"Oh, jadi lo baru putus sama cewek lo yang dulu," ujar gue saat mencoba mengorek status Alex saat ini.
"Iya, saya liat dia jalan bareng sama mantannya yang dulu, ya udah saya putusin!" jawabnya.
"Lah kok cepet banget mutusin kayak gitu, siapa tau dia cuma temenan aja, gak lebih."
"Iya sih, cuma kalo jalannya mesra pake rangkulan mesra apa bisa disebut temenan aja?!" jawabnya gusar.
"Mungkin lo sendiri juga salah kali, terlalu sibuk sama kerjaan, jadi cewek lo cari perhatian dari cowok lain."
"Iya sih. Saya akui saya memang work-a-holic banget. Cuma hal itu gak bisa dijadikan alasan dong sama dia buat selingkuh sama orang lain!"
"Jadi sekarang status lo jomblo dong?" tanya gue lagi.
"Iya, lebih enak jomblo, bebas dan gak terikat, dan yang pastinya saya masih belum mau pacaran lagi sampai saya nemu orang yang pas," jawabnya.
"Maksudnya?"
"Orang yang bisa mengerti kesibukan saya dan gak banyak nuntut!" jelasnya,"kalo kamu gimana?" Alex balik tanya.
Gue kemudian menjelaskan status hubungan gue dengan Cynthia yang sudah cukup lama berakhir. Sampai cerita soal perjodohannya.
"Oh... berarti udah lama juga ya kalian pacaran, udah tiga tahunan. Emang gak ada jalan keluar lagi sampai harus bubar?" tanyanya.
"Menuru gue sih kalo tetap dipertahanin itu justru malah bikin kita berdua sama-sama tersakiti, jadi lebih baik gue mundur pelan-pelan dari hidup dia," jawab gue diplomatis.
"Ya ampun, udah deh gak usah diterusin, daripada nanti kamu jadi galau. Tapi kamu udah move on kan?"
"Udah sih," jawab gue.
"Jujur ya, saya ini tipe orang yang gak gampang dekat sama orang lain. Saya sendiri aja heran ternyata diri saya bisa menerima kamu seramah ini, haha.. Banyak yang bilang saya sombong dan pilih-pilih teman, tapi saya aslinya gak seperti itu."
"Haha... mungkin karena sifat lo yang workaholic ini jadi jarang orang yang mau ngobrol lama sama lo, orang sibuk sih!" canda gue.
Kita berdua kembali berbincang tentang berbagai hal sampai waktu gak terasa udah malam.
"Eh udah malam nih, kamu saya antar pulang ya?"
⚫⚫
Keesokan paginya gue bangun tidur dengan suasana sepi. Hanya ada gue sendirian di rumah. Bokap nyokap sudah beraktifitas sesuai dengan kesibukan mereka masing-masing, sementara Felix dan Wisnu sedang di rumah sakit.
Gak enak juga ya sendirian kayak gini. Kuliah gue masih libur, penerimaan mahasiswa baru.
Gue melangkah keluar kamar dan menuju ruang santai. Di sana ada tumpukan DVD film-film baru yang belakangan jarang gue tonton. Gue berencana ke rumah sakit nanti sore, jadi dari pagi sampai sore ini gue sama sekali gak ada aktifitas.
Gue kemudian memasukkan keping kaset DVD ke player-nya dan menonton film ditemani beberapa kudapan kecil di atas meja.
Tiba-tiba pintu bel rumah gue berbunyi, dengan malas gue turun ke bawah untuk membuka pintu. Ternyata tamu itu Dion. Gue langsung mempersilakan masuk dan mengajaknya ke ruangan santai tempat gue nonton film di lantai atas.
"Apa kabar, Co? Nih gue bawain makanan, pasti jam segini lo belum nyiapin makanan kan?"
"Oh iya, tau aja lo gue lapar. Thanks ya! Lo ke sini Alena tau?" lanjut gue.
"Udah deh, gue lagi gak mau ngomongin Alena. Gue mau habisin waktu gue sama lo hari ini, jadi stop bahas masalah yang bisa bikin mood kita berdua turun!"
"Iya deh, iya."
"Apa kabar, Co?" tanya Dion kaku.
"Apaan sih lo, aneh banget!" jawab gue bingung.
"Nggak, cuma rasanya sejak kejadian di apartemen waktu lalu, lo sama gue jadi makin jauh."
"Masa sih, gue gak ngerasa ah," elak gue.
"Kesannya lo jadi menjauh dari gue, kenapa sih?" tanya Dion lagi.
"Nggak ah. Mungkin emang gue yang butuh waktu untuk sendiri," jawab gue lagi.
Kita berdua kembali fokus untuk nonton film. Di tengah nonton film, Dion memulai aksi yang pernah dia lakukan tempo hari di bioskop. Dimulai dari senderan mesra di bahu gue sampe bibirnya yang mengecup lembut pipi gue. Gue merespon hal itu dengan sama baiknya, bibir gue mulai mengecup bibir tipis Dion dan selanjutnya ciuman kita semakin dahsyat.
Lanjut dengan tangan Dion yang menelusup masuk ke kaos yang gue kenakan dan jarinya mulai memilin puting gue. Dion kemudian menindih gue dengan bagian selangkangannya bergerak maju mundur. Gue yang mulai nafsu kemudian menyadari satu hal.
"I-ini s-salah. Kita gak boleh begini lagi!" gue mendorong pelan tubuh Dion.
"Salah apa? Ini gak salah, gue sayang sama lo, dan hal ini yang bisa bikin gue senang!" ucapnya.
"Stop, please, cukup. Kita udah janji kalo kita cuma sahabatan aja, gak lebih. Apa sahabatan ngelakuin hal kayak gini?" tanya gue.
"Lo ini kenapa sih, Co. Sejak kejadian kemarin lo jadi dingin gini sama gue, emang salah gue apa?" tanyanya.
"Gue cuma gak mau kehilangan lo. Kalo kita begini terus, ini malah bikin kita bisa pisah!"
"Kenapa? Karena Alena? Bullshit alasan lo! Gue tau lo begini karena apa? Karena cowok yang kemarin malam di rumah sakit kan?!" ujar Dion geram.
"Siapa? Alex? Ini gak ada hubungannya sama dia! Gue sama dia gak ada apa-apa, percaya sama gue!"
"Ah basi lo! Inget ya, Co. Sebelumnya belum ada orang yang pernah main sama gue, tapi gue bersedia ML sama lo kemarin karena lo satu-satunya orang yang gue percaya, orang yang gue sayang, tapi lo malah kayak gini," ujar Dion makin geram.
"M-maksud g-gue bukan gitu bro. M-maksud gue..."
"Udahlah! Males gue ngomong sama orang kayak lo, gue balik sekarang!"
Dion kemudian bangkit berdiri dan pergi sementara gue duduk terdiam memandangi film yang masih berputar.
Aarrgghh... kenapa semuanya bisa jadi kayak gini.
Gue menghela napas panjang.
⚫⚫
KAMU SEDANG MEMBACA
Step-Brother
Fiksi Umum✔Another reuplaod gay themed story ✔Original writer : babyfacehunks ✔Don't like don't read ✔Be a smart reader, please!