Gue berjalan tergesa-gesa menuju kelas pagi ini. Gue telat bangun, dan ini sepertinya sudah jadi kebiasaan gue ketika ada kuliah pagi. Gue langsung mengetuk pintu kelas yang ternyata sudah ada dosennya.
"Permisi, Pak!"
Dion langsung mengarahkan gue untuk duduk di antara dia dan Tobi sementara Rendi gak masuk hari ini.
Setelah kuliah kelar, gue dan Dion serta Tobi langsung keluar kelas dan menuju kantin. Belum jauh dari kelas, ada seseorang yang meneriaki nama kita bertiga.
Ternyata itu Sylvia. Gue agak kikuk kalo berhadapan langsung sama dia karena dulu sempet punya rasa sama dia. Meskipun itu udah lama. Gue melihat ekspresi wajah Dion yang terkesan gak nyaman di situasi ini.
"Eh lo bertiga, main ngacir aja. Gue ada undangan nih dari adik gue!"
"Undangan apa sih, Vi, kok kayaknya penting banget?!" ujar Dion sedikit ketus.
"Itu ultah sweet seventeen adik gue, Maria!"
"Wah, banyak makanan dong nih!" samber Tobi tanpa malu.
"Ya iyalah. Dan khusus untuk elo, Co..." Sylvia memegang tangan gue dan gue liat Dion makin gak nyaman. "Lo harus dateng karena ini pesenan khusus adik gue!" sambung Sylvia.
"Cie... cie... ada yang naksir nih ceritanya," goda Tobi.
"Iya, waktu dulu Marco sering anter jemput gue, adik gue sering liat nih anak dan kayaknya tuh anak ada rasa deh sama lo, Co. Jadi lo wajib dateng ya! Jangan sampe kecewain adik gue!" pinta Sylvia. "Eh jangan lupa nih kasihin ke Rendi, dia gak masuk kayaknya hari ini!" lanjut Sylvia lagi.
"I-iya... gue bakal dateng kok," jawab gue cepet.
"Udah yuk, gue laper nih. Thanks ya, Vi. Mau bareng gak?" tawar Dion basa-basi.
"Oh gak usah. Gue sama temen-temen gue kok, bye!" balas Sylvia.
Saat perjalanan ke kantin.
"Lo tuh beruntung banget sih, Co. Belum lama putus sama cewek lo, eh udah ada yang naksir lagi, gak kayak gue. Kayaknya gue harus nunggu sampe lebaran monyet deh baru bisa dapet cewek kayak gitu!" pasrah Tobi.
"Hahaha... makanya kurusin badan lo dulu tuh, baru deh dapet cewek keren. Tapi percaya deh sama gue untuk satu hal, bahwa carilah cewek yang bisa terima lo apa adanya!" pesan gue.
"Iya, bener juga sih lo. Gak nyangka lo bisa sebijak ini, Co!" ujar Tobi seraya menjitak kepala gue.
"Ini lagi daritadi diem aja lo, Nyet. Sakit gigi?" kini giliran Dion yang kena jitak.
"Ah, sialan lo, gue lagi males ngomong!" potong Dion sewot.
Gue bisa tebak pasti Dion ngerasa jealous atas apa yang terjadi barusan. Hahaha.. itu yang bikin lucu, soalnya muka Dion jadi tambah ngegemesin.
⚫⚫
Pesta adiknya Sylvia digelar di cafe bernuansa alam di daerah Dago Pakar, Bandung. Tempatnya keren. Banyak ornamen bernuansa etnik yang menghiasi dinding sehingga memperkental suasana alamnya. View-nya pun menakjubkan, ratusan bahkan ribuan lampu kota Bandung menjadi penghias alami sehingga makin mempercantik suasana malam ini.
Gue dan Dion sengaja pergi berbarengan. Gak tau kenapa dia pengen nebeng bareng gue dan gak biarin gue buat pake mobil sendirian. Sampe di sana hampir semua tamu sudah datang, dan pesta pun segera dimulai.
Maria terlihat cantik malam itu. Gadis 17 tahun itu terlihat cukup dewasa untuk anak seusianya dengan cocktail dress emasnya. Sedangkan Sylvia gak kalah cantik. Masih ada sedikit perasaan gue sama dia tapi hal itu segera gue tepis dari pikiran.
Gue segera menghampiri si empunya acara dan menyerahkan sebungkus kado berpita biru muda. Maria terlihat sumringah menerima kado dari gue dan langsung mencium kedua pipi gue.
