Desa terpencil

147 4 0
                                    

Pesawat mendarat di bandara Samsudin Noor, Banjarmasin, dengan mulus. Selanjutnya, dari bandara Samsudin Noor, Fikri dan Melani menuju kota Kuala Kapuas. Kuala Kapuas adalah sebuah kota kecil di kalimantan tengah. Letaknya yang berdekatan dengan Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, membuat orang Jawa yang ingin ke Kuala Kapuas lebih memilih jalur penerbangan Jawa-Banjarmasin.

Setiba di Kuala Kapuas, Fikri membawa Melani ke sebuah dermaga. Di dermaga, tampak beberapa speed boat sedang ditambat. Di tempat terpisah, terlihat perahu kayu bermesin diesel juga sedang ditambat dengan jumlah yang lebih banyak. Perahu-perahu itu disebut kelotok.

"Kita akan ke desa Bayur dengan salah satu dari angkutan air itu. Kamu pilih mana? Naik speed boat atau kelotok?"

"Lebih enak mana? Naik perahu atau kelotok?" Melani balik bertanya.

"Lebih enak naik speed boat karena lebih cepat. Naik speed boat, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Sedangkan naik kelotok, perjalanan akan memakan waktu selama dua jam," jelas Fikri.

"Kita naik speed boat saja," pilih Melani.

Speed boat meluncur dengan cepat membelah air melintasi muara. Setelah melintasi muara, speed boat memasuki sungai. Satu jam telah berlalu. Speed boat berhenti di titik terakhir setelah sebelumnya berhenti beberapa kali menurunkan penumpang. Fikri dan Melani merupakan penumpang terakhir karena desa yang mereka tuju berada di blok terakhir. Desa Bayur terdiri dari lima blok, yaitu Blok A hingga Blok E.

Fikri dan Melani berjalan menyusuri jalan desa. Jalan desa tampak lengang. Melani melihat pohon kelapa di setiap pekarangan rumah penduduk. Sepertinya pohon kelapa adalah tanaman utama penduduk di desa ini.

Desa Bayur berada di daerah rawa. Di kedua sisi jalan, terdapat parit. Itu dikarenakan jalanan desa dibuat dengan cara membuat tanggul yang tanahnya diambil dari kanan kiri jalan. Begitu juga dengan halaman penduduk yang dibuat dengan cara mengambil tanah di sisi halaman sehingga setiap halaman selalu memiliki sebuah kolam di sisinya.

Fikri dan Melani tiba di sebuah rumah kayu. Rumah itu ditopang oleh tiang-tiang setinggi setengah meter. Tiang-tiang itu terbuat dari kayu ulin. Penduduk desa selalu menggunakan kayu ulin sebagai tiang rumah karena kayu ulin adalah kayu yang sangat kuat. Kayu itu tidak akan lapuk termakan usia.

Seorang gadis menyambut kedatangan mereka.  Gadis itu adalah Milta. Ia seorang gadis berkulit sawo matang yang manis. Tubuhnya pendek. Meski pendek, tubuh Milta sangat seksi.

Keesokan harinya, Melani langsung bekerja di sekolah SD. Ia mengajar di kelas satu.

"Selamat pagi, semuanya," sapa Melani.

"Selamat pagi, Bu," jawab murid-murid serempak.

"Sebelum pelajaran dimulai, ibu akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama ibu Melani. Ibu dari Jakarta. Kalian tahu kota Jakarta?"

"Tahu, Bu."

"Apa status Jakarta?"

"Ibu kota Indonesia."

"Betul. Sekarang kita mulai pelajarannya. Hari ini kita akan belajar berhitung."

Melani menuliskan beberapa angka di papan tulis.

"Empat ditambah empat berapa?"

Semua murid terdiam. Mereka sibuk menghitung dengan menggunakan jari mereka.

"Delapan, Bu," jawab salah seorang murid.

"Betul. Lima ditambah lima berapa?" tanya Melani lagi.

"Sepuluh, Bu." Jawaban masih dari murid yang sama.

Melani menulis beberapa soal di papan tulis.

"Kerjakan soal-soal ini di buku tulis kalian," perintah Melani.

Semua murid mengerjakan apa yang diperintahkan Melani.

Seorang siswa tampak sibuk menjumlahkan soal-soal itu dengan menggunakan batang-batang lidi. Melani tersenyum. Ia pernah menggunakan cara itu ketika masih kelas satu SD.

Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang