─a,

691 155 18
                                    


Awalnya, Jimin sama seperti Taehyung. Keduanya adalah anak hiperaktif yang sama-sama memiliki banyak teman. Sejak taman kanak-kanak sampai sekolah dasar, mereka adalah dua raga berbeda dengan jiwa yang sama. Pintar dalam segala hal─bersosialisasi, akademis, sampai hal kecil seperti menghibur orang. Keduanya disegani banyak orang, dari guru sampai orang tua murid sekalipun.


Namun sejak kepergian sang Ayah, Jimin berubah. Taehyung menjadi satu-satunya yang sama, yang bertahan─dengan sifatnya, dengan teman-temannya. Sedang Jimin kehilangan semuanya. Teman-temannya mencibir, mengatainya anak yatim yang malang, menjauhinya perlahan-lahan, membencinya dan menuduhnya sakit jiwa karena tak jarang Ia tiba-tiba berteriak dan menangis.


Dan Jimin beruntung, Taehyung tidak termasuk dalam kelompok yang disebutnya teman-teman itu. Taehyung tidak mempermasalahkan apapun. Taehyung memang gelagapan saat melihat Ia gemetar, panik tak karuan tanpa alasan yang jelas. Tapi lama kelamaan, Taehyung mengerti. Taehyung bisa menenangkannya, Taehyung masih berada di sampingnya hingga saat ini. Bahkan, Taehyung tidak segan meluruhkan popularitasnya karena selalu berdekatan dengan Jimin. Taehyung tidak masalah ikut dicibir, selama ia masih bisa melayangkan tinjunya ke orang yang berani menyakiti sahabatnya.



"Taehyung," Jimin mencicit. "Dengar, mereka mengataimu lagi karena makan siang bersamaku. Sudah ku bilang kita sebaiknya makan di kelas saja.."

Taehyung melirik Jimin jengah, ia gemas sekali. "Harus berapa kali aku bilang, Jimin? Aku kan hanya menemanimu, bukan menjadi pacarmu."

"Tapi kau dituduh memacariku, Taehyung."

"Kau mau jadi pacarku?"

Sontak, Jimin tersedak. Ia mengusap lengannya─gestur merinding yang membuat Taehyung terbahak puas. "Kau sudah gila ya?"

"Aku tergila-gila padamu, Jimin-a." Goda Taehyung sambil mengedipkan matanya.

"Aku bersumpah akan mencekikmu Taehyung, demi apapun." Gumam Jimin sambil memakan makan siangnya dengan kesal.

"Cekik saja, aku rela."

"YA TUHAAN─berhentilah bersikap begitu astaga kau membuatku merinding sampai kaki!" 

Taehyung terbahak lagi. Ia puas melihat Jimin melupakan orang-orang di sekitarnya. Setidaknya, itulah yang dibutuhkan Jimin agar ia tidak terlalu pusing memikirkan komentar-komentar tidak masuk akal dari orang lain.







Jimin itu sahabatnya, teman sehidup sematinya─jadi, sudah tugasnya untuk membahagiakan Jimin, bukan?


to be continued.

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang