41. Titik cerah

1.4K 142 9
                                    

Aku sekarang duduk di teras di depan rumah. Ditemani secangkir kopi panas dan hembusan angin yang menenangkan.

Kejadian kemarin berhasil membuatku sadar. Mata yang dulunya tertutup, dituntun dengan kegelapan ternyata ada bahaya di depanku yang lebih membahayakan.

"Sungguh ironis hidup ini," gumam Rio menyeduh minumannya.

Kalian tau apa yang sekarang aku rasakan? Aku merasa sangat di bodohi. Aku merasa sangat di bodohi dengan ketidaktauanku. Rasanya aku ingin tertawa, menertawakan kebodohanku sendiri. Aku bahkan tidak sadar bahaya sesungguhnya semakin dekat di depan mata.

"Yo, kamu ngelamunin apa?"

Aku terperanjat saat Ify tiba-tiba berada di sampingku. Wajahnya cantik dan polos seolah tidak ada rasa bersalah.

"Hey, kamu kenapa sih, Yo?"

Suaranya kembali terdengar. Aku hanya tersenyum simpul. Kulihat gerutuan kecil dari mulutnya, tetapi ia malah memelukku dari samping.

"Kamu, kan, pernah bilang kalau aku bakal berada selalu di samping kamu terus tapi rasanya aku nggak bisa menuhin janji itu deh."

Aku tidak mengerti dengan ucapannya.

"Kenapa?"

"Rasanya aku tidak mungkin mempertaruhkan nyawa mereka untuk nyawaku. Aku menyayangi mereka. Lebih baik mereka saja yang menemani kakak daripada aku." Kurasakan pelukannya mengetat. Seketika ada segelinap rasa takut yang mengerumuni hati.

"Apakah tidak ada cara lain?"

"Entahlah. Seandainya ada cara lain yang lebih baik, pasti aku akan memilih itu, tapi sayangnya aku berada di ambang dilema."

Hatiku terenyuh mendengarnya. Apakah secepat ini? Apakah tidak ada cara lagi? Kenapa semua pilihan terasa begitu sulit?

Tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu yang padat dan tinggi. Ternyata Ify mengambil tanganku dan meletakkan di perutnya. Hatiku kembali berdenyut pilu.

"Mereka berlima lho, Yo. Nah, jadi kamu nggak perlu khawatir kalau kamu ngerasa kesepian."

Lihat wajah polosnya tersenyum manis! Itulah Ifyku! Dia bukan iblis yang seperti kalian pikir.

Aku tidak tahan. Segera kurengkuh tubuh mungilnya. Menyalurkan rasa yang belum sempat terucapkan. Apakah rasa itu hadir di antara kita?

"Saat aku mulai menerimamu, merasa nyaman bersamamu, kenapa aku harus dihadapi pilihan seperti ini?" tanyaku lirih sambil terus mendekapnya erat.

"Aku tau ingatanmu sembuh! Aku tau kamu melihat apa yang selama ini aku lakukan. Apakah kamu tidak membenciku?"

Aku menggeleng keras. Aku tidak membencinya. Mana mungkin aku membencinya.

"Debby bisa menggantikanku."

"Tidak! Tidak ada yang bisa menggantikanmu!" tegasku. Kenapa harus dengan Debby? Itu tidak mungkin. Dia hanya arwah gentayangan yang tidak tau asal usulnya meskipun aku sudah mengetahui.

"Kamu jangan egois! Anak kita perlu ibu," kekeh Ify.

"Kamu tidak akan pernah pergi, titik!" tegasku tak terbantahkan.

Pelukannya semakin mengetat. Berusaha menyalurkan rasa yang bercampur menjadi satu. Kenapa harus begini?

Aku tau dia berbahaya. Aku tau dia tidak tau apa-apa. Aku tau hidupnya begitu menyedihkan. Aku tau hidupnya selalu di permainkan dunia.

Aku benar-benar tidak tau apa yang harus kulakukan. Bahaya semakin di depan mata, tetapi yang kulakukan hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Lihat! Bahaya tengah memelukku begitu erat.

Misterius Girl of Dead Eye (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang