Karma

13.6K 574 15
                                    

"Co, please buka pintunya, gue mau ngomong sama lo!" suara Felix di depan kamar gue terus terdengar seiring dengan ketukan terus menerusnya di depan pintu.

Gue yang sudah tiga hari ini gak keluar kamar memang membuat banyak orang khawatir, termasuk nyokap, bokap dan Dion. Dion bahkan sudah datang ke sini di hari pertama gue mengurung diri. Tapi gue emang gak mau diganggu sama siapa pun. Gue ngerasa kotor. Apalagi kejadian malam itu bener-bener menjadi mimpi buruk buat gue.

Gue bingung apakah aib seperti ini pantas untuk diceritakan jika ada yang menanyakan alasan kenapa gue mengurung diri selama ini.

Gue hanya tiduran di kamar, sesekali menonton acara TV atau membaca komik, tapi kegiatan yang paling sering gue lakukan untuk sekarang ini adalah duduk termenung dengan tetesan airmata yang kadang keluar tanpa diperintah.

Gue jijik sama diri gue sendiri dan terus menyalahkan diri gue sendiri atas semua yang telah terjadi. Pantat gue masih terasa sedikit perih walaupun rasa sakitnya sudah banyak berkurang. Ketukan di pintu kamar sudah tak terdengar lagi. Agaknya Felix sudah letih untuk berharap gue mau memaafkannya.

Gue akhirnya membuka pintu dan berjalan menuju balkon utama di lantai dua. Duduk diam di sini sambil menghirup udara segar di pagi hari adalah salah satu cara gue melepas ketegangan selama ini. Sudah sangat lama gue gak merasakan suasana seperti ini, hening, penuh kedamaian dan nyaman tapi itu gak lama sampai semuanya terusik karena kedatangan sosok yang gue sangat tidak sukai saat ini.

"H-hai Co!"

Gue gak mengacuhkannya. Kalo sekarang ada cairan kimia yang bisa bikin orang ilang sekejap mata pasti udah gue siram ke dia.

"L-lagi ngapain, Co? G-gue cuma mau minta maaf sama lo, Co! Gak seharusnya gue ngelakuin itu." terdengar suara Felix mulai tercekat.

Gue masih tetap terdiam.

"Lo gak bisa giniin gue, Co. Kalo lo mau lo bisa pukulin gue sampe mati, tapi jangan diemin gue kayak gini. Ini bikin perasaan gue tambah parah!" Felix mulai menangis.

Enak banget nih orang setelah semua yang dia lakuin ke gue dia cuma bisa minta maaf dan lepas gitu aja.

Gue beranjak dari bench dan berencana ke kamar tapi tangan Felix mencegah gue.

"Co, please, gue nyesel banget. Kalo ada hal yang bisa bikin lo bisa maafin gue, gue rela ngelakuin apa aja untuk itu!"

Gue tepis tangan Felix kemudian berlari ke arah tangga alih-alih ke kamar. Felix mengejar dan menyambar tangan gue.

"Emang setelah lo minta maaf semua akan balik seperti semula? Emang setelah lo minta maaf sakit hati dan fisik gue bisa balik lagi? Gak segampang itu, Fel! Gue percaya lo sebagai kakak yang bisa lindungin gue tapi ternyata lo yang malah ngerusak hidup gue!"

Felix tertunduk. Dia makin menunjukkan perasaan bersalahnya. Gue beranjak menuju kamar tapi Felix terus memegangi tangan gue.

"Please, Fel, lepasin tangan gue!" gue menangkis tangan Felix dan mendorong tubuhnya hingga terhuyung mundur.

Gue sama sekali gak menengok ke arahnya. Gue jijik liat muka Felix. Gue masuk ke kamar dan lega bahwa Felix sudah gak mengikuti gue lagi. Di kamar gue lempar tubuh gue ke kasur dan tak lama gue terlelap.

⚫⚫

Sorenya, terdengar suara ribut-ribut di luar kamar. Gue melirik jam dinding yang menunjukkan pukul empat sore. Gak lama Wisnu mengetuk pintu kamar. Gue berjalan gontai dan membukanya.

"Mas... Mas Marco harus cepat ke rumah sakit sekarang!" ujar Wisnu panik.

"Lo apaan sih dateng-dateng panik gitu.
Emang siapa yang sakit?"

Step-BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang