Taylor turun dari kamarnya di lantai dua dengan berantakan. Padahal ia sudah mandi dan berseragam, tapi ia masih merasa bahwa dirinya berantakan. Semalam, ia tak bisa tidur dengan tenang, otaknya terus berjalan memikirkan semua hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.
Ia melihat ke meja makan, sudah tersaji makanan dan susu di meja tersebut. Sepertinya ia terlambat hari ini, semua anggota keluarganya sudah berangkat melakukan kegiatan masing-masing.
Taylor duduk dan terdiam cukup lama. Ia bingung harus berangkat ke sekolah atau tidak. Jika ia berangkat, pasti ia sudah terlambat dan dihukum oleh gurunya. Tapi jika ia tidak berangkat, mom Andrea pasti akan marah dan Taylor pasti akan dihukum juga.
Tanpa pikir panjang, Taylor berjalan ke belakang rumahnya dan mengabaikan sarapannya. Ia bejalan ke halaman belakang menuju ke rumah burung di pohon besar. Taylor mengambil segenggam makanan burung dan meletakkannya di dalam rumah burung tersebut. Berharap beberapa ekor burung liar menghampirinya dan menemani paginya kali ini. Tapi tak kunjung datang juga.
Joe pasti khawatir karena dia tak berangkat sekolah, begitulah yang Taylor pikirkan. Ia tak mengabari lelakinya tersebut sejak kemarin malam. Taylor telalu lelah untuk melakukan itu.
Ia berjalan menuju bangku di halaman rumahnya. Duduk sendirian menunduk. Perutnya lapar, tapi Tak Ada sedikitpun nafsu makan pagi ini.
Tiba-tiba, pintu belakang rumah Joe dibuka dari dalam. Taylor tak menoleh. Ia mendengar suara langkah kaki berat mendekat kearahnya. Wangi yang ia hapal menyerbu seiring orang tersebut mendekat.
"Aku tau Taylor, Austin sudah cerita tentang semuanya. Apa kau mau berdiam diri saja dan menyakiti Joe lebih dalam?" Suara Patrick memenuhi otaknya.
Taylor mengangkat wajahnya, menatap Patrick yang berdiri dengan seragam sekolahnya. "Jangan beritahu dia Pat, biar aku saja".
Patrick terlihat geram. Ia menggenggam tangannya erat. "Kau tahu Taylor, sejak kecil aku tak pernah melihat mata Joe berbinar secerah saat bersamamu. Tau bukan alasannya karena apa?. Kau mengubah hidup Joe, Taylor. Jika kau masih bersikap seperti ini, apa kau masih layak untuk bersamanya lebih lama?"
Ucapan Patrick menusuk dadanya. Benar, sangat benar. Taylor tak layak bersama Joe lebih lama atas apa yang telah ia lakukan selama ini.
"Sudah, aku mau berangkat sekolah. Kau istirahat saja dulu, jangan lupa bilang mom Andrea dan kabari Joe" Patrick meninggalkan Taylor.
Ia berjalan menunduk ke rumahnya. Masuk kedalam dan mengunci pintunya dari dalam.
Air mata Taylor menetes, smartphone miliknya tergenang air mata yang tak bisa berenti mengalir.
Pesan yang sudah ia ketik untuk Joe kini terbengkalai. Tak kunjung dikirim oleh sang pemilik.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.