[24]

591 67 7
                                    

Tanpa kuraba denyut nadi di pergelangan tangan, aku bisa merasakan bahwa jantungku berdetak lebih cepat. Melia baru saja memberi kabar bahwa Radika belum memunculkan batang hidungnya, bahkan pria itu sama sekali tak bisa dihubungi.

Mengetahui hal itu membuat perutku terasa seperti diaduk-aduk, rasanya mual sekali tapi tak ada yang ingin dimuntahkan.

Tiba-tiba isi kepalaku mulai berpikiran negatif.

Bagaimana kalau ternyata Radika memutuskan untuk tidak jadi menikah denganku? Apa tiba-tiba dia berubah pikiran dan ingin kabur begitu saja?

"Sam!" teriak Melia yang memecahkan lamunanku. "Jangan bengong!"

Aku hanya bisa meringis tatkala Melia mengusap-usap pundakku.

"Eh, Sam, kenapa matahari tenggelam?"

Aku mengernyitkan dahi tatkala mendengar pertanyaan Melia yang tiba-tiba itu.

"Lo nanya beneran apa gimana?" tanyaku dengan nada bingung.

"Udah, jawab aja dulu."

"Ya karena udah mau malem," jawabku seadanya, karena sejujurnya aku memang tidak terlalu bersemangat untuk melakukan apa pun; termasuk berbicara.

"Salah," balas Melia sembari menggelengkan kepalanya. "Jawabannya yang bener karena matahari nggak bisa berenang. Hahahaha!"

Aku refleks ikut tertawa. Bukan karena jawabannya yang di luar nalar itu, melainkan karena tawanya yang menular.

"Nah, gitu dong, ketawa. Jangan tegang banget," ucapnya yang entah kenapa membuatku sedikit merasa lega. "Radika pasti dateng, mungkin dia lagi kena macet dan kebetulan baterai hapenya juga mati. Nggak usah mikirin yang aneh-aneh. Ini hari bahagia lo."

Aku tersenyum tipis. Jadi, sebenarnya tadi dia hanya ingin menghiburku, ya?

"Mel, makasih ..." ucapku dengan lirih.

"No need. Kita buka-buka meme aja yuk? Nih gue punya koleksi meme banyak banget."

Dengan gerakan antusias, wanita itu langsung menghadapkan layar ponselnya ke arahku, menyuruhku untuk membuka gambar meme yang menjadi koleksi miliknya.

Yah, walaupun ketegangan masih cukup terasa, setidaknya usaha Melia sedikit membuahkan hasil.

"Eh! Si barokokok akhirnya dateng, Sam!" ucap Melia tiba-tiba sembari menyuruhku untuk melihat ke arah layar televisi yang menyiarkan keadaan di luar secara langsung.

Tiba-tiba jantungku mulai kembali bermaraton. Aku tidak tahu Radika mengatakan apa. Sepertinya dilihat dari raut wajahnya, dia merasa bersalah karena datang terlambat.

Sampai pada sesi di mana Radika dan ayah saling berjabat tangan untuk melakukan ijab kabul. Ayah pun mendekatkan mikrofon ke arah mulutnya. Dengan perasaan cemas, aku pun menggenggam erat tangan Melia.

"Ananda Muhammad Radika bin Hasanudin, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Samara Bintang binti Sudradjat, dengan maskawin berupa seperangkat alat solat beserta perhiasan emas empat belas gram dan uang sebesar 30 juta tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Samara Bintang binti Sudradjat dengan mas kawin tersebut tunai."

Radika mengucapkan ijab kabul dalam satu kali helaan napas, membuatku ikut-ikutan menahan napas.

"Gimana Bapak-bapak? Sah?"

"SAH!"

"Alhamdulillahirabbil alamin!"

"YA ALLAH TEMEN GUE UDAH KAWIN!"

Tiba-tiba aku mendapat pelukan erat dari Melia. Bahkan aku berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata agar tidak merusak make up, namun tangisan Melia membuat pertahananku runtuh.

UNEXPECTED [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang