Suara detakan keyboard menggema di seluruh pojokan. Ruangan itu terasa sepi hanya detak jam dan suara yang di hasilkan keaboard yang terdengar.
Seorang pria menatap layar di hadapannya dengan serius tak memperdulikan dinginnya malam yang mulai menusuk kulit.
"Huft! Selesai juga."
Pria itu merenggangkan otot-ototnya karena terlalu lama berkutat dengan laptop di hadapannya. Ia melirik ke samping meja tepat dimana ponselnya masih setia berdiam di sana. Tangannya terulur untuk mengambil ponsel yang sudah beberapa jam ia abaikan.
"Halo ...."
"Halo, tuan. Apakah pekerjaannya sudah selesai?" Terdengar sebuah suara di seberang sana.
"Baru saja. Gimana dengan Sari?" tanya pria itu.
Ia merindukan putri kecilnya yang sebentar lagi akan berumur tujuh bulan.
"Dia sudah tertidur, Pak"
"Aku akan menjemputnya."
Setelah mengatakan itu, pria itu memutuskan sambungan telponnya. Ia berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan itu.
***
Ozy. Pria itu membuka ruangan yang di khususkan untuk putri kecilnya itu. Dilihatnya putrinya tertidur begitu pulas di box tempat tidurnya.
Kedua sudutnya terangkat menampilkan senyuman yang begitu menawan siapa pun melihatnya tetapi setelah di telusuri lebih dalam, terdapat guratan kepedihan di balik manik matanya.
"Kau kesepian,sayang?" Ozy membelai rambut putrinya yang mulai sedikit panjang. Senyuman di wajahnya masih terpatri diwajahnya.
Ozy merasa beruntung bekerja di perusahaan ini. Banyak yang memperebutkan posisinya yang terbilang lumayan beruntung. Ia di percaya sebagai tangan kanan di perusahaan ini. Mungkin jika kebanyakkan orang yang memiliki otak licik akan mengunakannya untuk memperebutkan posisi bosnya.
Bosnya termasuk orang yang malas untuk turun tangannya. Yang ia lakukan hanya menerima semuanya dengan bersih. Ozy tak mempermasalahkan itu dan ia melakukan semuanya untuk menghidupi dirinya dan putri kecilnya itu. Entahlah, melihat dua bola mata yang begitu menarik dari bosnya membuat ia sangat begitu tunduk.
Ozy mengambil Sari dari boxnya dan mengendongnya. Membawanya ke dalam rengkuhan hangat yang di salurkan untuk putri kecilnya itu. Kemudian ia membawanya keluar dan pulang bersamanya.
Di salah satu sudut, seseorang terdiam dengan tatapan sendu. Tak ada kemarahan dan dendam yang sering kali ia tunjukkan. Kedua matanya menatap dengan tatapan sayu.
"Apa yang harus aku lakukan?" Ucapannya terdengar lirih keluar dari bibir mungil dan pucat itu.
Aura dendam selalu menyelimutinya. Membuatnya tidak bisa beristirahat dengan tenang dan menjadikannya seperti arwah penasaran.
Tatapan sayu itu kembali berubah dengan tatapan penuh kemarahan yang belum terluapkan. Belum ada kata puas sebelum dendamnya terbalaskan.
"Kau harus mati, Ravia," ucapnya penuh dengan dendam.
Sosok Acha perlahan menghilang seiring dengan rencana-rencana baru untuk menghancurkan kehidupan sepupunya dan melihat Ravia merasakan apa yang namanya putus asa.
***
Seorang pria berdiri dengan tubuh tegapnya. Matanya menatap nyalang seolah ingin menghancurkan apa saja yang di hadapannya.
"Puse, siapkan jebakan di kawasan bagian timur. Aku akan membuat Alpha bodoh itu lenyap dari hadapanku." Pria itu memindlink seseorang di seberang sana. Aura matanya menyorotkan kebencian yang mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misterius Girl of Dead Eye (Revisi)
FantasySeorang gadis memiliki kemampuan yang jarang dimiliki orang lain berusaha mencari identitasnya. Sepuluh tahun bersembunyi akhirnya Ify membawa banyak misteri dan teka-teki baru di dalam kehidupannya yang baru bersama teman-temannya. (Tamat)