Kesiangan

218 3 0
                                    

Melani terkejut ketika ia terbangun dari tidurnya karena waktu sudah menunjukkan jam delapan lewat lima belas menit.

"Aku kesiangan," desahnya.

Ia segera melompat dari tempat tidur sambil melempar selimut ke sembarang arah dan langsung pergi ke kamar mandi. Ia hanya cuci muka. Ia tidak mandi karena ia sudah telat. Pagi ini ia ada janji akan pergi melihat lokasi rumah makan bersama Arman pada jam delapan pagi. Sekarang sudah jam delapan lewat.

"Kamu tidak mandi, Mel?" tanya ibunya ketika melihat melani keluar dari kamar mandi seolah-olah ia sudah tahu bahwa Melani tidak mandi.

Butuh waktu paling cepat sepuluh menit untuk mandi. Biasanya kaum wanita membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit untuk membersihkan diri di kamar mandi. Ibu Melani bisa memastikan bahwa pagi ini Melani tidak mandi karena ia berada di kamar mandi kurang dari lima menit.

"Sudah tidak sempat, Bu."

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Hari ini Melani ada janji."

"Janji kencan, ya?" goda ibunya.

"Tidak. Hari ini Arman mau mengajak Melani melihat tempat untuk membuka rumah makan?"

"Jam berapa kamu ada janji?"

"Jam delapan."

"Sekarang sudah jam berapa?" sindir ibunya.

"Iya. Melani kesiangan, Bu," aku Melani.

"Kalau kamu seperti ini, kamu bisa dianggap kurang serius oleh partner bisnis. Ini bisa berakibat fatal. Partner bisnismu bisa membatalkan kerjasama," kicau ibu Melani.

Pagi yang apes. Sudah kesiangan diomeli pula.

"Berarti Melani sudah kehilangan peluang, dong?"

"Itu tergantung kamu memberikan alasan atas keterlambatanmu. Jika kamu memiliki alasan yang masuk akal, partner bisnismu mungkin bisa memaklumi."

"Melani yakin Arman pasti bisa memakluminya."

"Kenapa kamu berasumsi seperti itu?"

"Karena ia pernah menipuku. Ia menjadikanku partner bianis bukan semata-mata ingin mencari keuntungan, tapi juga ingin menebus kesalahannya."

"Ooo... Kalau begitu kamu tidak perlu terburu-buru. Sebaiknya kamu mandi dulu," saran ibunya.

"Baik, Bu."

Melani kembali masuk ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Ia masuk ke kamarnya untuk berdandan.

Melani berdandan secantik mungkin. Ia mengenakan kaos lengan panjang berwarna putih dan  celana jeans biru. Selesai berdandan, ia pergi ke dapur untuk mengambil sarapan pagi. Melani tidak perlu terburu-buru, meski ia sudah telat satu jam. Ia akan menggunakan keterlambatannya untuk menguji Arman apakah ia serius dengan ucapannya.

Selesai sarapan, Melani segera berangkat. Ia terkejut ketika melewati ruang tamu, Arman sudah menunggunya.

"Arman!"

"Kamu terkejut?" Arman tersenyum memperlihatkan barisan gigi putihnya.

"Sejak kapan kamu di sini?"

"Sesuai dengan permintaanmu. Aku di sini sejak jam delapan tepat. Tidak kurang dan tidak lewat."

"Aku minta maaf. Aku bangun kesiangan."

"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, kenapa kamu kesiangan?"

"Tadi malam aku tidak bisa tidur. Aku baru bisa tidur jam satu malam."

"Tidak bisa tidur? Memangnya kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Atau jangan-jangan, kamu memikirkanku, ya?" goda Arman.

"Ih. GR!"

"Kamu tahu tidak. Aku tadi malam juga tidak bisa tidur, lho."

"Kenapa?"

"Kepikiran kamu."

"Ngaco kamu." Pipi Melani merona.

"Beneran. Aku tidak bohong."

"Sudah. Jangan menggombal. Kali ini aku tidak akan tergoda rayuanmu."

"Aku tidak merayu. Aku mengatakan yang sebenarnya."

"Tapi, dulu kamu suka merayuku. Dan semuanya gombal," sungut Melani.

"Iya. Aku mengaku salah. Makanya kali ini aku akan menebus kesalahanku. Aku akan membuktikan kepadamu kalau aku sudah tobat."

"Kenapa kamu tobat?"

"Beberapa minggu setelah aku menipumu, Yuli, pacarku, menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Sebelum berpisah denganku, ia berpesan untuk tidak mengulangi perbuatanku. Ia tahu bahwa aku telah menipumu dan ia sama sekali tidak suka memiliki pacar penipu. Sejak saat itu, aku dihantui perasaan bedosa," tutur Arman dengan nada sedih.

Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang