Melani mengemasi pakaiannya. Dua lembar kaos lengan panjang. Dua potong celana jeans. Tiga lembar kaos lengan pendek, celana pendek beberapa lembar, pakaian dalam dan bra. Semua pakaian itu ia masukkan ke dalam koper. Tidak ketinggalan sebuah laptop ia selipkan ke dalam koper. Laptop itu sangat berguna untuk menulis novel di waktu senggang.
Setelah mengemasi pakaiannya, Melani mandi, sarapan, lalu berdandan seperlunya. Ia mengenakan jaket berwarna cokelat dan celana jeans hitam. Rambutnya ia kuncir kuda.
Melani sudah membulatkan tekad untuk pergi ke Kalimantan.
"Kamu yakin akan pergi ke Kalimantan?" tanya ibunya ketika Melani mengutarakan maksudnya beberpa hari sebelumnya.
"Yakin, Bu."
"Apa kamu sanggup tinggal di desa terpencil? Tinggal di desa itu susah. Di desa tidak ada mall, jalannya tidak beraspal. Kalau musim penghujan tiba, jalanan desa akan berubah menjadi berlumpur seperti sawah. Di sana, sinyal telepon sangat sulit di dapat. Untuk menelpon saja, seseorang harus pergi ke lapangan agar mendapatkan sinyal," kata ibunya seoalah sudah tahu keadaan desa yang akan menjadi tempat tujuan Melani
"Ibu tahu dari mana?"
"Ibu punya teman yang pernah berlibur di desa kelahirannya."
"Insya Allah Melani sanggup, Bu."
"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Ibu hanya bisa mendo'akan saja. Tapi, siapa nanti yang akan membantu ibu di warung?"
"Ibu tidak usah khawatir. Besok Melani akan mencari orang untuk membantu ibu di warung."
Mencari orang yang bersedia bekerja di warung makan ternyata tidak mudah. Beberapa gadis yang Melani tawari tidak ada yang bersedia. Setelah bertanya ke sana ke mari, akhirnya Melani mendapatkan seseorang yang bersedia bekerja di warung ibunya. Orang itu adalah Lesti.
"Kebetulan aku sedang butuh pekerjaan. Penghasilan suamiku dari hasil berjualan sayur keliling tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari."
Setelah suaminya meninggal, Lesti menikah dengan Hardi. Hardi berprofesi sebagai pedagang sayur keliling.
Hardi adalah mantas pacar Lasti. Sebelum menikah dengan Wagito, Lasti pernah berpacaran dengan Hardi. Namun, orang tua Lasti tidak setuju Lasti menikah dengan Hadi karena Hadi belum bekerja.
Sepuluh menit telah berlalu. Melani sudah siap untuk berangkat. Ia membawa kopernya ke ruang tengah.
"Melani berangkat, Bu," pamit Melani kepada ibunya.
"Iya. Hati-hati di jalan."
Melani mencium tangan ibunya, lalu berjalan keluar rumah. Di halaman rumah, driver ojek online sudah menunggunya. Sesuai dengan permintaan Melani, pengendara ojek itu membawa Melani ke bandara.
Sesampainya di andara, Melani segera masuk ke ruang check in. Melani diperbolehkan masuk ke ruang check in setelah memperlihatkan tiket pesawat. Fikri yang membelikan tiket itu. Sebenarnya Melani sudah menolaknya. Namun, Fikri memaksa. Melani tidak bisa menolaknya karena tiket itu sudah dibeli.
Melani duduk di dekat seorang laki-laki yang sedang membaca koran. Melani tidak bisa melihat wajah laki-laki itu karena wajahnya tertutup koran.
"Apa kabar, Mel," sapa laki-laki itu seraya melipat koran.
Melani terkejut. Pria itu adalah Fikri.
"Fikri!"
Fikri tersenyum.
"Kok kamu ada di sini?"
"Aku juga mau ke Kalimantan."
"Ada acara apa?"
"Kerja."
"Kerja di mana?"
"Di sekolah SD."
"Di sekolah SD?"
"Ya, di sekolah SD."
Melani terdiam. Ia heran dengan Fikri. Mengapa tiba-tiba ia memutuskan bekerja di Kalimantan? Bukankah ia pernah berkata kalau ia sudah menolak tawaran pekerjaan untuk mengajar di SD di Kalimantan?
"Kamu mengajar sekolah SD diana?"
"Di desa Bayur."
"Berarti satu desa denganku, dong?"
"Ya. Tidak hanya satu desa. Tapi, juga satu sekolah."
"Satu sekolah? Katamu kamu sudah menolak tawaran pekerjaan itu?"
"Setelah kupikir-pikir, sepertinya aku lebih cocok jadi guru SD daripada jadi security."
"Kenapa?"
"Aku tidak tahan begadang semalaman. Kupikir jadi security itu enak. Ternyata berat."
"Oh, ya. Nanti di sana, aku tinggal di mana, ya?" tanya Melani.
"Kamu tidak perlu khawatir. Di sana, kamu akan tinggal di rumah Milta."
"Apa tidak merepotkan?"
"Tidak. Rumah milta cukup besar. Orang tua Milta juga baik."
"Kamu sendiri?"
"Aku tinggal di rumah kakek."
"Kamu punya kakek di sana?"
"Semasa kecil, aku dan orang tuaku tinggal di sana. Keluargaku pindah ke Jakarta ketika aku SMA."
"Kenapa pindah?"
"Orang tuaku ingin mengubah nasib. Orang tuaku tidak ingin terus-terusan hidup susah."
"Orang tuamu bekerja apa di Jakarta?"
"Ayahku memiliki warung bakso. Uaha ayahku cukup maju. Ayahku memiliki tiga cabang warung bakso di Jakarta."
"Kamu tidak tertarik mengelola salah satu warung bakso ayahmu?"
"Tidak. Aku tidak suka berjualan. Aku lebih suka bekerja menjadi karyawan atau menjadi PNS."
"Hidup ini memang unik, ya. Ada karyawan yang berusaha mati-matian untuk menjadi pengusaha. Ada juga yang sudah mendapatkan peluang untuk menjadi pengusaha malah ingin menjadi karyawan."
"Ya. Begitulah hidup. Kita hanya melakukan sesuatu yang sesuai dengan kata hati saja."
"Jujur. Sebenarnya aku ingin menjadi pengusaha. Tapi, aku tidak memiliki peluang untuk itu. Aku pernah berjualan jamu. Namun, karena suatu hal, aku harus meninggalkan usahaku," kata Melani berterus terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Palsu
RomanceBetapa bahagianya Melani ketika seorang pemuda tampan menembaknya. Namun, ia sama sekali tidak menduga jika pemuda itu ternyata hanya berpura-pura mencintainya. Pemuda itu berpura-pura mencintai Melani agar Melani menyetujui harga yang ditawarkan ol...