"Ouuuuh, Yang! Pelan-pelan, dong! Jangan agresif gitu, kenapa!"
Aku berdecak sebal setelah mendengar keluhannya. "Pelan nggak berasa! Nggak kelar-kelar nanti. Tahan dulu sebentar. Apa mau udahan aja?"
"Ya jangan, dong. Belum lega ini rasanya."
Biasanya kalau orang sakit 'kan terlihat lemas dan lesu, tapi pria ini malah makin bawel, manja, dan bawaannya kepingin diurusin terus. Ya walaupun setiap hari sebenarnya dia juga kayak gitu. Cuma kalau lagi sakit, entah kenapa sifat menyebalkannya meningkat menjadi tiga kali lipat.
Padahal, tadi dia yang minta dikerokin. Memang dasar orangnya gelian, dikerok dikit langsung gelinjang-gelinjang nggak mau diam, ketawa nggak jelas terus ngeluh, gitu saja terus sampai lebaran.
Untung saja hari ini aku libur, besok juga masuk shift malam, jadi setidaknya aku bisa 'mengurusi' bayi besarku satu ini.
"Yang! Udahan, ah! Geli! Nggak kuat aku!"
Aku kembali berdecak. "Awas ya kalau nanti minta lagi. Aku kerokin sampe muka!"
"Galak banget sih bini gua."
"Bininya siapa?!"
"Bininya akuuu," ledeknya sembari terkekeh. Heuh! Memang minta banget dijorokin ke bak mandi, biar makin masuk angin. "Olesin minyak kayu putihnya lah, Yang. Nanggung amat, sih."
"Oles sendiri, lah! 'Kan situ punya tangan."
"Nggak nyampe atuh ndoro tanganku ke belakang punggung."
Mau tidak mau aku menurut dan mengolesi punggungnya dengan minyak kayu putih. Setelahnya, tiba-tiba saja pria itu merebahkan diri dengan terlentang. Tak sedikit pun dirinya merasa malu untuk memperlihatkan dada serta perut yang jelas sekali tidak pernah mencicipi alat-alat gym. Memang, level kepedean orang ini tak pernah mencapai limit.
"Perut sama dada dong, Yang, sekalian."
Tuh, kan, manjanya subhanALLAH!
Dengan botol minyak kayu putih yang masih kugenggam di tangan, kugetok perut buncitnya itu hingga membuat Radika langsung mengaduh kesakitan.
"Aduh! Gusti!"
"Pake sendiri! Anda masih punya dua tangan ya."
"Yang, badan aku tuh lemes, Yang, tangan juga pada lemes. Nggak kuat gerak-gerak banyak ...."
"AAMIIN!" teriakku paling kencang.
"Ih! Apaan sih, Yang! Masa diaminin, sih!" Radika kembali mengambil tanganku, lalu menaruhnya di atas perut. "Ayo olesin, kembung nih. Nggak mau keluar anginnya."
Memang, ya. Susaaaaah sekali mengurusi bayi besar satu ini.
Sembari mengolesi minyak kayu putih di dada dan perutnya, kembali kutepuk perut belendungnya itu. Gemas banget sumpah ngeliatnya.
"Apaan, sih, Yang? Dipukul-pukul mulu. Emangnya beduk?!"
"Ini dikecilin kenapa, sih? Dibentuk kotak gitu kek, kok ya malah ngalahin orang-orang hamil kamu mah," keluhku.
"Biarin, yang penting istri masih cinta."
"Siapa emang istrimu?" godaku.
"Bukan siapa, tapi siapa aja, itu baru bener."
Aku ber-oh ria, memandangnya penuh dengan tatapan menantang. "Berani untuk disuntik mati ya Anda?"
"Ntar kalo aku mati, ada yang jadi janda muda dong," kekehnya menggoda balik.
"Biarin aja. Masih banyak tuh stok laki di rumah sakit, udah spesialis, masih muda lagi."
"Emang ada yang mau sama perempuan galak kayak kamu?" Radika mencibir, uh sialan sekali. "Yang mau sama kamu 'kan cuma aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED [✔]
RomanceSetelah delapan tahun tidak pernah lagi berjumpa, nyatanya hatiku masih berdebar pada pria yang sama.