Dion melihat hal itu dari kejauhan dan terlihat jelas ekspresi ketidaksukaannya atas apa yang terjadi barusan. Hal itu semakin menjadi saat lebih banyak gadis-gadis seumuran Maria yanh terlihat berusaha mendekati dan menarik perhatian.
"Hai Kak, saya Bella, temennya Maria. Kakak kuliahnya di mana ya?" ujar salah satu gadis di pesta itu.
"Boleh minta pin BB atau nomor teleponnya gak, Kak. Soalnya aku mau masuk kampus itu kalo udah lulus sekolah nanti!" sambung teman Maria lainnya, Yola.
"Kakak suka fitness ya? Pantes badannya keren! Fitness di mana kak? Boleh minta diajarin gak kalo nanti aku join di tempat fitness Kakak!" kini Sandra yang berbicara.
"Kakak suka film apa, Kak? Kemarin pas aku lewat Blitz ada film bagus loh kak! Mau nonton gak?" kini giliran Alyssa yang melancarkan modusnya.
Gue hanya bisa senyum, geleng-geleng dan angguk-angguk terhadap semua celotehan mereka, karena masing-masing dari mereka pengen pertanyaannya didahuluin untuk dijawab. Gue menoleh ke tempat Dion tadi berdiri dan dia sudah gak ada disana. Hmmm... pasti udah cari mangsa dia. Gue pamit ke toilet sebentar utk menghindari serangan lanjut dari gadis-gadis ABG ini.
Gue mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati Dion sudah asyik bercengkrama dengan salah satu pengunjung pria di sana. Gue mengamati dari kejauhan bagaimana tangan nakal Dion mencoba menjamah tubuh calon mangsanya malam itu. Ada terbersit perasaan tidak suka atas perlakuan Dion tersebut dan gue berbalik arah untuk mencari kedua sahabat gue lainnya, Tobi dan Rendi yang kini sedang asyik menyantap makanan di salah satu pojok ruangan cafe itu.
Acara selesai jam sebelas malam, maunya sih agak lebih lama sedikit tapi karena dalam acara itu masih banyak remaja cewek yang gak berani pulang malam, jadi acara diakhiri jam sebelas malam. Meski begitu, Sylvia dan teman-temannya termasuk gue masih tetap belum beranjak dari tempat ini.
"Co, balik yuk, gue udah ngantuk nih!" pinta Dion.
"Masa baru jam segini lo udah ngantuk sih?" tanya gue heran.
"Gue tadi siang capek banget bersih-bersih apartemen, makanya sekarang badan gue pegel-pegel pengen istirahat!" terang Dion lagi.
"Bentar lagi ya, bro. Gak enak gue sama Maria kalo langsung cabut gitu aja!" terang gue.
"Ya udahlah, gue juga bisa pulang naik taksi sendiri. Have fun ya!" ada penekanan nada di kalimat terakhir Dion itu.
"Ya udah deh jangan ngambek gitu dong, gue pamitan sama Maria dulu ya!"Gue mengampiri Maria yang sedang ngobrol dengan salah satu tamunya.
"Maria, kakak pamitan dulu ya, masih ada urusan lagi!"
"Oh iya, Kak. Hati-hati di jalan ya, dan jangan lupa sama janji kakak ya!"
"Sip! Kakak jalan dulu ya!" gue sekalian berpamitan dengan Sylvia dan yang lainnya.
⚫⚫
Di mobil, Dion langsung bertanya apa maksud dari janji gue itu.
"Ada janji apa lo, Co, sama Maria?"
"Oh itu, dia minta diajarin cara desain gambar buat buku tahunan sekolahnya," jawab gue.
"Kenapa gak tanya sama Sylvia aja, dia kan kakaknya sendiri, kenapa harus sama lo?!"
"Lah emang dia maunya sama gue, emang salah?" tanya gue balik.
"Ya gak sih, cuma gue gak suka aja."
"Atas dasar apa lo gak suka. Gue lagi jomblo, dia juga, jadi gak salah dong kalo dia deketin gue?" jawab gue kemudian.
Dion hanya diam, dan sepanjang perjalanan sampai apartemen kita berdua hanya terdiam.
"Hati-hati, Co!" pesan Dion sembari berlalu menutup pintu mobil dan berjalan ke lobi apartemennya.
Gue hanya bisa menghela napas.
⚫⚫

KAMU SEDANG MEMBACA
Step-Brother
Algemene fictie✔Another reuplaod gay themed story ✔Original writer : babyfacehunks ✔Don't like don't read ✔Be a smart reader, please!