Perkenalan

695 10 0
                                    

Di antara foto-foto yang dipajang di dinding, Arman hanya tertarik pada foto Pelangi. Foto itu di pajang tepat di sebelah kiri lukisan. Kecantikan Pelangi mampu membuat Arman mengabaikan keindahan lukisan pemandangan alam pedesaan di sebelahnya. Tiba-tiba Arman merasa dirinya berada di sebuah tempat terbuka. Tempat itu terlihat sangat indah karena di tumbuhi oleh bunga beraneka warna. Di tempat itu, Arman sedang berdiri saling berhadap-hadapan dengan seorang gadis. Arman bisa merasakan kelembutan jemari gadis itu karena ia sedang menggenggam tangannya.

Kedatangan Pelangi membuyarkan lamunan Arman. Ia baru saja membayangkan dirinya sedang bermesraan dengan Pelangi.

"Silahkan di minum," kata Pelangi mempersilahkan tamunya menikmati es jeruk buatannya.

"Terimakasih." Arman meraih gelas di depannya lalu menempelkan bibir gelas ke bibirnya. Cairan dari gelas itu mengalir ke dalam mulut Arman memberikan rasa manis berpadu dengan asam yang menyegarkan.

"Maksud kedatangan Saya ke sini adalah Saya ingin menawarkan kerjasama dengan Mbak Pelangi," kata Arman menyampaikan maksud kedatangannya.

"Maaf, sebenarnya nama Saya Melani. Pelangi itu nama pena Saya."

Mulut Arman membulat membentuk suara O seraya mengangguk-angguk. Pandangannya mengarah ke gelas di atas meja. Ia tidak mampu menatap mata indah Melani lebih lama lagi.

"Kerjasama dalam bentuk apa, Mas?". Suara merdu Melani membuat Arman mengangkat pandangannya. Ia harus menatap mata lawan bicara jika sedang berbicara.

"Begini. Kalau Mbak Pelangi setuju, kami ingin menjadikan novel Mbak Melani sebagai film."

"Film?" Mata Melani berbinar.

Jantung Arman berdetak lebih keras dan lebih cepat dari keadan normal. Ini adalah respon terhadap gambar yang ditangkap oleh lensa mata Arman. Objek bergerak yang terekam di otak Arman terlihat dua kali lebih cantik begitu mata objek berbinar disertai dengan senyuman manis, semanis air jeruk yang baru ia minum tadi.

"Betul. Dalam kerja sama ini kami akan memberi imbalan. Agar lebih enak, kami ingin tahu berapa imbalan yang Mbak Melani inginkan?"

Melani tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, " Dua ratus lima puluh juta."

Arman terkejut. Ia tidak menyangka Melani akan memberikan harga setinggi itu.

"Menurut Saya harga yang Mbak minta terlalu tinggi. Kami hanya mampu memberi imbalan sebesar delapan puluh juta untuk novel Mbak," kata Arman bernegosiasi.

"Bagaimana kalau seratus lima puluh juta?" tawar Melani.

"Ya sudah begini saja. Mbak menurunkan harga, Saya menaikan harga sehingga harganya menjadi seratus juta. Bagaimana?" bujuk Arman.

"Maaf Mas. Saya tetap di harga seratus lima puluh juta." Bujukan Arman tidak menggoyahkan pendirian Melani. Ia tetap mempertahankan harga yang ia tawarkan.

"Begini Mbak. Ini adalah sebuah kesempatan untuk membuat Mbak Melani lebih sukses. Kalau novel Mbak Melani berhasil difilmkan, nama Mbak Melani akan semakin terkenal," bujuk Arman lagi.

"Saya tidak ingin nama Saya terkenal. Saya ingin berpenghasilan besar. Untuk apa nama Saya terkenal kalau tidak bisa membuat Saya berpenghasilan besar."

Arman tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari bibir indah Melani. Sangat disayangkan gadis secantik dia, tapi matre. Bisik Arman di dalam hati.

"Tapi, kalau nama Mbak Melani sudah terkenal, dengan sendirinya penghasilan Mbak Melani akan meningkat." Arman masih mencoba membujuk melani dengan argumen yang ia harapkan tidak bisa dipatahkan oleh Melani. Namun, jurusnya sama sekali tidak membuat Melani tergiur.

"Maaf, Mas. Kalau Mas tidak mau tidak apa-apa. Saya yakin suatu saat nanti akan ada perusahaan film yang memberikan imbalan seperti yang Saya inginkan," tutupnya.

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu. Senang bisa bertemu dengan Mbak Melani," pamit Arman seraya menjabat tangan Melani. Tangan Melani terasa halus ketika tangan Arman bersentuhan dengan tangannya persis seperti yang ia bayangkan tadi. Mungkin ini artinya jodoh. Kata Arman menduga-duga. Tentu ucapan ini ia ucapkan di dalam hati.

"Saya juga senang bertemu dengan Mas."

Mas? Arman baru sadar kalau ia belum memperkenalkan namanya. Tapi, ia malu kalau ia memperkenalkan dirinya pada saat sudah berpamitan mau pulang, karena itu memperlihatkan kesan bahwa ia menyukai gadis itu. Dalam situasi seperti ini, kesan seperti itu memperlihatkan sikap yang tidak profesional.

Arman meninggalkan rumah Melani dengan harapan Hendra setuju dengan harga yang diminta Melani agar ia bisa bertemu Melani kembali, gadis yang mampu mencuri hatinya sejak di awal perjumpaan.

Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang