Lelah Hati dan Kembali

13.7K 638 3
                                    

Jujur hari ini rasanya males banget buat berangkat kuliah. Gak ada yang bisa bikin gue semangat hidup lagi kayak dulu. Cynthia sudah jadi masa lalu gue. Sedangkan Dion makin menjauh dari gue sejak kejadian di mobil tempo hari. Gue bangun dengan malas dan segera bersiap berangkat kuliah.

Di kelas, gue gak liat Dion yang biasanya dateng lebih cepat dari gue. Gue menghabiskan waktu menunggu kelas dimulai sambil baca komik OnePiece terbaru.

Gak lama Dion dateng, tapi kali ini dengan air muka yang tidak begitu bagus. Pasti dia lagi ada masalah. Tapi bodo amatlah, toh bukan urusan gue.

Gak disangka Dion yang selama ini menjauh dari gue tiba-tiba duduk di bangku sebelah gue.

"Apa kabar Masbro?" tanya Dion ramah.

Aneh banget ni orang kemarin cuek sekarang sok ramah.

"Baik gue, lo gimana?" tanya gue datar.

"Complicated!" jawabnya.

Gue gak mau ikut campur urusan dia, makanya gue juga gak berusaha nanya lebih lanjut.

"Gue ke toilet dulu!" pamit gue.

"Gue ikut!"

Aduh ngapain sih nih anak pake ngintilin segala.

"Co, gue minta maaf sama lo!" Dion membuka obrolan di kamar mandi.

"Maaf buat apa? Gak ada yang salah kok!" jawab gue datar.

"Maaf buat gue yang udah bentak-bentak lo di mobil kemarin!"

"Gak usah minta maaflah, toh itu bukan salah lo. Emang gue yang lancang terlalu masuk ke dalam hidup lo, terlalu mencampuri hidup lo dan cowok sial itu!" ujar gue.

"Kok elo nyebut Erick sial sih?" tanya Dion geram.

"Kenapa? lo mau mukul gue? Silakan! Gue udah siap kehilangan orang yang gue sayangi untuk kedua kalinya!" jawab gue dengan nada tinggi.

"Ah, basi lo!" umpat Dion sambil membanting pintu kamar mandi. Tinggal gue disini membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

⚫⚫

Di kantin, Marco sengaja gak gabung dengan Rendi, Tobi, dan Dion. Dia lebih pilih untuk bungkus makanan dan makan di mobilnya.

"Lo sama Koko, berdua kenapa sih? Kok dari kemarin kayaknya gak akur gitu?" tanya Rendi saat makan di kantin.

"Nggak cuma salah paham kecil aja!" jawab Dion.

"Iya nih kayak bokinan aja lo berdua pake acara marah-marahan segala!" samber Tobi.

"Jiah, siapa yang marahan. Gue lagi males aja ngomong sama dia!" jawab Dion lagi.

"Tuh kan, ketauan banget lo lagi ada masalah sama dia sekarang!" timpal Rendi.

"Saran gue sih, lo jangan nambah masalah baru buat dia deh!" tambah Tobi.

"Emang dia lagi ada masalah apaan? Kok gue gak tau!" tanya gue ke mereka berdua.

"Doi baru putus ama bininya yang di Jakarta, siapa tuh namanya?"

"Cynthia!"

"Iya, Cynthia. Jadi lo gak usah bikin dia nambah mumet lagi!" saran Tobi.

"Emang kenapa bisa bubar?" tanya Dion kaget.

"Katanya sih karena ceweknya mau pindah ke Australia dan dijodohin sama bokapnya untuk kimpoi sama bule di sana! Makanya akhir-akhir ini dia tempramental banget!" terang Rendi.

"Anjrit, kok gue baru tau sekarang ya! Pantes dia kayaknya murung banget belakangan ini!" ujar Dion.

"Makanya, sebagai sahabat yang paling deket sama dia, lo harusnya bisa support dia supaya bisa survive lagi. Eh ini malah lo berdua cuek-cuekan gini!" timpal Tobi.

Dion sejenak merenung dan memikirkan ucapan Marco saat di kamar mandi yang menyebut bahwa dia siap kehilangan orang yang dia sayangi untuk kedua kalinya. Ia menyesal baru bisa memahami arti ucapan Marco itu.

"Sekarang tuh anak di mana?" tanya Dion lagi.

"Tadi sih sebelum lo dateng ke sini, dia lagi bungkus batagor buat dimakan di mobil, katanya dia lagi pengen sendiri dulu! Lo mau ke sana?" tanya Rendi.

"Udah deh ntar aja, ntar malah jadi tambah runyam lagi!" timpal Tobi.

Dion mengurungkan niatnya dan kembali menyantap gado-gado lontongnya.

⚫⚫

Kalut. Itu perasaan yang ada di hati gue sekarang. Gue gak nyangka kalo Dion bisa segitunya sama gue. Gue sudah cukup hancur saat mengetahui fakta bahwa gue harus berpisah sama Cynthia. Apakah gue juga akan siap menerima bahwa gue akan kehilangan sahabat terbaik gue itu.

Ketukan di pintu pada minggu pagi ini membangunkan gue. Gue udah bisa tebak ini pasti Felix yang disuruh nyokap untuk bangunin gue. Tapi saat gue buka pintu, bukan sosok Felix yang gue temui melainkan sesosok manusia tinggi putih yang tersenyum manis ke gue.

"Halo, Co. Apa kabar? Boleh gue masuk?" tanya Dion.

"Oh, elo, ya udah masuk aja,"

"Nih, gue bawain brownies. Kata Felix lo lagi kurang enak badan jadi sengaja gue bawain makanan buat lo, dimakan ya!" ujar Dion.

"Iya makasih. Ada angin apaan nih lo bisa ke sini?" tanya gue heran.

"Gue minta maaf, Co, atas semua kejadian yang lalu. Gue juga minta maaf karena keegoisan gue selama ini!"

"Udahlah, gue udah lupain itu, gue gak masalahin itu lagi. Gue juga minta maaf deh sama lo atas sikap gue belakangan ini!" jelas gue.

"Iya gue ngerti, itu semua karena mungkin lo baru dapet kabar buruk. Tapi gue yakin lo bisa dapet yang baru, yang lebih cantik! Ya udah nih buruan dimakan!" tawar Dion.

"Iya, makasih bro. Lo emang sahabat terbaik gue!" dengan refleks gue memeluk sohib kental gue ini.

Kita pun ngobrol ngalur ngidul ngebahas semua hal, termasuk hubungan Dion dan Erick. Ternyata selama ini Dion sama Erick hanya sebatas hubungan adik-kakak karena Erick hanya menganggap Dion sebagai adiknya, gak lebih.

"Kasian deh lo, udah ngarep tapi ternyata cuma dianggap adik!" ejek gue.

"Sialan lo! Tapi ngomong-ngomong si Felix boleh juga tuh, tadi gue liat lagi shirtless di ruang gym sana!" goda Dion.

"Enak aja lo! Kakak gue tuh, jangan lo embat lah. Cukup gue aja yang lo pernah cicipin!" jawab gue gak mau kalah.

"Hahaha... jadi sekarang lo jomblo dong, sama kayak gue! Uppsss... Hahahaha...!"

Kita berdua pun terus bercanda seolah melupakan kejadian yang terjadi belakangan ini.

⚫⚫

Step-BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang