus diikuti Jimin agar ia tenang. Mulai dari mengatur napasnya, meringankan pikirannya. Ia terus melakukannya sampai sang ayah datang untuk menenangkan Jimin lebih lanjut.



Taehyung mundur beberapa langkah, memberi ruang pada sang ayah dan beberapa perawat yang datang untuk menenangkan Jimin. Dari sini, Taehyung dapat melihat Jimin mengerang kesakitan. Taehyung dapat melihat Jimin menangis setelah mengeluh kepalanya sakit berkali-kali. Dari sini, Taehyung dapat melihat semuanya. Dan itu sukses membuat hatinya teriris perlahan-lahan, menimbulkan nyeri sekaligus sesak yang luar biasa. 


Itu Jimin, itu Park Jimin─teman sehidupnya yang berusaha melawan sesuatu di dalam dirinya. Yang terpaksa menyembunyikan semua hal karena ia ketakutan. Yang berusaha terlihat baik-baik saja meskipun ia selalu berharap Tuhan mengambil nyawanya. 





Ah, bukan.




Itu Park Jimin, orang terkuat yang pernah Taehyung temui selama ini.



to be continued.


aku bingung, buntu─
jadi aku mau tanya ke kalian aja..

apa yang mau kalian tau dari sisi Taehyung ini?
Mungkin ada yang belum tersampaikan?
silakan dikemukakan, mana tau bisa dijelaskan Taehyung dipart selanjutnya!

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang