"Bisa tidak kau menjauh sedikit dariku?" tanya Taylor sambil mendorong pundak Joe dengan jari telunjuknya, menunjukkan perasaan geli. Joe yang iseng malah terus menggeser mendekat ke arah Taylor. Bahkan saking jauhnya menggeser, Taylor sampai jatuh ke rumput beserta kotak dipangkunya.
Joe menganga melihat Taylor yang terguling dari atas bangku taman sampai mencium rumput. Ia hanya bisa diam tak berkutik, walau sebenarnya tawanya ingin pecah saat ini juga.
"Kau ini kenapa sih Joe?" kali ini Taylor benar-benar kesal. Taylor bangun secara tiba-tiba sebelum Joe berniat menolongnya. Isi kotak yang jatuh bersamanya bercecer di rumput.
"M.. Maaf Lor" ucap Joe sambil sekuat tenaga menahan tawanya. Ia tahu kalau tawanya pecah saat ini juga, mungkin ia akan ditelan oleh mahluk buas dihadapannya.
Joe mengalihkan perhatiannya dengan mengumpulkan isi kotak yang berceceran, bahkam ia menyusunnya dengan rapi seperti semula.
"Kembalikan padaku!" tak disangka, Taylor malah merebut kotak tersebut dan memasukkan sisa surat yang tercecer kedalamnya. Joe hanya bisa memperhatikan dalam diam, ia tak mau dimangsa oleh Taylor.
Setelah selesai, Taylor meninggalkan Joe tanpa sepatah kata-pun. Mood nya sedang tidak baik hari ini, meski tadi untuk sesaat ia merasa suka dengan Joe. Tapi sepertinya perasaan suka tersebut telah hilang seiring kelakuan iseng Joe terhadap Taylor.
Ia berjalan dengan cepat, bahkan hampir terlihat seperti berlari menuju pintu belakang rumahnya.
Joe memang tahu Taylor sedang marah dengannya, Joe juga takut dimangsa oleh Taylor saat dia sedang emosi seperti saat ini. Tapi entah kenapa, Joe merasa bertanggung jawab atas marah dan jatuhnya Taylor tadi. Ia mengejar wanita itu hingga sampai pintu belakang rumahnya. Tepat saat Taylor ingin menutup pintu rumahnya, mata biru keduanya bertatapan. "Ada apa Taylor? Kenapa kau marah padaku?" tanya Joe dengan hati-hati.
Taylor mengurungkan niatnya untuk menutup pintu dan menghela nafasnya. "Apa harus aku menjawab pertanyaanmu itu?" jawab Taylor dengan tatapan sinis bukan main. Joe sampai merinding dibuatnya.
"Maafkan aku Lor, aku tak sengaja tadi. Aku hanya ingin dekat denganmu Lor" Joe meminta maaf disertai senyum tulusnya.
"Kenapa kau mau dekat-dekat denganku?" tanya Taylor. Joe tahu wanita dihadapannya sedang mengujinya, di otaknya langsung terbesit ide untuk menggodanya.
"Karena kau satu-satunya teman yang aku punya di sekolah dan di sekitar sini. Aku tak tahu jika kau memilih menjauh dariku, akan jadi apa aku nanti. Dan kau juga teman paling paling paling cantik yang pernah aku punya" gombal Joe.
Taylor diam mendengar kata-kata Joe. "Gombal!" ledek Taylor.
Joe lemas, ia kecewa karena Taylor ternyata tak tersipu dengan gombalannya. Sial, gara-gara Taylor, jurus gombal ku yang tak pernah gagal kaliini gagal! Batin Joe.
"Tapi terima kasih, maaf aku agak sensitif hari ini Joe" ungkap Taylor dengan tersipu.
"Sensitif? Pantas saja. Tapi aku merasa bertanggung jawab karena tadi kau jatuh Taylor, katakan apa maumu, aku akan wujudkan asal jangan adukan itu ke orangtuaku atau orangtua mu" ucap Joe dengan tatapan tulus, mengarah langsung ke mata Taylor.
Taylor tak bisa berkata-kata saat mata biru Joe benar-benar menatapnya. Nyaman, tenang, mungkin itu yang ia rasakan saat Joe menatapnya.
Taylor menggelengkan kepalanya agar lepas dari tatapan Joe. Meski nyaman, ia tak ingin suasana awkward terjadi. "Hmm, aku hanya ingin kepemilikan kotak ini untukku seorang, jadi kotak ini bukan punyamu lagi. Bisa?" pinta Taylor.
Terlihat sekali Joe kecewa dengan permintaan Taylor. Tapi ia tetap mengiyakan meski kehilangan kepemilikan kotak itu. Tanggung jawabnya kali ini lunas. Ia juga akan aman dari omelan orangtuanya kalau tahu bahwa Joe telah membuat Taylor jatuh tadi.
"Baiklah, jika hanya itu keinginanmu!" jawab Joe dengan tak semangat.
Dan Taylor? Entah kenapa wanita itu merasa bersalah saat ini juga. Ia merasa bersalah telah membuat Joe kecewa. Semangat dari lelaki dihadapannya kali ini hilang saat permintaannya diucap. Dan kini semuanya berbalik, Taylor merasakan ada beban tanggung jawab atas hilangnya semangat Joe.
Sialnya lagi, otaknya seakan tak mau diajak kerja sama. Otaknya tak mau diajak berfikir untuk mencari cara, setidaknya membuat Joe tersenyum. Taylor merasa bersalah, juga merasa bertanggung jawab.
"Yasudah aku pamit ya?" Joe berjalan dengan lunglai.
Seberapa berharganya sih kotak ini buat Joe? Kehilangan kotak ini sampaimembuatnya sedih seperti itu! Batin Taylor.
"Joe," panggil Taylor. Ia terlihat santai memang, namun sekarang otaknya sedang berfikir keras. Berfikir bagaimana caranya membuat Joe kembali riang tanpa kehilangan kotak tersebut.
"Iya? Ada apa?" Joe berbalik.
Taylor gugup. Ia diam sejenak dan menelan ludahnya. Ia masih diam sampai ia benar-benar yakin dengan ide yang keluar dari kepalanya.
"Kotak ini bukan lagi milikmu, tapi kau bisa.. Umm.. Membantuku menyelidiki asal usul kotak ini Joe!" muka Taylor menegang. Yatuhan! Semogaidekuinibukanpetaka!
Joe terdiam mendengar kata-kata Taylor. Sebelum akhirnya ia melompat lompat kegirangan. "Benarkah Taylor? Sungguh aku dapat menyelidiki kotak ini denganmu?" Joe kembali menghampiri Taylor.
Taylor mengangguk yakin. "Tapi kotak ini tetap milikku, bukan milik kita berdua"
Joe menggeleng. "Aku tak peduli kotak itu milik siapa!" ucapnya tanpa disaring terlebih dahulu.
Taylor menganga mendengar ungkapan Joe. "Tunggu! Tadi kau kecewa bukan karena kotak ini?" tanyanya.
Joe memasang senyum lebar. Ia menempelkan kedua telapak tangannya ke pipi Taylor. "Itu tidak penting Lor, yang terpenting, kita bisa menyelidiki kotak ini berdua" ucap Joe sambil menatap lekat-lekat mata Taylor.
Taylor yang pasrah malah membalas tatapan Joe dan ikut tersenyum. Sial! AkudibiusolehtatapanJoe!!! Batin Taylor kesal.
Namun Taylor tak mempedulikan ucapan batinnya. Ia malah ikut senang melihat Joe yang terlihat kembali semangat. Ia merasa tanggung jawabnya terhadap Joe lunas sudah.
"Ayo Taylor, bawa kaca pembesarmu itu! Kita selidiki kotak ini berdua" Joe menarik tangan Taylor kedalam rumah. Joe terlihat sangat semangat, sampai-sampai ia masuk rumah Taylor tanpa permisi lagi.
Taylor merelakan tangannya ditarik oleh Joe. Senyum Taylor mengembang, baru kali ini ia merasa senang berada dekat Joe. Anehnya, kesenangan yang ia rasakan saat bersama Joe berbeda dengan kesenangan lainnya. Tapi Taylor memilih tak peduli dan membiarkan Joe menjalankan narasinya untuk saat ini..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.