Waktu Yang Berkualitas

14.3K 586 10
                                    

Sejak kasus ulang tahun Maria, Dion sedikit berubah sikap sama gue. Gak se-over protektif sebelumnya. Gak tau mungkin dia udah sadar kalo sebenernya dia gak ada alasan untuk larang gue deket sama Maria atau cewek lainnya. Meskipun masih ada sikap cemburu yang menghinggapinya, gue cuma bisa memakluminya.

Perasaan gue ke Dion jujur cuma sebatas sahabat. Tapi kadang gue suka bertanya dalam hati, apakah benar hanya sebatas sahabat. Karena banyak hal yang bisa membuat gue ragu atas perasaan itu.

Gue selalu gak suka kalo Dion terlalu dekat sama orang lain dan menghabiskan lebih banyak waktunya dengan orang lain daripada dengan gue. Gue harap ini hanya sebatas perasaan sayang gue sebagai teman, gak lebih. Gue justru takut kalo perasaan sayang gue ke Dion bukan sebagai teman tapi dalam arti lain.

Aktivitas gue minggu ini cuma berkutat sama kertas ujian. Karena minggu-minggu ini adalah minggu UAS. Gue harus fokus untuk dapetin nilai yang bagus, karena bokap nyokap bakal kasih gue hadiah kalo bisa dapet IP di atas 3.

Setelah semua ujian yang menyebalkan itu selesai gue lega banget. Weekend ini gue butuh refreshing. Terlintas di otak gue satu hal, main air. Gak lama gue langsung SMS tiga temen gue.

Bro, weekend main ke Jkt yuk, kita berenang di WaterBom! Gue udh lama gak refreshing, suntuk gue!

Gak lama Dion bales.

Boleh tuh, ajak sekalian Tobi ama Rendi

Namun gak lama Rendi SMS.

Yah Co, gue udah ada janji sama cewek gue mau jalan weekend ini.

Dan Tobi juga membalas

Sorry Co, nyokap gue dateng dari Manado nih, lagi inspeksi kostan. Kayaknya gak bisa deh!

Perfect. Tobi dan Rendi gak bisa dan untuk kesekian kali gue hanya akan jalan berdua sama Dion. Kita seperti memang sudah ditakdirkan untuk selalu bersama.

⚫⚫

Perjalanan Bandung-Jakarta lewat tol cuma makan waktu dua jam lebih. Kita sempet istirahat di rest area untuk makan sebelum berangkat kembali. Karena hari ini weekend tempat wisata ini pasti padat. Kita sudah mengantisipasinya dengan berangkat lebih pagi supaya bisa menikmati wahana permainannya lebih lama.

Kita sampai di sana pukul sepuluh pagi dan langsung ganti baju. Gue pake speedo sedangkan Dion pake swimwear model bikini warna kulit. Gue cukup kaget sama pilihan celana renang Dion. Bukan apa-apa tapi badan Dion yang putih atletis mulus ditambah swimwear berwarna senada dengan warna kulit membuat dia terlihat sekilas seperti telanjang. Cuma gue gak permasalahin karena kayaknya dia nyaman sama apa yang dia pake. Gak terhitung berapa banyaknya cewek-cewek dan sedikit cowok di sekitar sana yang memandang Dion seperti ingin menerkamnya.

Kita mengabiskan waktu bersama dengan berenang bareng, main ombak, ciprat-cipratan sampai bersantai berjemur di bawah sinar matahari. Walaupun kayaknya sih salah tempat kalo mau niat tanning kulit di cuaca Jakarta yang sepanas ini.

Gue bahagia banget bisa habisin waktu dengan salah satu sahabat terbaik gue. Apalagi refreshing ini juga sebagai obat gue untuk cepat melupakan Cynthia. Gue sepertinya merasa bahwa gue sudah bisa move on dari pengalaman menyakitkan kemarin dan siap membuka lembaran kisah cinta baru dengan orang yang gue cintai. Tapi itu nanti, karena gue masih pengen ngabisin waktu bareng sahabat gue ini.

"Co, lo udah gak galau lagi karena Cynthia kan?" tanya Dion saat kita sedang bersantai di bench di pinggir kolam.

