Gue masih berdiri mematung, memandangi kakak tersayang gue itu yang sedang duduk menunduk di sofa. Gue kehabisan kata-kata untuk diucapkan. Perasaan gue saat ini gak jelas. Antara kaget, marah, dan kecewa jadi satu.
Kakak yang jadi panutan gue selama ini, kakak tiri yang udah gue anggap sebagai saudara kandung gue sendiri, gue gak nyangka dia menyembunyikan hal itu selama ini, menyembunyikan fakta bahwa dia adalah seorang pecinta sesama jenis.
Gue bingung antara mau diskusikan hal ini atau menghindarinya. Gue berjalan gontai ke kamar dengan perasaan kalut dan galau.
"Co... Co, gue mau bicara sama lo tentang kejadian tadi!" terdengar suara Felix yang mengetuk pintu kamar gue.
Gue dengan cuek gak memedulikannya, langsung memasang headset di kuping gue sambil mendengarkan musik-musik yang bisa membuat perasaan dan hati jadi tenang. Tanpa sadar gue tertidur.
⚫⚫
Esok paginya, seperti biasa di meja makan, gue sarapan pagi bareng kedua orangtua gue tapi minus Felix karena dia udah berangkat kuliah pagi-pagi banget. Untung deh, kalo ada dia di meja makan ini justru nafsu makan gue yang hilang. Bokap Nyokap gue mulai membahas masalah sehari-hari termasuk kuliah gue.
"Gimana, Co. Kuliah lancar?" tanya Daddy.
"Iya, Dad!" jawab gue singkat.
"Oh iya, Daddy lupa kasih tau kamu. Besok sampai dua minggu ke depan, Daddy sama Mami kamu akan ke Singapore untuk urusan bisnis sekaligus menghadiri resepsi pernikahan saudara Daddy di sana!" terang Daddy.
"Iya, Sayang. Mami rencananya sekalian mau honeymoon sama Daddy. Kan kemarin-kemarin kamu nagih ke kita untuk kasih adek baru. Sekarang waktunya kita berdua wujudin keinginan kamu itu!" tambah nyokap gue.
"Wah iya, Ma. Aku boleh nitip sesuatu gak?" pinta gue. "Beliin parfum favorit aku di sana. Kan di sana parfum murah-murah, nanti didoain deh biar lancar honeymoon-nya!" pinta gue cengengesan.
Gue menyudahi sarapan pagi itu dengan obrolan ringan bareng mereka.
⚫⚫
Di kampus, gue masih gak konsen. Masih teringat peristiwa kemarin, dan yang lebih parahnya hari ini Sylvia gak muncul di kampus, padahal hari ini ada kuis mata kuliah Sejarah Seni Budaya Indonesia. Setahu gue Sylvia sama sekali gak pernah ngelewatin satu kuis sekalipun, tapi sekarang dia malah gak masuk. Dan hal ini disadari oleh Dion, sahabat baik Sylvia.
"Eh, kok Sylvi gak masuk yah. Padahal kan hari ini ada kuis, gak biasanya dia kayak gini!" ujar Dion.
"O-oh iya yah, gak biasanya sih dia begini. Mungkin lagi sakit bro, kita dateng ke rumahnya yuk ntar!" ajak gue.
"Boleh deh, gue khawatir sama dia."
Pulang kuliah, gue dan Dion langsung pergi ke rumah Sylvia. Sampai di sana, kata pembantunya Sylvia lagi gak bisa ditemuin bahkan sama sahabatnya sendiri.
Dion makin heran dan penasaran dengan perubahan sikap Sylvia. Tapi gue kayaknya tau apa alasannya. Felix.
Gue yang masih segan pulang ke rumah sore begini, meminta Dion untuk gue bisa mampir ke apartemennya. Dan Dion mengijinkan bahkan saat gue minta menginap di rumahnya.
"Kebetulan kakak gue lagi tugas di luar kota, jadi gue gak sendirian!" jawab Dion.
Gue memang tadi pagi sudah menyiapkan beberapa potong baju, jaga-jaga kalo gue mau menginap di rumah orang untuk menghindari Felix.
Sampai di apartemen, ada sms dari Felix yang menanyakan keberadaan gue di mana, tapi gue gak peduliin, males untuk berhubungan sama dia.
Gue ajak Dion untuk fitness bareng sembari melepas stress dan relaksasi di ruang saunanya. Pulang fitness gue liat ada belasan sms dan puluhan missed call dari Felix.
Gue heran, ini orang kenapa sih kok ngotot banget hubungin gue. Jangan-jangan dia mau ngapa-ngapain gue lagi nanti, iiihhh...
Gue memutuskan untuk men-silentmode-kan handphone gue demi menghindari 'teror' dari Felix.
⚫⚫
Sementara di rumah, Felix sedang duduk di balkon kamarnya dengan perasaan gundah karena Marco sangat susah untuk dihubungin. Felix hanya ingin menjelaskan dan berusaha jujur kepada adik kesayangannya tersebut. Tapi sepertinya Felix sadar bahwa sekarang Marco sedang berusaha menghindarinya.
⚫⚫
Gue menghabiskan waktu malam ini dengan bermain playstation 3 di kamar Dion. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi kita berdua masih asyik main. Tapi karena besok ada kuliah pagi, Dion berinisiatif menghentikan permainan ini dan mengajak tidur.
"Udahan ah, Co. Besok ada kuliah pagi, tidur aja yuk!" ajak Dion.
"Ya udah deh!" jawab gue pasrah seperti anak kecil yang disuruh berhenti main oleh ibunya.
Dion kemudian melepas seluruh pakaiannya dan tidur hanya menggunakan CD tipis.
"Eh... eh... lo ngapain?" tanya gue.
"Apaan sih. Gue klo mau tidur emang begini. Lo juga dong biar sama-sama enak.
Gue akhirnya melepas seluruh pakaian dan hanya menyisakan CD putih tipis yang menempel di tubuh gue.
"Body lo bagus, Co. Gue jadi nafsu deh.. Hahaha..." goda Dion.
"Ah, enak aja lo. Udah ah, tidur deh, ngantuk gue!"
Gue pun tidur sekasur sama Dion dengan selimut menutupi tubuh atletis kita berdua yang hanya tertutup celana dalam.
Selamat malam.
⚫⚫

KAMU SEDANG MEMBACA
Step-Brother
Tiểu Thuyết Chung✔Another reuplaod gay themed story ✔Original writer : babyfacehunks ✔Don't like don't read ✔Be a smart reader, please!