Sebuah Pengakuan

19.1K 800 35
                                    

Fajar sudah menyingsing tapi gue sangat malas untuk bangun pagi. Kepala gue agak sedikit pusing karena gue sendiri lupa kapan terakhir kali gue makan.

Semalaman gue habisin waktu di beranda kamar sambil memainkan gitar dan memikirkan beberapa hal, termasuk hubungan gue yang memburuk sama Felix.
Gue gak bisa menyangkal bahwa memang gue kangen sama kakak gue itu. Kangen saat-saat dia becanda dan ngocol bareng. Kangen saat kita sparing partner di gym karena cuma dia yang bisa jadi spotter yang pas buat gue.

Gue bergeliat malas di tempat tidur selama kurang lebih lima belas menit sebelum akhirnya nyawa gue benar-benar ngumpul.

Hari ini akhir pekan. Minggu kedua gue ditinggal sendirian baik oleh bokap-nyokap gue yang ternyata memutuskan untuk memperpanjang bulan madunya dan juga oleh Felix yang pergi tanpa pamit. Sebenarnya bukan tanpa pamit, tapi memang gue yang menyebabkan dia gak bisa pamit pergi. Dan rasa itu yang sekarang bikin gue terus merasa bersalah.

Rumah ini makin sepi, gue cuma sendirian di rumah, ditemani Wisnu, pembantu laki-laki di rumah. Perasaan malas masih menyelimuti sampai sekarang. Gue gak ada mood mau ngelakuin apa pagi ini.

Dengan malas gue beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi. Gue sarapan pagi ini pun dengan perasaan malas, gak mood banget untuk beraktifitas pagi ini. Yang ada di pikiran gue sekarang ini cuma satu, pengen ketemu Felix dan minta maaf atas semua yang udah gue lakukan ke dia. Tapi sepertinya memang belum ada tanda-tanda bahwa dia akan pulang ke Indonesia.

Gue beranjak ke ruang TV ketika tiba-tiba ada SMS yang masuk ke hp gue.

Co, gue mampir ke rumah lo ya? Ada yang mau gue tunjukin.

Iya, dateng aja bro, gue juga lagi males keluar rumah!

Gue menunggu kedatangan Dion dengan menonton acara TV di ruang santai lantai atas. Acara pagi ini ada kartun Doraemon, kartun yang udah dari dulu tayang sejak gue masih sangat kecil sampai gue udah sebesar sekarang. Dan sampai saat ini gue gak pernah bosan untuk menontonnya. Ditemani oleh beberapa cemilan diatas meja gue menonton kartun kesayangan masa kecil gue itu.

Acara kini berganti dengan acara musik yang gak jelas. Karena makin lama makin gak jelas, gue ubah kegiatan hari ini, yaitu NONTON BOKEP. Gue dengan rasa penasaran tinggi segera mengacak-acak kumpulan DVD dan VCD yang berserakan di laci bawah TV, dan voila... gue nemuin satu keping VCD dengan sampul bergambar cewek dan cowok latin yang sedang nge-fuck. Langsung secepat kilat gue pasang dan tonton.

Film pun dimulai dengan cerita pengantar standar film bokep, beberapa menit pertama gue masih belum terangsang, tapi ketika si cowok sudah melakukan foreplay dan siap menusuk si cewek dengan kontol latin besarnya, gue mulai horny dan segera mengeluarkan kontol gue dari celana untuk segera di eksekusi.

Gue menonton film bokep ini dengan mata yang menatap layar, dan tangan yang bergerak naik turun beraturan. Intensitas kocokan di kontol gue semakin tinggi karena rasanya sebentar lagi gue akan muncrat. Tapi belum selesai gue menyelesaikan hajat gue ini, tiba-tiba handphone gue berdering. Telepon dari Dion.

"Co, gue udah di depan gerbang rumah lo nih. Mana Wisnu, udah gue klaksonin gak keluar juga."

"Iya tunggu, gue bukain pintunya."

Akhirnya kegiatan sakral gue ini harus berhenti dan kentang karena diganggu oleh kedatangan Dion. Gue meninggalkan video yang masih menyala kemudian turun dan membukakan gerbang lalu ke belakang rumah untuk mencari keberadaan Wisnu sementara gue menyuruh Dion menunggu di ruangan santai lantai atas tempat gue nonton tadi.

Step-BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang