Belakangan ini Felix makin sibuk. Gak heran sih karena ini tahun terakhir kuliahnya, dan dia mulai masuk semester tujuh. Ambisi utama Felix adalah menyelesaikan kuliah paling cepat 3,5 tahun dan segera melanjutkan gelar masternya di luar negeri.
Gue sangat terkesan dengan ambisi dan semangat Felix. Dan itu juga yang harus gue teladani dan tiru. Jadi gak heran belakangan ini gue juga jadi rajin belajar dan kuliah, biar gue juga bisa selesai kuliah 3,5 tahun.
Felix juga sedang sibuk menyusun skripsi dengan judul yang berhubungan dengan jurusan kuliah yang diambil, bisnis internasional. Tapi kesibukannya gak diimbangi dengan olahraga dan istirahat cukup, jadi sekarang dia terlihat sedikit gemukan.
"Fel, gue liat lo makin buncit deh. Sayang tuh sixpack lo ketimbun lemak!" ujar gue suatu waktu.
"Iya nih, sibuk penelitian, observasi, dll jadi gak teratur gini jadwal makan sama olahraga gue," keluhnya.
"Ati-ati, Fel. Ntar lo kenapa-napa lagi!" ujar gue cemas.
"Duuh, adik gue yang satu ini, perhatian banget sama kakaknya!" ujar Felix gemas mencubit pipi gue.
"Iyalah, ntar klo lo sakit gue juga yang ribet!"
"Iya deh Coco yang ganteng, Kakak Felix gak bakal cuek lagi deh sama kesehatan," ujarnya.
"Nah gitu dong! Btw, gak ada kerjaan nih sore-sore gini, kita tanding yuk!" tantang gue.
"Tanding apa?"
"Taruhan siapa yang bisa paling cepat lari di treadmill dengan jarak 5 km di bawah 30 menit, dia yang menang!" ujar gue pede karena yakin Felix kali ini gak bisa ngalahin gue.
"Hadiahnya apa?" tanya Felix antusias.
"Yang menang harus nurutin semua permintaan yang kalah selama seharian penuh!" ujar gue lagi.
"Oke, boleh. Siap-siap aja ya Co, hahaha.." ledek Felix dengan ketawa sinis.
Kita berdua kemudian tanding, karena treadmill di rumah cuma satu jadi pake giliran. Yang pertama gue, habis itu baru Felix.
Pertandingan dimulai. Felix memulai dengan warming-up disusul dengan sprint dan lari cepat sampai batas waktu yang ditentukan. Dan akhirnya Felix hanya membutuhkan waktu 27 menit untuk mencapai jarak 5 km.
Kemudian sekarang giliran gue. Dengan pedenya gue memforsir menit-menit pertama dengan lari sekencang-kencangnya tapi sialnya di menit-menit terakhir justru tenaga gue habis. Gue gak mau menyerah karena gue gak mau menyandang status kalah dari Felix untuk kesekian kalinya dalam taruhan.
Pada akhirnya gue memang harus mengakui keunggulan Felix dalam hal endurance. Total waktu gue 36 menit, dan otomatis gue kalah. Gak pake lama Felix langsung menagih janji gue.
"Aduh kaki gue pegel nih abis lari. Enak nih kalo ada yang pijitin!" ujar Felix kenceng.
"Iya, iya!" Dalam kondisi yang keringetan gue langsung memijat kaki dan betis Felix, gak lama Felix kembali bicara.
"Kalo udah selesai, jangan lupa beresin kamar gue ya masbro, sekalian sikat kamar mandi gue!" perintah Felix sambil cekikikan.
Gue cuma bisa tersenyum lemas dan berharap hukuman ini cepat berakhir.
⚫⚫
Gue sudah siap dengan segala rencana dan strategi yang disusun Alex untuk meyakinkan mantannya kalo kita adalah pasangan homo. Alex sudah merancang siasat untuk kita berdua lengkap dengan step-step dan kegiatan yang mungkin akan kita lakukan berdua secara terperinci.
Gue kini sudah berada di rumah Alex, tepatnya di ruang tamu rumahnya. Karena Alex tinggal sendirian, dia gak perlu canggung ketika menyambut gue hanya menggunakan handuk.
"Eh kamu, Marco. Masuk dulu, nanti saya kasih instruksi lebih lanjut. Marissa baru datang satu jam lagi mungkin," terangnya.
Gue kemudian duduk bersama Alex yang tampaknya belum akan masuk ke kamar untuk sekedar pakai baju, dll.
