eight.

627 139 8
                                    


[Taehyung's side]


.


Sejak dulu, Taehyung tidak pernah memaksakan apapun pada Jimin. Dibebaskannya ia melakukan apapun yang disukainya, yang diinginkannya. Dibebaskannya ia memilih jalan hidupnya sendiri. 

Kata ayahnya, Taehyung harus memberi kebebasan untuk semua temannya. Ia tidak boleh mendoktrin kawannya untuk melakukan apa yang inginkan, itu namanya egois. Ia boleh menegur, namun tidak boleh memaksa temannya untuk menuruti tegurannya. Jadi Taehyung tumbuh dengan pemikiran seperti itu. Mengalir bersama tanpa menuntut. Indah, bukan?




Tapi, bukan kebebasan seperti ini yang Taehyung berikan kepada Jimin.



Bukan seperti ini.




Taehyung tak pernah mengira Jimin akan menjadikan 'menyayat kulit' sebagai jalan pintas, alternatif atas segala keresahannya. Taehyung tak pernah berpikir Jimin berani melubangi─merobek pergelangannya sampai nyaris kehabisan darah di kamarnya sendiri. Taehyung tidak pernah menginginkan Jimin seperti ini. Tapi ia pun tahu, Jimin menjadi seperti ini bukan tanpa alasan.

Taehyung tahu jelas apa alasannya. Taehyung masih ingat dengan jelas bagaimana sosok Jimin hancur di hadapannya. Taehyung masih ingat dengan jelas bagaimana Jimin meraung di hadapannya, kehilangan kontrol atas dirinya sendiri sampai Taehyung harus memanggil ayahnya. Taehyung masih ingat, bagaimana Jimin kehilangan dirinya bahkan saat ia belum berumur tujuh belas. Jimin, anak itu, terlalu banyak menanggung beban di usianya yang masih belia.

Pertama kali Taehyung melihat goresan, sayatan di tangan Jimin, ia memang tak tinggal diam. Ia menentang, Ia melarang Jimin. Ia tak pernah membiarkan Jimin menggores lengannya lagi. Tidak setelah ia melihat goresan yang cukup dalam di dekat pergelangannya saat Jimin masih bisa tersenyum di hadapan semua orang, saat orang-orang belum mengucilkannya.

Tapi setiap ia berhasil membuat Jimin berhenti, ia tak melihat setitik pun kehidupan di matanya. Akhirnya Taehyung tersadar, bahwa ia sudah melenceng dari apa yang seharusnya ia lakukan. Ia mendoktrin Jimin. Ia memaksa Jimin untuk berhenti. Padahal, seharusnya Jimin berhenti karena ia ingin, bukan karena paksaan orang lain.

Sejak saat itu, Taehyung kembali membebaskannya. Ia biarkan Jimin, Ia tenangkan Jimin jika tak sanggup menahannya sendiri, Ia obati luka-luka Jimin dengan telaten, dan Ia tidak melarang Jimin lagi. Tapi Taehyung tak pernah bilang ia berhenti khawatir. Ia tak pernah mengaku ia berhenti berharap setiap malam─bahkan setiap detik, agar Jimin berhenti menyakiti dirinya sendiri.





Taehyung tak pernah berhenti berharap agar Tuhan berbaik hati meringankan beban Jimin yang harus ia pikul sendiri,




Sama halnya dengan Jimin, yang tak pernah berhenti berharap agar Tuhan cepat-cepat mengambil nyawanya.


to be continued.


setelah ini isinya flashback-flashback kejadian yang (cukup) jauh sebelum part 'seven.' ya?
ku usahakan untuk dideskripsikan dengan baik, tapi kalau bingung jangan sungkan buat tanya!


and anyway,
makasih banyak udah menyemangatiku untuk buat part ini!!1!, uhuhu kalian sweet sekali ♥♥♥
i purple u, guys♥

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang