"Diagnosa"
-Waktu malam dihari yang sama saat Taylor dan Joe resmi berpacaran.-
Taylor menggenggam erat botol minum oranye di tangannya. Kepalanya pusing bukan main, segala obat yang dicekoki mom Andrea nampaknya tak berdampak apapun.
Mom Andrea sadar anaknya mulai memburuk. Tangan dan kaki anaknya mendingin, tapi tubuhnya makin panas. Ia melihat Taylor mulai kehilangan kesadaran.
Pintu ruang dokter dibuka. Austin keluar dari dalamnya langsung membopong Taylor masuk kedalam. Di depan pintu ruangan tersebut, terpampang tulisan 'Spesialis Otak'.
Taylor menjalani beberapa test hingga tengah malam. Ia ditemani mom Andrea dan Austin, sedangkan papi Scott dan Gigi menjaga rumah.
Setelah pemeriksaan selesai, Taylor duduk di antara mom Andrea dan Austin. Mereka menghadap meja dokter yang sedang mengurus hasil test.
"Apapun hasilnya, mom berjanji akan selalu ada di sebelahmu sampai sembuh Taylor." Mom Andrea memeluk erat anaknya.
Taylor takut bukan main, rasa sakitnya seketika hilang digantikan khawatir. Air matanya tak berenti menetes mendengar tangisan mom Andrea. Sementara Austin di sebelahnya hanya bisa menunduk sambil menahan tangisnya. Berusaha tegar diantara dua perempuan yang harus dijaganya.
Bau obat yang semerbak menambah tegang suasana. Dokter yang telah selesai dengan hasil test, menenteng sebuah dokumen di amplop cokelat. Ia duduk dan menatap ketiganya dengan tatapan datar, bertujuan agar hasil test tak tertebak dari ekspresi nya.
"Kami sudah mengeluarkan hasil test yang dilakukan, Taylor positif mengidap Meningitis atau biasa disebut radang selaput otak." Singkat, padat, jelas.
Seketika dada Taylor dihujam beribu belati. Hanya kata-kata seperti itu bisa membuat dadanya sesak. Ia seketika bingung harus melakukan apa. Masa depan yang sudah ia rencanakan seketika pupus oleh diagnosa dokter.
Tangis mom Andrea semakin kencang dipelukan Taylor. Tapi dirinya tak bisa melakukan apa-apa. Setetes air mata pun kini tak jatuh, yang ada hanya detak jantungnya yang semakin berdetak kencang.
"Meningitis yang diidap oleh Taylor diakibatkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis yang hanya bisa disembuhkan oleh terapi antibiotik. Dengan sangat terpaksa Taylor juga harus rawat inap untuk memantau kestabilan kondisi tubuh. Taylor juga harus diinfus untuk memasukan antibiotik lewat pembuluh darah". Dokter memasukkan kembali hasil diagnosisnya kedalam amplop dan menyerahkannya ke Taylor.
"Saya tetap bisa tinggal di Indonesia kan dok?" Tanya Taylor. Ia takut dengan kemungkinan bahwa ia harus dipindahkan ke luar negeri untuk pengobatan.
Dokter dihadapan Taylor terlihat gelisah. "Begini Taylor, pengobatan diluar Indonesia sangat dianjurkan mengingat penyakit Meningitis sangat berbahaya. Jika tak ditangani dengan baik, akan sangat beresiko. Sayangnya, rumah sakit di Indonesia belum bisa menangani kasus ini dengan waktu singkat karena keterbatasan alat dan terutama obat".
Taylor gemetar mendengar kata dokter. Segitu parahkah dirinya sampai harus dirawat diluar negeri?
"Saya mau tetap di Indonesia dok! Tak apa jika pengobatan berlangsung lama, asal Aku tetap di Indonesia" Taylor bersikeras dengan keinginannya.
"Bagi pelajar seperti Taylor, pengobatan selama satu bulan saja sudah sangat menggangu proses belajar. Jika Taylor tetap ingin menjalani pengobatan di Indonesia, mungkin dibutuhkan waktu satu tahun lamanya" sang dokter menjelaskan dengan sangat hati-hati.
"Tapi .."
"Taylor.. Aku tahu berat rasanya. Tapi kita sangat ingin kau sembuh dengan cepat. Mom, papi, Gigi, dan aku tak akan keberatan jika kau harus pergi ke luar negeri untuk pengobatan." Austin mencela Taylor. Kali ini ia berusaha membujuk kakaknya agar tak terbawa ego.
Air mata Taylor menetes deras mendengar Austin lebih setuju kalau ia dirujuk ke luar negeri. "tapi aku tak ingin meninggalkan kau Austin, Gigi, dan papi. Aku mau tetap disini bersama kalian".
"Taylor..." mom Andrea mengusap kepala Taylor dengan lembut, air matanya masih mengalir tapi ia berusaha setegar mungkin di depan anaknya.
"... Terkadang kita harus mengambil resiko meninggalkan orang-orang yang kita sayang. Mom berjanji akan selalu ada di sampingmu kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun. Begitupun orang-orang yang kamu sayang. Mom tahu ini semua tentang Joe, kau tak ingin meninggalkan Joe kan? Tapi perlahan Joe akan paham kalau kau pergi, untuk kebaikan dirimu. Joe juga tak akan keberatan".
Makin terisak Taylor saat mom Andrea mengucap nama Joe. Menang benar, ini semua tentang Joe. Taylor tak ingin pegi meninggalkan Joe bahkan untuk satu haripun. Jika is harus pergi ke luar negeri, itu artinya ia akan meninggalkan Joe selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan lamanya. Tak mungkin ia sanggup melakukan hal itu, bahkan mereka baru saja resmi berpacaran tadi sore.
"Bagaimana dengan Joe? Apa yang dia akan lakukan disekolah tanpa aku mom? Bahkan kami baru saja buat club detektif. Aku, Joe, Dan Camila baru saja resmi menjadi partner detektif mom" Taylor tak kuasa mengingat semua hal tersebut.
Ia sangat tak ingin club detektif yang baru saja ia dan Joe bangun, harus runtuh karena penyakit Taylor. Ia juga tak ingin Joe menjadi murung lagi saat tak ada dirinya. Ia tak ingin hubungan pertemanannya dengan Camila menjadi renggang. Sangat banyak hal yang tak ia inginkan jika ia harus pergi ke luar negeri.
"Taylor, kau harus ingat. Joe sudah besar, ia tahu bagaimana harus bersikap. Jangan kau anggap dia sebagai anak kecil. Dia akan paham kalau dia benar-benar sayang denganmu Taylor." Austin menggengam tangan Taylor yang masih dingin.
Apa yang dikatakan Austin ada benarnya. Tapi, terlalu banyak kata tapi yang ingin Taylor ungkapkan. Sayangnya ia tak sanggup karena semakin banyak kata yang diucapkan semakin banyak airmatanya mengalir.
"Aku dan Patrik akan tangani Joe. Aku berjanji padamu akan memantau Joe dan selalu memberimu kabar tentang Joe. Asal kau berjanji untuk pergi pengobatan ke luar negeri." Austin menatap mata Taylor.
Taylor membalas dengan tatapan yang sama. Ia harus menaruh kepercayaan kepada adik satu-satunya tersebut. Setelah berpikir cukup lama, Taylor akhirnya membuat keputusan bulat...
"Baiklah dok, pengobatan diluar negeri akan menghabiskan waktu berapa lama?"
"Hmm.. kurang lebih 3 bulan. Kau harus siap fisik dan mental Taylor".
"Siap dokter".
KAMU SEDANG MEMBACA
detective Taylor
FanficAku memang penyanyi. Tapi untuk kali ini, lupakan menyanyi! Mulai sekarang, panggil aku detektif Taylor! -detektif Taylor Alison Swift :) ©2018 (5.06.18) [Completed 2.06.20]