"Jadi gini, pertama kita akan bikin seolah Marissa sedang melihat kita melakukan kegiatan yang intim berdua," jelasnya. "Nah biar lebih meyakinkan kondisi kita berdua juga harus dalam keadaan yang meyakinkan, jadi kamu mengerti kan apa yang saya maksud?" lanjutnya.
"Jadi kondisi gue dan lo harus meyakinkan seolah kita sedang atau habis melakukan kegiatan yang intim berdua?" perjelas gue.
"Exactly, sekarang kamu cepat buka baju di kamar saya dan sisain hanya underwear yang melekat di badan kamu!" perintah Alex.
Gue segera masuk ke kamar Alex dan melepas semua baju hingga hanya menyisakan celana dalam. Gue pandangi badan gue lekat-lekat di cermin sebelum gue keluar dari kamar.
"Nah gitu dong, kan jadi lebih meyakinkan, sekarang sini saya jelaskan rencananya! Jadi kamu dan saya akan duduk bersama di sofa ini dengan pintu rumah yang setengah terbuka dan acara TV yang masih berjalan sehingga mengesankan kita berdua gak menyadari kedatangan Marissa. Setelah itu, Marissa akan tau kondisi kita berdua dan saya akan jelaskan bahwa kita berdua pacaran!" jelasnya.
"Tapi lo yakin, Lex. Nama baik lo gak apa-apa kalo kita berdua akting begini, nanti orang bakal mikir macam-macam tentang lo!" tanya gue.
"Gak akan, Co. Saya punya segudang rahasia Marissa, jadi kemungkinan dia akan membocorkan masalah ini kecil sekali!" ujar Alex mantap.
"Sekarang untuk lebih meyakinkan, kita berdua harus terlihat keringatan, jadi saya minta kita sekarang push-up, squat-jump supaya keringat kita keluar!" perintahnya.
Jadilah kita berdua push-up dan squat-jump bareng sampai beberapa hitungan hingga keringat tanpa sadar sudah mengalir deras di tubuh kami berdua.
"Nahh... sekaranghh... kita berdua sudah keringatanhh, saatnya menjalankanhh aksi kita..." ucap Alex ngos-ngosan.
Gue kemudian duduk di sofa yang akan secara langsung terekspos oleh orang yang baru masuk dari pintu sementara Alex duduk menghimpit di sebelah gue.
"Kalo nanti ada tanda pagar rumah ini berbunyi kamu harus ikutin apapun instruksi saya ya, apapun itu. Sekarang saya akan peluk kamu!" ujar Alex.
Alex kemudian memeluk gue dari samping dan sejurus kemudian gue merasakan ada benda yang mengeras sedang mengganjal dan gue bisa menebak itu adalah kontol Alex.
Gak lama pintu pagar rumah Alex berbunyi dan tanpa sadar gue langsung bertingkah seolah Alex adalah pacar gue dengan memeluknya erat-erat. Alex pun kembali melancarkan serangannya dengan mengecup bibir gue dengan bibir merah sensualnya hingga kita berdua kini berciuman hebat.
Awalnya gue agak kaget Alex bisa melakukan ini, tapi gue hanya bisa diam menerima tanpa bisa protes. Gak lama yang ditunggu tiba, dan seperti dugaan gue sebelumnya, adegan selanjutnya adalah adegan yang mungkin sering kita saksikan di film atau sinetron. Di mana Alex dengan kemampuan aktingnya berusaha terlihat kaget dan menjelaskan semuanya ke Marissa.
Gue hanya duduk di sofa sambil tangan gue memencet remote mencari acara TV yang bagus sementara Alex masih berbicara dengan Marissa di luar. Gak lama Alex langsung masuk rumah dan menerjang tubuh gue.
"Yihha, akhirnya dia percaya dan memutuskan untuk gak mengganggu hidup saya lagi. Thanks ya, Marco!" ujarnya girang seraya memeluk gue erat-erat. "By the way, soal akting yang tadi, sorry ya saya sampai harus cium kamu. Karena saya pikir, akting ini harus berjalan sempurna dan meyakinkan, jadi saya terlalu ekspresif sampai harus cium kamu segala!" jelasnya.
"Gak papa kok, Lex. Gue seneng bantu lo!" jawab gue cengengesan.
Dan sisa waktu hari itu gue habiskan berdua hanya dengan Alex, menonton TV atau hanya sekedar bercanda di dalam rumah yang tertutup rapat itu. .
⚫⚫
KAMU SEDANG MEMBACA
Step-Brother
General Fiction✔Another reuplaod gay themed story ✔Original writer : babyfacehunks ✔Don't like don't read ✔Be a smart reader, please!