"Nama Mbak siapa?"
"Melani."
"Saya Wagito. Ayo ikut saya," ajak laki-laki itu.
Bagaikan terhipnotis, Melani mengikuti saja ajakannya. Ia sudah pasrah. Apapun yang diinginkan laki-laki itu, akan ia penuhi. Laki-laki itu mengendarai motor. Dengan mengendarai motor maticknya, Melani mengikutinya dari belakang.
Laki-laki itu membawa Melani ke sebuah rumah. Seperti rumah Melani, rumah laki-laki itu tidak terlalu besar. Dilihat dari modelnya yang sama dengan rumah-rumah lainnya, Melani sudah bisa menduga bahwa rumah laki-lali itu adalah rumah bank BTN.
Melani dipersilahkan duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian, seorang perempuan datang membawakan sebuah teko berisi air putih beserta sebuah gelas.
Perempuan itu menuangkan air ke dalam gelas. Lalu, memeberikannya kepada Melani.
"Minumlah."
Melani meminum air itu sampai habis. Meminum segelas air membuat perasaan Melani menjadi terasa lebih baik.
"Perkenalkan. Ini Lasti, isteri Saya," kata laki-laki itu memperkenalkan wanita di sampingnya.
"Sekarang coba ceritakan apa masalah yang sedang Mbak Melani hadapi. Siapa tahu kami bisa membantu mencarikan jalan keluarnya."
"Saya diputuskan pacar Saya, Mas," jawab Melani. Ia memanggil Wagito dengan sebutan 'Mas' karena usia Wagito masih muda. Mungkin usianya hanya terpaut lima atau tujuh tahun dengan Melani.
"Saya bisa memahami apa yang dirasakan Mbak Melani. Akan tetapi, dengan bunuh diri, masalah tidak akan selesai. Begini, kalau Mbak Melani berkenan, Saya bersedia menjadi pengobat hati Mabak Melani yang sedang terluka. Isteri Saya sudah mengijinkan Saya untuk menikah lagi."
"Maksud Mas?"
"Maksud Saya kalau Mbak Melani berkenan, Saya bersedia menjadi pendamping hidup Mbak Melani," kata Wagito menjelaskan maksud ucapannya.
Melani memandang isteri Wagito. Ia ingin melihat reaksi isterinya itu setelah mendengar ucapan suaminya. Wanita itu tersenyum.
"Mbak Melani tidak usah khawatir. Saya sudah mengijinkan Mas Wagito untuk menikah lagi," kata isteri Wagito menegaskan.
"Bagaimana, Mbak? Mbak Melani mau menikah dengan Saya?" tanya Wagito tak sabar.
Melani yang sedang membutuhkan seseorang yang bisa menjadi pelipur lara, menerima tawaran Wagito untuk menjadi isteri keduannya.
"Baiklah. Kalau begitu, Mbak Melani pulang dulu. Saya akan secepatnya melamar Mbak Melani."
"Ya. Saya pamit dulu."
"Ya. Hati-hati di jalan."
Warsito dan isterinya mengantar Melani hingga ke ambang pintu. Mereka memandang Melani yang mengendarai motornya hingga menghilang di tikungan jalan.
"Dek, sebaiknya kapan kita akan melamarnya?" Warsito meminta pendapat isterinya.
"Terserah Mas saja."
"Bagaimana kalau minggu depan?"
"Kalau menurut Mas itu yang terbaik, adek hanya mengikuti saja."
"Baiklah. Kalau begitu minggu depan kita akan melamarnya. Sekarang, Mas mau mandi dulu," kataWagito, lalu pergi ke kamar mandi.
Lasti segera pergi ke kamarnya. Ia sudah tak kuat lagi membendung air matanya lebih lama lagi. Sesampainya di kamar, ia langsung menangis tanpa suara. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan memohon kepada Allah agar hatinya diberi kekuatan untuk menerima kenyataan pahit ini.
Sering terlintas di pikirannya untuk meminta cerai. Namun, jika ia bercerai dengan suaminya, ia khawatir ia tidak akan bisa memeberikan nafkah anaknya yang masih TK. Demi masa depan anaknya, ia memilih bertahan dengan suami tercintanya, meski ia harus menanggung rasa sakit hati yang teramat sangat. Ia menyadari bahwa ini sudah menjadi resiko seorang isteri yang mempunyai suami seorang laki-laki mapan. Seandainya dulu ia memilih Hardi, mungkin kisah hidupnya tidak seperti ini. Tapi, menyesali masa lalu adalah suatu hal yang sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Palsu
RomanceBetapa bahagianya Melani ketika seorang pemuda tampan menembaknya. Namun, ia sama sekali tidak menduga jika pemuda itu ternyata hanya berpura-pura mencintainya. Pemuda itu berpura-pura mencintai Melani agar Melani menyetujui harga yang ditawarkan ol...