Semuanya Pergi

10.7K 457 12
                                    

"Marco Sayang, bangun dong. Mama mau bicara sama kamu!" ketuk nyokap di pintu kamar gue di suatu pagi.

Gue membuka pintu dengan malas dan kembali beringsut ke bawah selimut, sementara nyokap gue duduk di ujung ranjang mengelus manja rambut gue.

"Mama tau, ini memang berat buat kamu jalani. Tapi asal kamu tau bukan kamu aja yang merasa kehilangan. Daddy dan Mama juga merasakan hal yang sama, Nak!" ujar nyokap.

"Iya, tapi nanti kan Coco bakal sendirian di rumah, gak ada Felix. Daddy sama Mama kan mobile di luar terus, jarang di rumah!"

"Aduh, dasar anak Mama yang manja. Udah 20 tahun sifat manjanya gak ilang-ilang juga. Ayo bangun dong, Sayang. Kasian Kakak kamu udah nunggu di bawah!"

Gue sejenak membayangkan masa-masa dimana gue pertama kali masuk kamar ini, saat-saat di mana gue harus masuk ke kehidupan baru, di mana gue punya kakak dan bokap tiri.

Dan kini gue merasa bahwa semua hal yang gue jalani ini terasa singkat, sangat terasa singkat. Gue kemudian bangkit dari kasur dan menuju kamar mandi. Hari ini mungkin jadi hari yang paling gue gak suka. Hari yang paling gak gue inginkan untuk terjadi dalam hidup gue.

Ya, hari ini Felix harus benar-benar pergi dari rumah ini, pergi dari Indonesia karena dia harus mengejar gelar masternya di Amerika. Gue agak gak rela melepas kepergian Felix, karena hanya dia satu-satunya orang terdekat yang gue miliki setelah Cynthia dan Dion pergi. Gue masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Felix harus pergi secepat ini. Bahkan karena perasaan gak rela itulah sampe-sampe gue gak kuat untuk memandang wajahnya.

"Ayo sekarang kita berangkat," ajak Daddy.

"Dad, Coco boleh pakai mobil sendiri ke bandara, gak bareng sama kalian karena abis dari bandara rencananya Coco mau mampir ke rumah temen SMA Coco," ujar gue yang sebenernya berusaha menghindar agar tidak semobil dengan Felix.

"Oh yaudah. Yuk berangkat sekarang, biar gak telat!"

Perjalanan ke bandara yang biasanya ditempuh selama tiga jam terasa sangat singkat. Gue heran kenapa disaat gue ingin berlama-lama dengan orang yang gue sayang malah waktu cepat banget berlalu. Rasanya masih hangat kebersamaan gue dan Felix dan kini dia benar-benar harus pergi. Felix orang kesekian dalam hidup gue yang datang dan pergi meninggalkan kesan yang membekas di memori otak gue. Tapi gue masih ingat satu hal bahwa Felix gak akan pergi selamanya, dia akan tetap kembali ke Indonesia.

Gak terasa memang waktu cepat berlalu sejak nyokap dan daddy menikah hingga sekarang kini kita semua sekeluarga sedang duduk di ruang tunggu bandara.

Gue dengan gelisah memandang arloji yang terus berdetak. Berharap waktu bisa berhenti untuk sekian lama sampai gue bisa rela mengikhlaskan Felix untuk pergi. Tapi sepertinya waktu memang tidak bisa berhenti, semua harus berjalan sebagaimana mestinya.

"Dad, aku pergi dulu ya. Jaga baik-baik mama dan adik aku!" pesan Felix ke Daddy.

"Iya, Nak. Kamu juga jaga diri baik-baik, Daddy akan selalu merindukan kamu!" peluk Daddy erat.

"Ma, aku berangkat ya. Jaga kesehatan ya, Ma. Dan cepat-cepat kasih Coco adik baru biar dia gak kesepian lagi!" pesan Felix juga ke nyokap.

Nyokap hanya tersenyum sembari meninggalkan kecupan manis di kening Felix.

"Dan elo, Co," Felix menghampiri gue yang sedang duduk menundukkan wajah.
"harus jadi orang yang kuat, jangan lemah, gue yakin lo bisa ngelewatin semua ini. Jaga kesehatan ya, Co, jangan sering pulang malam. Dan yang pasti gue akan selalu rindu sama lo, Co. My lil bro, adek tersayang gue!" Felix memeluk gue erat, sangat erat sehingga seolah-olah dia seperti sedang mengungkapkan semua perasaannya. Matanya sedikit basah begitu juga gue dan akhirnya Felix melangkah pergi menjauh dari kita semua hingga menghilang dari pandangan.

Step-BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang