Sinta tersenyum-senyum mengingat kejadian tadi siang. Tadi siang, Sahrul menyatakan cintanya kepada Sinta. Sinta menerima cinta Sahrul karena dia juga mencintai Sahrul.
"Tok..! Tok..! Tok...!" Seseorang mengetuk pintu kamar Sinta.
Sinta segera beranjak dari ranjang untuk membuka pintu.
"Sinta, papa mau ngomong sama kamu," kata Rintono, papa Sinta.
Sinta dan papanya duduk di ranjang.
"Begini, papa mau menjodohkanmu dengan seseorang," kata Rintono.
"Menjodohkan Sinta?" tanya Sinta terkejut.
"Iya. Dia anak teman papa. Dia seorang laki-laki yang tampan dan baik. Kamu pasti suka sama dia."
"Tapi, Sinta nggak mau dijodohkan, Pa," tolak Sinta.
"Kenapa?"
"Sinta cuma mau menikah dengan laki-laki yang Sinta suka."
"Kamu sudah punya pacar?"
"Sudah, Pa."
"Apa pacarmu sudah siap untuk menikahimu?"
"Sinta nggak tau, Pa."
"Sinta, pacarmu itu belum tentu akan menjadi jodohmu. Banyak orang yang pacaran selama bertahun-tahun, tapi akhirnya menikah dengan orang lain. Kalau anak teman papa ini, dia sudah siap untuk menikah."
"Tapi, sinta sudah terlanjur cinta sama pacar Sinta. Sinta nggak bisa hidup tanpa dia."
"Ya udah. Papa nggak bisa memaksa kamu karena kamu yang akan menjalaninya. Papa hanya berusaha membantumu untuk mencarikanmu jodoh."
"Iya. Makasih, Pa."
"Ya udah. Papa tinggal dulu, ya."
"Ya, Pa."
Waktu begitu cepat berlalu. Hari ini tepat tiga bulan Sinta berpacaran dengan Sahrul ketika Sinta menemui Sahrul yang sudah menunggunya di taman.
"Sudah lama?" tanya Sinta.
"Enggak. Baru aja."
Sinta duduk di samping Sahrul.
"Sin, sebenarnya ada yang mau aku omongin," kata Sahrul.
"Apa?"
Sahrul menarik nafas. Hatinya merasa berat untuk mengatakan apa yang sedang terjadi. Tapi, ia harus kuat untuk mengatakannya, meski ia tahu ini akan sangat menyakitkan.
"Gue dijodohin."
"Dijidohin?"
"Iya," jawab Sahrul lirih.
"Lo terima perjodohan itu?" tanya Sinta dengan hati cemas. Ia berharap Sahrul menolak perjodohan itu seperti halnya dirinya yang sudah menolak ketika akan dijodohkan oleh papanya.
"Aku.... Aku nggak bisa nolak, Sin. Aku nggak mau orang tuaku kecewa."
Sinta terdiam. Ia tidak rela jika harus berpisah dengan Sahrul. Namun, ia juga tidak bisa memaksa Sahrul untuk menolak perjodohan itu. Sinta menguatkan hati untuk tidak menangis. Di hadapan Sahrul, ia harus terlihat kuat. Ia akan menangis sepuasnya katika sudah berada di rumahnya.
Meski, Sinta tidak menangis, namun Sahrul bisa melihat kesediahan yang teramat dalam di wajah Sinta yang murung. Kesedihan Sinta membuat hati Sahrul terasa tercabik-cabik. Ia tidak tega melihat wanita yang sangat ia cintai terluka.
"Sin, bagaimana kalau kita kawin lari aja?" tanya Sahrul.
"Kawin lari?"
"Iya."
"Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?"
"Karena aku tidak ingin membuatmu terluka. Aku sangat mencintaimu, Sin."
"Hatiku memang sakit dan sebenarnya aku juga nggak rela kamu dijodohin. Tapi, aku sadar kalau menikah tanpa restu orang tua tidak akan membuat pernikahan kita bahagia. Ini sudah takdir Tuhan, Rul. Kita harus ikhlas menerimanya"
Sahrul menarik nafas dalam-dalam. Ternyata Sinta tidak serapuh yang ia duga.
"Sin, meski aku nggak bisa memilikimu, kamu akan selalu ada di dalam hatiku. Aku nggak akan pernah melupakanmu."
Mata Sahrul berkaca-kaca. Ia tidak kuasa menahan kepedihan hatinya. Melihat mata Sahrul yang sudah berlinang air mata, Sinta juga tidak bisa menahan air matanya.
Mereka akhirnya saling berpelukkan untuk melepaskan kesedihan mereka.
Mereka adalah remaja yang baik dan kuat. Mereka rela mengorbankan cinta mereka untuk membahagiakan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Palsu
RomanceBetapa bahagianya Melani ketika seorang pemuda tampan menembaknya. Namun, ia sama sekali tidak menduga jika pemuda itu ternyata hanya berpura-pura mencintainya. Pemuda itu berpura-pura mencintai Melani agar Melani menyetujui harga yang ditawarkan ol...