"Hmm... gak lah. Gue udah berusaha untuk lupain semua kenangan gue sama dia, walaupun itu sulit!" gue sedikit tercekat berbicara ini.

"Iya, gue bisa ngerti kok. Lo udah lama sama dia, tapi gue yakin banyak orang di luar sana yang sayang sama lo, Co! Termasuk gue!"

"Iya, thanks banget bro. Lo emang sahabat terbaik gue!"

⚫⚫

Hari sudah sore dan kita menyudahi senang-senang kita saat ini. Pulang dari renang kita lanjutkan dengan makan dan karaokean di salah satu mal di daerah Kelapa Gading. Kita berdua gak habis-habisnya saling bercanda dan mengumbar tawa.

Gue akui hari ini adalah hari yang cukup sempurna buat gue. Bisa pergi bareng sahabat yang gue sayang. Bisa habisin waktu bareng Dion. Tapi sayangnya, Tobi dan Rendi gak bisa dateng, padahal bisa sempurna banget kalo ada mereka.

Gue bersyukur banget sama Tuhan karena dikelilingi oleh orang-orang baik. Sahabat yang pengertian dan setia kawan, kakak yang baik serta orangtua yang demokratis.

Setelah semua kegiatan kita lakukan, sudah waktunya kita untuk pulang dan istirahat. Setelah mengantarkan Dion ke apartemennya, gue kemudian mengarahkan laju mobil untuk pulang ke rumah. Badan gue rasanya udah pegel banget setelah beraktivitas seharian.

Dari depan rumah gue liat ada mobil Felix di garasi. Tumben banget tuh anak jam segini udah ada di rumah. Biasanya dia pulang ke rumah diatas pukul sepuluh malam.

Gue langsung ke lantai atas dan berjalan menuju ke kamar. Dari luar kamar Felix gue denger dia sedang berbincang dengan orang lain, gak terlalu jelas suaranya karena ketutupan suara keras dari audio set yang ada di kamarnya.

Gue ketuk kamar Felix untuk minta dia kecilin sedikit volume musik yang dia setel karena gue mau istirahat. Saat ketukan ketiga si empunya kamar keluar dengan penampilan acak-acakan dan dari suaranya sedikit tercium bau alkohol.

"Kenapa, Co?"

"Kecilin dikit dong volume musiknya Fel, gue mau istirahat nih!" jawab gue.

"Masuk dulu deh!" ajak Felix.

Kemudian gue masuk dan mendapati seorang cowok sedang bertelanjang dada duduk di ranjang Felix. Dilihat dari suasana kamarnya, agaknya Felix sedang atau abis pesta miras. Dilihat dari beberapa botol yang berjejer di atas meja dekat tempat tidurnya.

"Lo abis minum, Fel?" tanya gue gak percaya.

"Iya, emang kenapa?"

"Aduh Fel, lo tuh bakal ngerusak badan lo kalo kelakuan lo kayak gini!"

"Ah, udah deh jangan banyak bacot. Gue mau lo sekarang tidur di kasur gue!" perintah Felix.

"Buat apa?" tanya gue heran.

"Udah deh dari tadi banyak tanya lo!"

Tiba-tiba Felix maju dan berjalan ke arah gue. Temannya Felix yang belakang gue ketahui bernama Andre yang sudah bertelanjang dada mengikutinya.

Gue tentu saja panik tapi gue berusaha untuk tenang. Kini kita bertiga sudah berdiri berhadap-hadapan, terpisah beberapa sentimeter satu sama lain. Jantung gue berdetak kencang, tak tahu harus berbuat apa. Tatapan mata Felix dan Andre sangat mengganggu gue. kelihatan sekali bahwa mereka berdua tidak sedang dalam keadaan baik.

"Kalian berdua mau apa?" tanya gue agak ketakutan. Gue terpojok.

Tanpa diduga, Felix dan Andre langsung menerjang tubuh gue. Gue gak berdaya diserang dua pria bertubuh tegap dan lebih besar dari gue.

Dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

⚫⚫

Step-BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang