Dalam obrolan keluarga tadi pagi, telah diputuskan kalau pernikahanku dengan Radika diadakan sekitar tiga bulan lagi. Tiba-tiba aku jadi merasa ragu. Apakah itu tidak terlalu cepat, ya? Masalahnya, aku juga belum membicarakan perkiraan budget dengan Radika.
"Kamu harus jaga kesehatan," tegur mama saat aku tengah melamun, membuatku terperanjat dan baru menyadari bahwa sepertinya sejak tadi mama sudah duduk tak jauh dariku. "Perintilan-perintilan pernikahan itu banyak. Belum lagi kamu juga harus kerja. Jangan lupa bagi waktu. Harus sering-sering diskusi sama Radika. Biasanya hari-hari menuju pernikahan itu banyak cobaannya."
Aku mengangguk pelan. Sepertinya mulai hari ini aku akan membuat daftar kegiatan yang harus kulakukan setiap harinya.
"Dulu sebelum Mama nikah sama Ayah, ada cobaannya nggak, Mah?"
Mama terdiam sejenak sambil menatap ke arahku. "Ada, dan itu datangnya dari mantan Mamah."
Aku langsung bergerak heboh untuk mendekati mama. "Widiiih! Ceritain dong, Ma! Terus kenapa akhirnya bisa nikah sama Ayah?"
"Piye toh arek iki? Kalau ndak nikah sama ayahmu ya nggak ada kamulah," balas mama dengan nada swag-nya. "Tapi kayaknya kalau nikah sama mantan Mama, mungkin anak Mama jadinya kayak Song Jong Ki kali ya."
"Yeee!" Tiba-tiba ayah ikut menimbrung di ruang tengah. "Mana ada pentolan jawa punya keturunan tahu cina."
"Kalau cemburu bilang saaaay!" balas mama dengan nada menggodanya.
Terkadang aku suka heran dengan kelakuan orang tuaku. Mereka suka nggak ingat umur deh; nggak sadar kalau anaknya sudah dua dan yang paling tua sudah berumur lebih dari seperempat abad.
"Ih ceritain dulu itu gimana sama mantan Mama?" tuntutku penuh penasaran.
"Tanya aja tuh Ayahmu," mama menunjuk ke arah ayah menggunakan dagunya. "Peletnya kuat banget soalnya, padahal mantan Mama mirip Hyunbin."
"Hyunbin Hyunbin," cibir ayahku dengan nada meledek. "Ubin kaleee."
Mama berdecak, sedangkan aku terbahak-bahak. Kalau dilihat-lihat, walaupun ayah tampak jutek dan garang, sebenarnya ayahku ini tipe yang bucin banget sama mama. Pasti nih ya, kalau beliau sampai di rumah setelah pulang bekerja, yang dicariin ya istrinya. Berasa nggak ketemu berapa hari.
Kira-kira, Radika bakalan jadi tipe suami yang kayak ayah nggak ya?
[***]
Hari ini aku dan Radika berencana mengurus dokumen-dokumen untuk pendaftaran pernikahan di KUA. Semalam aku browsing di internet, dan banyak sekali dokumen yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pendaftaran di KUA.
Jadi, sebelumnya aku dan Radika mengurus dokumen di RT, RW, dan kelurahan masing-masing. Setelah semuanya selesai--walau bukan definisi selesai yang sebenarnya--kami mengurus ke KUA kecamatan wilayah untuk mengurus surat rekomendasi nikah.
Haaaah. Ribet pokoknya!
"Capek?" tanya Radika ketika kami menyempatkan bertemu di jam makan siang.
Aku menyedot lemon tea dengan kekuatan penuh, kemudian mengangguk pelan. "Nggak pernah mikir gue kalau mau nikah aja seribet ini."
Radika tersenyum tipis. "Sabar, ya."
Untuk konsep pernikahan, awalnya aku memang menginginkan yang sederhana saja; seperti yang kukatakan sebelumnya. Namun, saat berdiskusi dengan mengikutsertakan orang tua kami berdua, mereka menginginkan diadakannya resepsi. Radika juga tampak pasrah saja saat orang tuanya meminta hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED [✔]
RomanceSetelah delapan tahun tidak pernah lagi berjumpa, nyatanya hatiku masih berdebar pada pria yang sama.