"Kak, Kak Marco. Kok jadi bengong sih?" tanya Dava.
"Eeh... iya Dav, gue ke kelas dulu ya. Gue baru inget kalo dosen mata kuliah gue nanti suka kasih kuis dadakan, gue balik ke kelas dulu ya!" jawab gue terburu-buru.
Belum sempat Dava membalas, gue sudah menghilang dari pandangannya. Sejujurnya gue gak bisa kayak gini, berusaha menghindari arti kebersamaan gue dengan Dion selama ini sebagai apa, teman, sahabat karib atau justru lebih dari itu.
Pantaskah Dion gue panggil sebagai pacar?
Jawabannya masih gue cari sampe detik ini, karena gue sendiri justru sekarang sedang bingung, sebenarnya apa orientasi seks gue ini.
Gue terus memikirkan hal ini sampe menuju kelas dan secara kebetulan kelas baru saja akan dimulai.
⚫⚫
Hari ini mungkin jadi hari yang paling mendebarkan. Bukan untuk gue karena bakal dapet sesuatu atau lainnya, tapi untuk Felix karena hari ini dia bakal mengetahui hasil kerja keras dia selama hampir 3,5 tahun berkutat dengan buku dan laptop, karena hari ini penentuan kelulusan yang selalu ditunggunya.
Di satu sisi gue senang, karena itu berarti Felix akan punya banyak waktu ke depannya, tapi di sisi lain gue justru sedih karena mengetahui Felix akan pasti secepatnya meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan gelar masternya di luar negeri.
Dari sejak awal berangkat kuliah bersama tadi pagi, ketika di meja makan Felix sudah menampakkan raut kegugupan di wajahnya yang manis. Bokap berpesan agar Felix mengusahakan dirinya jangan sampe gugup, karena itu justru bisa jadi penghalang saat sidang nanti. Felix juga berpesan agar jangan ada yang menghubunginya sampai nanti malam karena dia ingin bikin kejutan. Iya kalo kejutannya berupa kelulusannya, nah kalo kejutannya berupa Felix terjun dari lantai teratas Senayan City karena gagal pas sidang kan repot juga, jadi gue gak terlalu mengindahkan pesan Felix untuk tidak mengganggunya.
Gue hanya mengirimi beberapa SMS berisi kata-kata bijak yang gue copas dari internet untuk membuat hatinya sedikit lebih tenang.
Setelah pulang kuliah gue langsung cabut pulang ke rumah. Gak mampir kemana-mana dulu karena gue mau langsung ngumpul sama bokap dan nyokap yang sudah menunggu di rumah sekalian menunggu informasi kelulusan Felix.
Sampai di rumah, bokap nyokap sudah duduk nyaman di ruang keluarga. Bokap asyik baca koran via iPad-nya, sementara nyokap sibuk gonta ganti channel TV. Gak lama Felix datang dengan wajah sendunya. Pikiran kita semua udah mengarah ke hal terburuk sebelum akhirnya Felix melompat kegirangan dan memeluk erat bokapnya.
"Dad, aku lulus Dad, aku lulus!" ujar Felix memeluk erat bokapnya. Felix kemudian memeluk nyokap dan terakhir memeluk erat gue.
"Marco, my man, gue lulus, Co!" ujarnya.
"Iya gue ikut seneng, Fel. Selamat ya!" ujar gue.
"Ya udah, kita makan dulu yuk. Mama udah buatin makanan kesukaan kamu, Fel, yuk!" ajak nyokap.
Kita kemudian berempat saling berbincang sampai larut malam. Perbincangan gue dan Felix kemudian berlanjut berdua di teras kamarnya yang menghadap taman. Kita membincangkan banyak hal, termasuk rencana kepindahan Felix ke luar negeri.
"Fel, kalo lo ntar kelar di wisuda mau langsung lanjut ambil master atau istirahat dulu?" tanya gue.
"Langsung lah. Kelar dapet gelar sarjana gue di sini, ya gue langsung cabut ke luar ambil master!" jawabnya yang bikin gue sedikit sedih.
"Terus gue jadi ditinggal dong sama lo?" tanya gue sedikit manja.
"Ya iyalah my baby bro, gue paling cuma dua tahunan di luar. Kelar kuliah gue langsung pulang lagi ke Indo," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step-Brother
General Fiction✔Another reuplaod gay themed story ✔Original writer : babyfacehunks ✔Don't like don't read ✔Be a smart reader, please!